13. Youth

272 47 12
                                    

Jennie mendekap Rosé untuk menenangkannya. Sudah setengah jam Jennie melakukan itu. Jenazah Allice sudah selesai diotopsi. Sekarang Tae-soo dan Sunho sedang mengurus proses repatriasi jenazahnya.

[Repatriasi jenazah : Proses pemulangan jenazah ke negara asalnya.]

Untuk sementara, mereka tinggal di hotel. Satu yang Jennie paling pahami, Rosé pasti sangat terguncang. Yang paling Jennie tidak pahami, mengapa mereka bisa sampai mengalami kasus seperti ini?

Rosé bilang akhir-akhir ini Allice juga berperilaku normal-normal saja. Allice orang yang serius jika menyangkut karir dan masa depan, rasanya mustahil Allice sempat membuat masalah dengan orang lain.

"Bagaimana kata polisi?" Jennie bertanya hati-hati.

Sejak datang ke sini, Jennie tidak mendengar apa pun tentang kasus Allice. Ingin bertanya pada ayah dan ibunya pun, Jennie belum sempat karena mereka disibukkan dengan banyak hal terlebih penataan emosi.

"Léviosa. Aku hanya mendengar tentang itu. Para polisi menduga ini kasus yang dilakukan oleh jaringan pembunuh bayaran. Aku tidak tau bagaimana kakakku bisa berhubungan dengan mereka, Jennie. Kau tau sendiri, Allice unnie bukan orang yang suka membuat masalah dengan orang lain. Kenapa ... kenapa orang bisa melakukan itu padanya?"

Jennie menepuk-nepuk punggung Rosé. "Memang benar kata orang, Rosé. Kau akan tau kau sangat mencintai seseorang saat orang itu pergi. Sekarang kau sadar, kau sangat menyayangi kakakmu." Ucapan Jennie sendiri mengantar dirinya mengingat Jisoo. Jennie tidak berniat sama sekali, tapi itu muncul begitu saja. Jennie masih tidak menyukainya sampai hari ini.

"Rosie, bagaimana rasanya memiliki seorang kakak?"

"Di saat terakhir, dia bahkan mencoba menyelamatkanku dari orang yang mau menyakitiku, Jennie. Akhirnya aku tau dia sangat menyayangiku." Di sela isakan, Rosé menjawab.

"Tenang saja, mulai sekarang, kau bisa menganggapku kakakmu. Aku selalu di sini untukmu. Kau akan segera pulang, kan?"

Masih dalam pelukan Jennie, Rosé mengangguk. "Aku masih harus mengurus paspor dan yang lainnya, karena mereka semua terbakar di rumah. Terima kasih sudah ke sini."

"Tentu saja aku datang, kau satu-satunya temanku."







※❆____INCOMPLETE____❆※







"Seulgi, kau tidak perlu melakukannya."

Lama-lama Seulgi kesal sendiri mendengar Jisoo terus merengek meminta Seulgi berhenti menyuapinya.

Tatapan Seulgi berubah lebih serius. "Makanlah demi dirimu sendiri yang pantas mendapatkan hidup lebih baik."

Jisoo tidak ada pilihan selain membuka mulut menerima paksaan Seulgi.

"Ahjumma itu tadi bilang nafsu makanmu tidak baik. Kita perbaiki bersama, ya."

Di dapur yang masih satu area dengan meja makan tempat Seulgi dan Jisoo bercengkrama, Tiffany sengaja menutup kabinet dengan keras. "Ahjumma?! Yang benar saja, Kang Seulgi. Panggilan Ahjumma belum cocok untuk wajah mudaku ini." Tiffany membuka penutup karton susu almond, lalu menuangkannya ke gelas.

"Ahjumma, biasanya dokter yang mengurus otak itu pintar dan elegan, tapi kenapa Ahjumma berbeda? Jangan-jangan beli ijazah, ya?"

"Yak!! Mulutmu itu sembarangan saja kalau bicara. Sebelumnya tidak pernah ada yang berani bicara begitu padaku, kau ini sebenarnya dibesarkan di mana?" Tiffany meminum sisa susu almond dari wadahnya.

"Tiffany imo dan Seulgi ibarat orang sedang bercermin."

Seulgi memandang antusias. "Kami sama-sama asik, pintar, dan cantik?"

Incomplete: Part 2. Other Pieces ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang