Putih, lembut, hangat, dan bau obat-obatan. Itu yang dirasakan oleh seorang bocah yang tertidur lelap(?).
Selang infus menempel ditangan yang mungilnya, masker oksigen terpasang untuk membantunya bernafas. Kepalanya terbungkus oleh perban, banyak anggota tubuh lainnya juga yang terperban.
Disamping itu, ada seorang bocah yang seumuran dengannya sedang terduduk sambil menatap sayu kembarannya itu.
Sudah 5 hari ia tertidur lelap dikasur putih itu, tetapi masih tidak muncul tanda-tanda kehidupan yang ia keluarkan. Entah apa yang ia mimpikan dalam tidurnya itu.
"Apakah dia akan selalu tertidur seperti ini?" Gumam bocah berambut dark Green.
"Aku rindu sikapnya yang polos, walau dia menyebalkan dia selalu membuatku tersenyum" Tanpa ia sadari, senyuman terukir diwajahnya saat ia mengingat memori-memori yang indah.
Ia terus bergumam akan betapa rindunya ia kepada si kembaran yang lebih muda.
Terkadang ia juga berpikir akan hal yang kejam, seperti 'Apakah Ren akan meninggalkanku?', 'Apakah ia tidak akan bangun lagi?', dan sebagainya.
Semua lamunannya pecah saat melihat ia melihat jemari kecil saudaranya itu sedikit bergerak, disusul dengan terbukanya mata Teal miliknya.
"R.. Ren?" Si surai dark Green terbangun dari duduknya saat melihat hal itu, senyuman bahagia muncul diwajahnya. Air mata yang ia sudah lama tahan akhirnya pecah saat melihat saudaranya terbangun dari tidur lamanya.
"Siapa kau?" Ucap bocah yang terbaring, dia menatap sekelilingnya dan berakhir tertuju pada bocah disampingnya.
Si bocah dark Green menatap kaget, matanya membesar seolah tidak percaya apa yang barusan ia dengar. Dari ekspresi wajahnya, ia seolah berbicara 'Apa maksudmu?'
"Aku.., aku kakakmu, Rin" Jawabnya dengan ekspresi memohon, memohon untuk mengingatnya kembali.
"R.. Rin?" Sang empu nama hanya mengangguk saat namanya terpanggil, masih terus berharap bahwa saudara kembarnya masih memiliki ingatan tentang dirinya.
"Aku akan memanggil ayah dan ibu, kau tunggulah disini Ren"
Rin kemudian berbalik, pergi keluar kamar itu untuk memanggil orang tua mereka, meninggalkan saudara kembarnya dikamar sendirian.
Ren, bocah yang terbaring lemah dikasur empuknya sedikit terkekeh. Ekspresi wajahnya berubah menjadi ekspresi menjengkelkan, ia seperti bukan Ren yang asli.
"Menjadi adik dari husbu sendiri? Lumayan membagongkan, tapi tak apa, aku bisa melihat wajah imutnya setiap hari" Tanda merah muda muncul dipipinya, terlihat sangat menggemaskan dan sangat cocok untuk wajah imutnya itu.
Saat merasa bahwa ada seseorang yang akan datang, ia kembali memasang wajah datarnya, kembali berakting.
Saat pintu terbuka, ia melihat visualisasi dari seorang dokter, dan anggota keluarganya.
Dokter itu kemudian memeriksa dirinya, setelah pemeriksaan selesai, ia tersenyum pada bocah yang sedang ia periksa sebelum kemudian ia berbalik ke arah anggota keluarga dari sang bocah.
"Kondisi ananda Ren mulai membaik, hanya saja" Sang dokter menjeda sebentar, ia mengambil nafas panjang.
"Hanya saja apa dok?" Sang ibu menanyakan kejelasan dengan nada dan raut wajah yang khawatir.
"Ananda Ren kehilangan ingatannya"
Hening, kedua orang tua dan saudaranya hanya terdiam, sang ibu menitikkan air matanya, merasa kehilangan walau itu hanyalah sebuah ingatan. Sang ayah mencoba memaklumi dan menenangkan istrinya yang tengah menangis.
"Ananda Ren mengalami pendarahan yang hebat dibagian kepalanya akibat terbentur, dan hal itu juga yang membuat memorinya hancur berantakan"
Rin tidak terlalu mengerti apa yang dokter itu bicarakan, semuanya hanya tertuju pada saudara kembarnya yang melihatnya dari tadi.
Rin pergi mendekatinya, tersenyum padanya, dan mengelus rambut halus nan indahnya.
"Ren, kalau kau sudah sembuh kita akan bermain bersama lagi! Jadi cepatlah sembuh!" Rin sangat bersemangat saat mengucapkannya.
("Gak bisa, ini terlalu lucu, gak gak, husbuku sangat imut saat masih kecil") Ucap Ren dalam hatinya.
"Diperkirakan ananda Ren akan rawat inap disini selama 2-3 bulan" Ucap sang dokter sambil pamit pergi dari kamar itu.
•́~-'ᗒ
Berhari hari, berminggu-minggu, dan 1 bulan telah berlalu Ren habiskan bersama keluarga kecilnya. Ia selalu ceria, tidak sedih sedikit pun karena ia selalu ditemani oleh saudara kembarnya, Rin.
"Coba katakan, Aaaa-" Ucap si bocah bersurai dark Green ke adiknya sambil menyodorkan potongan buah apel.
"Aaaa" Ia segera memakan buah apel yang disodorkan, tersenyum kegirangan merasakan manisnya buah apel.
(Bukan karena apel, tapi husbu nyuapin. Sayang sodara, gabisa fall in Love)
"Manis?" Ren hanya menganggukkan kepalanya sebagai balasan dari pertanyaan tersebut.
Rin senang mendengar jawabannya, ia memeluk erat saudara kembarnya yang lebih muda, adiknya.
("Kapan lagi aku bisa dipeluk sehangat ini? Aku sangat menyukai ini")
Aku berasa sangat beruntung bisa lahir kembali disisimu, Rin.
-Itoshi Ren
KAMU SEDANG MEMBACA
《Harsh Reality》Blue Lock X Oc
Ficção AdolescenteBagaimana rasanya menjadi anak bungsu di keluarga Itoshi? Itu yang dipikirkan oleh gadis yang sedang berjalan melewati jalanan yang luas, karena mungkin dia yang lengah atau mobil tersebut berlaju sangat cepat. Akhirnya terjadi tabrakan maut. Jiwa...