Soohyun langsung berdiri saat Taeyeon masuk ke ruangannya. Soohyun memang sudah tidak berhak atas Taeyeon, tapi hatinya masih sama. Taeyeon satu-satunya cinta, yang sayangnya sudah Soohyun sia-siakan.
"Ada yang ingin kau bicarakan?" Soohyun mendekati, dengan raga dan jiwa penuh kegugupan.
"Tolong aku, sekali ini saja. Aku sudah tidak bisa menghentikan putriku. Aku minta tolong, jangan jadikan dia salah satu bahan percobaanmu. Kau dan aku sudah membuat Jisoo kehilangan banyak hal. Kau harus membuatnya sembuh. Sudah dua kali aku hampir kehilangan dia. Jangan anggap dia sebagai percobaanmu, dia putriku."
"Aku sendiri yang akan mengawasi prosedurnya. Jika prosedur ini berhasil, perjalanan hidup Jisoo yang keras baru akan dimulai, karena semua ini untuk kepentingan militer. Dia akan terus diawasi dan terus menerus dijadikan subjek penelitian. Aku tidak akan membiarkan itu terjadi, itulah mengapa kita melakukannya di bawah. Aku juga seorang ayah. Aku tidak mungkin melakukan ini pada putri kita kalau aku belum benar-benar yakin. Aku yakin kita bisa melalui ini."
"Setelah semua yang kau lakukan, aku tidak bisa percaya padamu lagi begitu saja. Aku ingin melihat prosesnya. Biarkan aku dan Tiffany ikut melihatnya."
"Jika kau memaksa, kalian bisa ikut bersamaku."
"Tidak perlu mengatakan pada siapa pun siapa kau sebenarnya, bahkan pada keluargaku. Sejauh ini hanya aku dan Tiffany yang tau. Jangan menyakiti lebih banyak orang lagi. Tidak ada lagi yang namanya kita, kau dan aku sudah berjalan sendiri-sendiri."
Soohyun hanya membalas semua itu dengan menatap penuh harapan. Mungkin Taeyeon dapat melihatnya, keinginan Soohyun. Setidaknya Soohyun ingin diberi izin untuk memeluk, mencium kening Jisoo, untuk mengakui kesalahan.
"Jangan menyakiti Jisoo lebih jauh lagi. Dia pasti jadi lebih tersakiti saat tau kau sengaja memalsukan kematianmu."
※❆____INCOMPLETE____❆※
Bersama Tae-soo, Jennie masuk ke ruangan tempat Jisoo berbaring. Jisoo belum mengalihkan perhatiannya dari menatap Tiffany. Sebaiknya Tiffany mengatakan yang tadi itu hanya agar Jisoo tidak terlalu membenci Taeyeon. Sebelumnya, Tiffany sendiri yang bilang kalau ayah kandung Jisoo meninggal dalam sebuah kebakaran, maka seharusnya memang seperti itulah yang terjadi.
Tiffany yang semula duduk di brankar Jisoo dan membelakangi pintu, kini berdiri untuk melihat siapa yang datang. Tiffany seolah sengaja membiarkan Jisoo dalam kebimbangan. Tiffany memahami, tatapan mata Jisoo padanya saat ini berarti pertanyaan dan butuh penjelasan.
"Oppa, tolong jaga Jisoo sebentar. Aku akan keluar untuk melihat Taeyeon unnie. Dia sedang bicara dengan Tuan Taehyun." Tiffany keluar setelah Tae-soo mengangguk sebagai jawaban.
Tae-soo dan Jennie semakin mendekat ke brankar Jisoo.
Jisoo menatap penuh pada Tae-soo yang tersenyum padanya. Hati Jennie sedikit menyombongkan diri. Pasti Jisoo merasa ayah Jennie adalah ayah terbaik yang pernah ada. Jennie sendiri mengakui, ayahnya memang yang terbaik.
"Tuan Tae-soo, aku ingin berterima kasih kepada Anda. Aku tidak pernah tau seperti apa ayah kandungku, dan aku juga tidak pernah mendapatkan segala yang Anda berikan padaku dari ayah yang selama ini kukenal. Tetapi Anda yang bukan ayahku, memberikan banyak hal padaku. Terima kasih untuk semuanya."
"Jisoo-ya, mulai sekarang, hanya aku ayahmu." Tae-soo mengusap kepala Jisoo. Senyumnya terlukis, meski tersimpan sedikit miris. "Kalian, berdua dulu ya, Appa mau keluar sebentar."
KAMU SEDANG MEMBACA
Incomplete: Part 2. Other Pieces ✓
FanfictionCita-cita itu kini menjadi masa lalu konyol yang memuakkan. Kehidupan tidak akan pernah bisa adil bagi semua orang. Satu-satunya cara membuat hidup diri sendiri adil hanya dengan bersikap egois dan menjadi yang paling berkuasa. Luka hati itu sangat...