Taeyeon memakaikan Jisoo baju dengan telaten. Sungguh, dengan ini Taeyeon merasa diberi kesempatan untuk membayar kewajiban sekaligus kesempatan yang sudah tahunan tertunda. Meski tentu saja Taeyeon tidak pernah mengharapkan keadaan Jisoo jadi seperti ini.
Taeyeon baru sampai di rumah tengah malam. Meski begitu, ia tidak ingin membuang-buang lebih banyak waktu. Mereka akan ke Youth hari ini, demi memastikan dan juga agar tidak terus bergantung pada harapan yang mungkin masih semu.
Taeyeon mendorong kursi roda Jisoo ke depan cermin, lalu menyisir rambutnya. Mata Jisoo belum mau lepas memandang cermin, mencerna lebih teliti dan hati-hati, mungkin saja Taeyeon masih menyembunyikan benci.
"Kenapa Anda dan Tiffany imo berusaha keras membuatku bisa berjalan lagi?"
Tangan Taeyeon berhenti sebentar. Membenarkan sedikit letak hatinya, lalu melanjutkan menyisir. Bukan pertanyaan itu yang sedikit menjentik. Namun, cara Jisoo memanggilnya masih tidak berubah. Ketika Jisoo sudah bisa memanggil Tiffany dengan panggilan seharusnya, tapi tetap tidak memberikan label ibu pada Taeyeon.
"Apa kalian tidak takut aku akan balas dendam? Bagaimana pun aku ini orang yang merasa sangat disakiti orang lain, dan aku hanya manusia biasa yang mungkin punya kebencian di hati."
"Sebagai ibumu, Eomma tidak pernah berpikir sampai ke sana. Kami hanya ingin mengusahakan yang terbaik untukmu."
Hening ditemani suara samar sisir yang bergesekan dengan rambut Jisoo melingkupi mereka.
"Aku belum bisa mengerti satu hal. Aku ... sungguh bertanya-tanya. Sebelumnya Anda sangat tidak suka padaku. Namun, karena Anda tau aku putri Anda, meski aku tidak yakin ini benar atau pura-pura, sekarang Anda menjadi sangat menyayangiku, bukan, Anda sangat menyayangi bayi yang dibuang tujuh belas tahun lalu. Memangnya bisa tiba-tiba berubah sebanyak itu?"
"Eomma tidak berharap kau bisa mempercayai ini. Namun, ini memang bukan sesuatu yang tiba-tiba, Jisoo-ya. Kau memang benar, Eomma menyayangi bayi yang dibuang tujuh belas tahun lalu itu. Eomma menyayangi bayi itu setiap hari sampai hari ini dan hari-hari selanjutnya. Memang agak sulit menjelaskan situasinya. Mungkin seperti ini, kau benci mencium bau badan orang lain, sampai kau sadar itu adalah bau badanmu sendiri. Namun, kau bukan bau badan, kau sesuatu yang sangat berharga. Maaf, Eomma tidak bisa menemukan analogi yang lebih bagus. Tapi kurang lebih seperti itu."
"Yeahh, aku sedikit memahaminya. Sama seperti saat kita memandang secara berbeda antara kentut sendiri dan kentut orang lain. Maaf sudah mengatakannya, tapi itu benar kan, Nyonya Taeyeon?"
"Hmm, sesuatu yang seperti itu. Ada baiknya kita perbaiki perumpamaannya. Anggap saja begini, kau sangat membenci sesuatu, sampai kau menyadari bahwa itu adalah sesuatu yang sangat berharga bagimu, ternyata sesuatu itu adalah yang selama ini kau cari. Menurutmu, apa bisa kau tetap membencinya alih-alih sangat mencintainya?" Taeyeon memeluk Jisoo dengan hatinya merasa sedikit ringan.
Yang tadi itu memang tidak bisa dikatakan sepenuhnya sebagai candaan. Namun, obrolan mereka sedikit lebih santai dari biasanya. Andai di situasi yang berbeda, Taeyeon rasa mereka akan tertawa bersama.
※❆____INCOMPLETE____❆※
Berdampingan dengan Taeyeon, Jennie, dan Tiffany, Tae-soo mendorong kursi roda Jisoo masuk ke pintu utama Youth.
Sejauh mata memandang, ini lebih megah dari yang Taeyeon bayangkan. Dia pernah diajak Soohyun ke KIST. Tempat ini bahkan lebih besar dan lebih futuristik dari KIST. Taeyeon merasa telah berulang kali berkeliling Seoul, tidak mengira ada tempat yang bisa melebihi kemajuan KIST di Korea terlebih di Seoul.
KAMU SEDANG MEMBACA
Incomplete: Part 2. Other Pieces ✓
FanficCita-cita itu kini menjadi masa lalu konyol yang memuakkan. Kehidupan tidak akan pernah bisa adil bagi semua orang. Satu-satunya cara membuat hidup diri sendiri adil hanya dengan bersikap egois dan menjadi yang paling berkuasa. Luka hati itu sangat...