Masih ada yang bangun?
Kalo nurutin sibuk emang ga akan ada habisnya yaa. Beneran, hampir 4 minggu ini aku selalu mikir, weekend depan longgar kayanya, dan kenyataannya enggakkk :((
Chapter ini panjang, itung-itung bayar absenku yang hampir 4 minggu ini, emang udah 4 Minggu keknya hahah
.
.
.
.
.
.
.
.Jennie berdiri dari bangku taman begitu melihat Jisoo akhirnya kembali dengan dua botol air lengkap bersama wajah yang kelihatan tengah berpikir keras, sampai seperti lupa dengan sekitar.
Jennie menerima sobotol air dari Jisoo yang masih tidak menaruh perhatian penuh padanya.
"Kenapa? Dan itu apa?" Sedikit melirik, Jennie bertanya karena Jisoo terlihat sedikit lebih lemas dari sebelumnya, dan Jennie juga melihat benda seperti kertas di tangan Jisoo. Kelihatannya Jisoo sengaja melipatnya, seolah tidak ingin saja kalau Jennie sampai melihat.
Jisoo menatap Jennie, berpikir, apakah benar dan tidak apa-apa kalau memberitahu Jennie perihal kebimbangannya?
Jennie menutup lagi botolnya, menaruh asal ke bangku taman, dan dengan sigap menerima uluran kertas dari Jisoo.
Jennie memandang foto itu beberapa lama. Dari keburaman itu, dan keadaan Jisoo, Jennie dapat menebak itu Lisa, kelihatannya.
Entah mengapa rasanya Jennie takut dan ragu mengakui, bahwa dia pernah melihat sosok yang sama sekilas saat mengantar Rosé ke bandara waktu itu. Warna bajunya hampir sama atau mungkin memang sama.
"Kau dapat ini dari mana?"
"Dari kakekmu. Katanya dari media sosial. Seseorang memposting foto di media sosial, dan kebetulan saat foto itu diambil, Lisa sedang lewat di belakangnya."
"Dan kau percaya?"
"Sulit mengatakan tidak. Semuanya menggambarkan Lisa. Cara dia menatap, cara dia memegang tasnya, bibirnya, rambutnya. Itu memang Lisa, adikku."
Rasanya sekujur tubuh Jennie ikut menegang melihat pancaran emosi di wajah Jisoo. Memang benar Jisoo kakaknya Lisa, sudah pasti Jisoo sangat mengenali adiknya. Bahkan andai foto itu hanya memperlihatkan mata Lisa, Jisoo pasti akan mengenalinya.
"Kapan foto ini diposting?"
"14 April, diambil di bandara. Apa yang dia lakukan di sana? Dia mau pergi ke mana? Kenapa dia tidak datang padaku?"
Jennie terdiam memandang foto, seakan perhatiannya memang hanya pada foto itu.
"A-aku ...." Seraya menatap Jisoo, Jennie memaksakan bibirnya melanjutkan bicara. Bolehkah Jennie mengatakan, Jennie takut, Jisoo, kakaknya, direbut darinya?
"Saat mengantar Rosé ke bandara waktu itu ... aku juga ... aku juga merasa melihat Lisa sekilas."
Mata Jisoo menyatakan harapan dan keyakinan sangat besar. "A-aku harus pergi. Aku harus pergi."
Jennie mengejar Jisoo dan memegang tangannya. "Ke mana?"
"Menemui ayahku, Jungmo appa, dia pasti tau sesuatu. Dia yang mengurus pemakamannya, kakekmu bilang dia juga jadi punya banyak uang, dan Lisa pergi dariku. Dia pasti melakukan sesuatu pada Lisa, kalau tidak, Lisa pasti akan mencariku."
Jennie menarik tangan Jisoo yang sekali lagi ingin pergi. "Tapi kita bisa saja salah orang. Kita semua tau ... Lisa sudah dimakamkan. Aku bisa saja salah lihat saat itu, dan orang di foto ini, bisa saja ini hanya orang yang mirip dengan Lisa."
Mungkin saja begitu. Namun, harapan masih mengobar di hati Jisoo.
"Aku hanya bisa yakin setelah bertemu ayahku. Aku ingin melihat langsung ekspresinya saat menjawab pertanyaan-pertanyaanku. Kakekmu memberikan alamat ini padaku."
KAMU SEDANG MEMBACA
Incomplete: Part 2. Other Pieces ✓
FanfictionCita-cita itu kini menjadi masa lalu konyol yang memuakkan. Kehidupan tidak akan pernah bisa adil bagi semua orang. Satu-satunya cara membuat hidup diri sendiri adil hanya dengan bersikap egois dan menjadi yang paling berkuasa. Luka hati itu sangat...