III

98 20 6
                                    

𝐉𝐞𝐧𝐨 mendudukan dirinya di meja makan setelah dirinya memberi kecupan selamat pagi untuk Bundanya dan mengusak pelan rambut panjang adik perempuannya. Kemudian melirik satu-persatu anggota keluarganya.

Ayahnya tengah menyesap secangkir kopi hitam pekat dengan kacamata bertengger di hidungnya. Tanpa bertanyapun Jeno tau Ayahnya tengah mengecek harga saham pagi ini. Lalu beralih pada Bunda yang tengah memotong roti milik adiknya, karena sang adik terlihat tengah menyelesaikan tugasnya yang lupa ia kerjakan. Jeno tersenyum kecil bagaimana adik perempuannya menerima suapan demi suapan roti dari Bundanya.

"Tumben lo sarapan"

Melirik ke samping, Jeno hampir ingin sarapan dengan tenang. Tapi sepertinya kakak kembarnya tidak menginginkan Jeno hidup damai.

"Masalah buat lo Kath?"

"Yes, karena seruangan sama lo bikin gue sesek nafas"

Jeno tak menyahut, hanya menggigit rotinya tanpa ekspresi. Ayahnya melirik kedua anak kembarnya bergantian kemudian melirik istrinya yang menghela nafas pelan. Adik perempuan mereka tak perduli, sudah biasa ; pikirnya.

"Jena sama Jera berangkat sama Ayah dan ngga ada penolakan karena Ayah kebetulan sedang tidak berangkat pagi ke kantor, jadi Ayah ingin mengantar kedua anak perempuan Ayah ke sekolah"

Ucap Ayah saat melihat Katharina Jena Wijaya, Jeno's twin ingin mengajukan protes karena tidak bisa membawa mobil kesayangannya seperti biasa.

Karina, teman-teman memanggilnya seperti itu. Katharina atau Kath, panggilan dari keluarga besarnya atau Jena panggilan dari Ayahnya.

"Aku berangkat dulu" ucap Jeno sambil tersenyum mengejek pada Kath yang menatapnya seperti ingin membunuh.

"Hati-hati Jen bawa motornya jangan ngebut" ucap Bundanya pada anak sulungnya.

"Hmm"

Jeno berlalu meninggalkan rumahnya dengan motornya menuju sekolah. Ah sekolahnya ya? ngomong-ngomong soal sekolah, Jeno semakin bersemangat ketika memikirkan satu sosok yang sudah seminggu menjadi objek perhatiannya.

Sedangkan Karina hanya mendengus mendengar laju motor Jeno pergi meninggalkan pekarangan rumahnya.

"Ayah ngga adil banget, kenapa aku ngga boleh bawa mobil hari ini"

Protes Karina dengan wajah tertekuk masam.

"Kan Ayah udah kasih tau alasannya"

"Jawab jujur deh, kenapa mau repot-repot nganterin Jena? semenjak Jena masuk SMA kayanya Ayah belum pernah sekalipun nganterin Jena, bahkan Jera juga"

Jera, sang adik yang namanya di sebut hanya mengangguk lucu mengiyakan perkataan sang kakak.

Ayah hanya mengendikan bahunya tersenyum simpul dan membuat Karina menoleh ke Bundanya yang tersenyum merapikan rambutnya yang hari ini di kepang rumit.

"Ayah mau ketemu saudaramu"

"Hah?" Karina tidak paham dengan maksud ucapan Bundanya.

"Saudaramu, kamu paham Kath?"

Karina berpikir sebentar lalu mengingat seseorang yang di maksud Bundanya. Ia paham, senyum miring terbit di sudut bibirnya.

"Kena Kau Jen"  ucapnya tertawa dalam hati.








⚫️









Seminggu di sekolah, Yesa mulai terbiasa dengan lingkungannya. Yah, meskipun itu di lakukan sendiri. Dia tak punya tak punya teman, tak satupun dari sembilan belas orang di kelasnya yang mengajak berkenalan, bertanya atau sekedar menyapa Yesa.

HURT TO HEART ㅡ 𝐣𝐞𝐧𝐨 & 𝐲𝐞𝐣𝐢Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang