𝐂ousin? Sepupu? Giselle sepupu Jeno?
Yesa seperti ingin mengubur dirinya dalam-dalam sekarang.
Seharusnya dia paham kenapa tiba-tiba Giselle mendekatinya dan berperilaku seramah ini. Tapi Yesa menepis segala buruk sangkanya pada Giselle. Karena nyatanya gadis di depannya ini justru terlihat tidak suka saat Jeno dan teman-temannya mendekati mereka.
Jeno tidak menggubris sapaan dari Giselle yang terdengar seperti ledekan. Dia hanya menatap tajam Yesa yang masih menunduk. Jeno tau, gadis di depannya ini tengah ketakutan.
Ah, Jeno sangat menyukai raut wajah itu. Katakanlah dia sinting, tapi itu kenyataannya. Jeno mendudukan diri di samping Giselle yang langsung berhadapan dengan Yesa.
Sedangkan kedua temannya di belakang justru hanya melihat sambil tersenyum miring.
"Makan" titah Jeno ketika melihat Yesa tidak meneruskan makannya semenjak dia datang ke cafetaria.
Yesa mendongakan kepalanya pelan dan matanya langsung bertabrakan dengan mata tajam Jeno yang masih menatapnya lekat.
"Aㅡ" Yesa bingung, ingin menjawab tapi lidahnya kelu. Takut menyelimuti dirinya sekarang. Yesa ingin berlari dari sana. Menghindari Jeno, Giselle dan semua orang yang di cafetaria yang sekarang seperti terang-terangan menguliti dirinya.
Jeno berdecak lalu mendorong piring makanan milik Yesa cukup keras hingga hampir menumpahkan isinya yang masih tersisa setengah.
"Gue bilang makan ya makan. Apa mau gue suapin?"
Yesa menggeleng cepat lalu mengambil sendok dan memasukan makanannya ke dalam mulut. Meskipun rasanya tidak bisa di telan karena tenggorokannya sekarang sesak menahan tangis yang kapanpun siap meledak.
Lalu Jeno tertawa seperti orang gila bersama dua temannya.
Giselle yang melihat itu langsung menarik seragam Jeno yang membuat si empunya meliriknya sekilas lalu menikmati wajah ketakutan Yesa.
"Lo ngapain ke sini? mau ganggu anak baru?" ucap Giselle lalu menatap Juna dan Jevian yang masih setia berdiri di belakang Jeno seperti pengawal, "bawa temen lo ini pergi, ganggu"
"Sorry, gue ngga punya hak" ucap Juna tertawa pelan dengan wajah yang di buat sedih membuat Giselle yang melihat itu ingin sekali menendang laki-laki itu.
"Bener, kalau lo mau gantiin gue sama Juna jadi samsak tinjunya Jeno si ngga masalah" sambung Jevian yang di sambut tos tangan dari Juna.
"Alah anjing. Pergi Jen, di pikir sekolah punya moyang lo apa? Seenaknya sendiri sama orang lain" omel Giselle.
"Tapi Sell, bukannya bener ya sekolah ini punya moyang dia" ucap Jevian menunjuk Jeno yang diam saja tak perduli perdebatan mereka yang ada di sana.
"Atau lebih tepatnya lo juga salah satunya. Gue ingetin kalau lo lupa. Lo juga cucu moyangnya yang punya sekolah"
Giselle menghembuskan nafasnya kasar. Dia melihat ke sekeliling di mana siswa-siswi lain melihat ke arah meja mereka.
Dia melihat ke arah pintu keluar, di sana berdiri Karina dengan Yoga, Brian juga Steven yang tengah menatap santai ke arah dirinya juga Yesa.
"Dasar anjing bukannya bantu gue malah nonton doang, tai" gumam Giselle pelan tapi kemudian otaknya berjalan karena Jeno masih tetap di posisinya.
Giselle melirik Yesa yang minum dengan menunduk,
"Kath, ke sini cepet" teriak Giselle yang sukses membuat Jeno mendengus menatap Giselle tajam.
"Pergi sana" usir Giselle yang di patuhi Jeno, tapi sebelum itu dia mengambil botol minum bekas Yesa dan tanpa babibu dia meminum isinya sampai tandas.
"Jangan harap lo bisa bebas di sini" ucap Jeno pada Yesa sebelum pergi dari sana dan menoyor kepala Giselle hingga gadis itu berteriak mengumpat.
Setelah Jeno, Jevian dan Juna pergi dari sana Yesa masih tetap diam. Giselle melirik Karina yang ternyata sudah pergi bersama Yoga juga Brian. Tersisa Steven yang hanya tersenyum mengejek padanya dan meninggalkan cafetaria dengan mengepalkan tangannya ke udara seperti menyemangati dirinya.
"Steven sialan, awas aja sampai lo minta cium gue. Gue najisin doang" keluh Giselle dalam hati.
"Udah gapapa, minum punya gue aja. Belum gue minum kok" ucap Giselle menyodorkan botol minumnya pada Yesa.
"Kamu tau Selle?"
"Hah? tau apa?"
"Tau semuanya" jawab Yesa pelan. Dia benar-benar malu sekarang. Giselle tau, berarti dia tau seperti apa Yesa sebenarnya.
Giselle mendesah dan berpindah temlat duduk ke samping Yesa lalu merangkul Yesa dari samping.
Giselle mengangguk dan tersenyum tulus pada Yesa.
"Iya, gue tau Yes. Gue tau semuanya. Tapi gue ngga akan bilang apapun dan ngga akan mau bahas apapun yang berhubungan dengan itu. Gue ngga mau buat lo ngga nyaman"
"Kamu sengaja deketin aku di sini juga karena itu kan?"
Giselle menggeleng, "ngga tuh, emang pengin deket aja sama lo. Kenapa? lo ngga mau?"
Yesa tersenyum tipis dan menggeleng, "ngga kok, aku suka temenan sama kamu"
"Mmm, sekarang kalau ada apa-apa sama lo di sekolah bilang aja sama gue. Lo denger kan kata Jevian tadi, kalau gue juga cucu moyangnya yang punya sekolah"
Yesa sedikit tertawa mendengar perkataan Giselle.
"Atau nanti kita tukeran nomor aja. Mau kan?"
"Mau Selle, makasih ya"
"Makasih buat apa? gue ngga ngasih apapun ke lo"
"Gapapa makasih banget", Yesa terdiam dan berpikir sebentar sebelum bertanya hal yang selama ini ingin sekali dia tanyakan pada seseorang tapi selalu di urungkan.
"Giselle"
"Ya?"
"Kath, masih marah sama aku?"
Giselle menggeleng. Tapi sebenarnya dia juga tidak yakin. Karina dan Jeno adalah dua kepribadian yang sama persis. Keras dan sangat tidak suka jika ada orang yang mengusik kehidupannya, atau keluarganya. Tapi jika di tanya apakah Karina marah atau tidak, jawabannya sangat gampang. Dia yang seharusnya marah pada Jeno, bukan Yesa.
"Dia ngga pernah marah sama lo Yes. Percaya sama gue. Jangan pernah berpikir Kath marah sama lo. Dia ngga pernah mau ngomong sama lo karena dia masih marah sama dirinya sendiri. Ok?"
"Tapi Selleㅡ"
"Udah lah, percaya sama gue. Sekarang ayo pergi dari sini terus ke kelas gue"
"Kelas kamu?"
Giselle mengangguk, "Ngga mau ketemu sama Sam? dia satu kelas sama gue btw" katanya sambil menaik turunkan kedua alisnya.
SAM? SAMUEL?
Sepertinya Yesa tidak sanggup. Dia tidak ingin bertemu dengan laki-laki itu. Dia menghindarinya. Sangat menghindarinya. Di rumah, di sekolah kenapa dia harus selalu menghindari Sam?
Tidak, dia belum siap
NOTES: Maaf ya kalau moment Yesa Jeno sedikit. Pelan-pelan karena konfliknya belum mulai. Maaf karena ada beberapa bab yang hilang jadi aku terpaksa ketik ulang dadakan.
Jangan heran ya kenapa Steven bisa seperti itu dan berbeda di hari pergama dia bertemu Yesa. "Point" pengganggu lead malenya akan keluar bab berikutnya atau mungkin berikutnya.
Ada yang udah paham benang merahnya di mana?
Jawa Tengah, 05 juni 2024
![](https://img.wattpad.com/cover/139811002-288-k39676.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
HURT TO HEART ㅡ 𝐣𝐞𝐧𝐨 & 𝐲𝐞𝐣𝐢
Fanfictionᥫ᭡ kisah rumit seorang gadis yang tak sengaja terjebak lingkaran hitam percintaannya sendiri. © 𝒍𝒆𝒆 𝒋𝒆𝒏𝒐 𝒇𝒂𝒏𝒇𝒊𝒄𝒕𝒊𝒐𝒏