Sekali lagi kau harus menelan pahitnya keputus asaan. Semakin kau cari, semakin kau mengerti bahwa sebuah kemustahilan kau bisa kembali ke tempat asalmu. Mengingat sudah 2 tahun lamanya kau tinggal di dunia Woozi.
Bahkan untuk mempertahankan kewarasanmu saja rasanya kau harus berjuang mati-matian. Sekarang, kau setengah gila. Sulit membedakan antara keinginan dan perintah. Sulit membedakan setiap emosi yang kau rasakan, seperti saat ini.
Kau tertawa keras seperti tengah menonton sesuatu yang jenaka, tapi air matamu mengalir begitu deras di waktu yang bersamaan.
"Hahahahaha!"
Kau duduk di lantai balkon yang dingin, menjulurkan kakimu melalui sela sela tralis besi pembatas balkon. Kau terlihat seperti sedang terpenjara tapi itu adalah hal yang menyenangkan bagimu. Aneh bukan?
"Astaga lucu sekali hahaha!"
Kau tak menyeka air matamu karena cairan itu tak kunjung habis sekalipun kau menghentikan tawamu.
Kau memandang langit malam yang begitu sepi. Tak ada bintang maupun bulan disana. Langit begitu gelap seolah olah kegelapan itu akan runtuh dan menelan habis tubuhmu.
"Haha baguslah." Ujarmu singkat.
Saat sedang asik mengagumi langit gelap, tiba tiba ada seseorang yang menepuk pundakmu dan membuatmu menolah untuk melihatnya.
"Woozi?"
Laki-laki itu berdiri di belakangmu dan mulai menuntunmu untuk beranjak dari posisimu sebelumnya.
"Ada apa?" Tanyamu.
Ia masih diam tapi matanya tak teralihkan darimu.
"Aku baru saja melihat langit malam. Hari ini langitnya sepi tidak ada bintang dan bulan, jadi keliatan sangat gelap."
Ia masih tak mengalihkan pandangannya dan hanya terdiam.
"Woozi-ssi? Kau baik-baik saja?" Tanyamu sembari mengibaskan tanganmu di depan wajahmu.
"Kau sakit?"
Woozi menggelengkan kepalanya tapi matanya mulai berkaca-kaca.
"Hahaha lihatlah kau mulai menangis."
Kau merasa prihatin tapi justru tertawa. Semakin keras tawamu maka semakin dalam rasa prihatinmu.
"(Y/n)-ya."
Setelah menyebutkan namamu dengan begitu menyakitkan, ia memelukmu dengan erat.
Dalam pelukan itulah, ia menangis. Ini mungkin pertama kalinya setelah masa kekejamannya, kau melihat ia menangis kembali. Itu mengingatkanmu bahwa ia juga manusia. Karena selama ini kau pikir kau tinggal bersama seorang iblis.
Ia memelukmu begitu erat dan tangisannya pun begitu memilukan hati.
"Maafkan aku... hiks... aku tak pernah menginginkanmu jadi seperti ini, sayang. Maafkan aku... hikss..."
"Hahaha! Kau ini lucu sekali."
"(Y/n)-ya, maafkan aku. Hiks... m-maaf." Ucapnya beribu kali.
"Memangnya aku kenapa? Haha! Aku baik baik saja hei!"
Woozi tak mau melepaskan pelukannya sekalipun kau memintanya melepaskan pelukannya. Kau berpikir ia sangat aneh hari ini.
"Kau tak baik-baik saja." Balasnya.
Akhirnya dengan sedikit paksaan, kau berhasil membuatnya melepaskan pelukannya. Kau menatap wajahnya yang begitu sembab karena menangis.
"Aku baik-baik saja."
KAMU SEDANG MEMBACA
Woozi Universe Factory [M] ✔
FanfictionKau tak begitu mengenalnya meskipun beberapa kali bertemu dengannya. Yang kau ingat, ia laki-laki tertindas yang menolongmu dengan caranya sendiri. Karena itulah kau semakin penasaran dengan sosoknya yang misterius. Semakin kau telusuri, semakin kau...