Perasaan Terlarang

1.3K 118 10
                                    

Kini Haruto terdiam seraya meniup kopi panas miliknya. Meskipun udara malam ini cukup dingin, tapi hal tersebut tidak bisa membuat pemuda berdarah Jepang itu gentar.

"Kamu tadi mau apakan Jeongwoo, To?" tanya seseorang yang membuat Haruto melihat lurus ke depan.

Haruto menarik nafas, berusaha mencari opini yang tepat

"Tadi ada kotoran di kepalanya," jawabnya walau terlihat jelas bahwa Junghwan sama sekali tidak percaya.

"Cuma itu? Kayaknya enggak deh, tadi kamu aneh banget. Kayak alpha mau nidurin omega," ujar Junghwan dengan nada suara yang mengintimidasi.

"Pikiranmu saja. Bukankah kamu ada acara amal besok? Kenapa tidak siap-siap saja." Haruto langsung mengalihkan pembicaraan dengan harapan Junghwan akan lupa topik awal.

Kedua bahu Junghwan tampak melemas tanda dia bingung. Entah apa yang menjadi momok kebingungannya, tapi Haruto bersyukur setidaknya bisa menghentikan Junghwan bertanya soal perkara beberapa jam lalu.

"Aku enggak tega sama Jeongwoo, kalau kita sibuk pasti dia akan melakukan hal konyol lagi. Untung saja hari ini selamat," jelasnya.

Soal perkara di bar Haruto sudah menjelaskan semua dengan detail. Mendengar cerita itu membuat Junghwan bertambah protektif pada Jeongwoo padahal status mereka hanya sahabat.

"Aku akan menjaganya saat kamu pergi, Junghwan. Jangan khawatir." Haruto memberikan senyuman terbaiknya untuk menyakinkan sahabatnya tersebut walau faktanya berbanding terbalik.

"Haruto, apa kamu menyukai Jeongwoo?" Pertanyaan tiba-tiba dari Junghwan langsung membuat pemuda berdarah Jepang tersebut tersedak makanannya.

Haruto menatap Junghwan dengan seksama. Dia ingin berbohong, tapi rasanya sangat sulit. Perlahan-lahan dia mengangguk dan langsung membuang wajahnya ke samping.

Keduanya terjebak dalam keadaan canggung. Junghwan tidak begitu terkejut karena dia sendiri juga merasakan hal yang sama.

"Junghwan, aku pikir kamu juga merasakan hal yang sama denganku. Aku berpikir jika perasaan ini tidak benar," cetus  Haruto.

"Tapi kita enigma," jawab Junghwan.

"Apa kamu pikir Jeongwoo akan senang jika menjadi mate kita? Dari dulu dia selalu bercerita tentang omega-omega di luar sana. Kadang aku kesal sendiri dengan sifat bajingannya." Haruto menatap Junghwan, menatap kilatan mata tidak suka dari orang di seberang.

Walau pun Junghwan terlihat lebih sabar dari Haruto, tapi faktanya membahas Jeongwoo sedalam ini mampu membuat sisi dominannya hadir tanpa diminta.

"Wolfku sudah menyukai Jeongwoo sejak dulu. Aku pikir kamu juga begitu dan hal ini tidak perlu dibahas,  Haruto karena hanya membuang waktu. Singkirkan prasangka burukmu itu."

"Bukan prasangka hanya saja aku ingin melihat Jeongwoo bahagia. Kehidupannya sudah hancur dan kini kita ingin menjadikannya omega. Apa itu adil? Perasaan kita terlarang, Junghwan."

Junghwan meremat ujung meja, dia ingin sekali menyalahkan sang goodness. Kenapa harus menakdirkan Jeongwoo sebagai sosok alpha.

"Kita memiliki kuasa, Haruto," bantah Junghwan.

"Aku hanya bingung dengan perasaanku. Aku merasa ini salah, tapi aku tidak bisa melepaskan Jeongwoo. Mungkin perlahan-lahan." Haruto langsung bangkit dan pergi ke dapur.

Haruto serta Junghwan kini saling mendiamkan. Kerja otak dan hati mereka tidak selaras saat ini.

Pagi harinya keduanya masih terjebak dalam kecanggungan. Bahkan setelah Jeongwoo bangun dan ikut duduk di meja makan, tapi tetap saja suasana tidak berubah.

"Kepalaku sakit banget," keluh Jeongwoo.

"Alpha masa ngeluh," ejek Haruto yang dihadiahi delikan tajam oleh Jeongwoo.

"Makanya jangan minum-minum lagi. Terus juga kamu berhenti bekerja sama, Woo. Di sama tidak aman," timpal Junghwan.

"Akan aku pikirkan nanti. Ada omega mencariku untuk menidurinya malam ini." Jeongwoo menunjukkan pesan masuk yang dia dapat pada Haruto dan Junghwan.

Jangan tanya bagaimana keadaan kedua enigma itu karena keduanya sibuk mengabaikan kata-kata Jeongwoo. Memikirkan lelaki manis tersebut akan menghabiskan malam panas dengan orang lain membuat Haruto serta Junghwan marah.

"Sampai kapan kamu akan menanam benih pada mereka, Woo?" celetuk Junghwan.

"Aku tidak melakukan knot. Apa salahnya? Kalian bicara seolah tidak pernah melakukan hal semacam ini saja," jawabnya.

"Aku ingin melakukannya, tapi dengan seseorang yang aku cintai bukan asal sembarang orang. Aku tidak mau terlihat murahan," balas Junghwan seraya pergi dari ruang makan.

Haruto menatap kepergian Junghwan, lalu mengalihkan pandanganya ke arah Jeongwoo. Terlihat jelas bahwa Jeongwoo tidak suka dengan kata-kata Junghwan.

"Apa kamu pikir aku semurahan itu, Junghwan?" kesalnya.

"Aku mendukung kata-kata Junghwan. Mungkin saatnya kamu berubah, Woo. Sebelum semua terlambat," sahut Haruto.

"Dukung saja temanmu itu. Dasar tidak berguna, kalian pikir keuntungan alpha apa kalau bukan ini? Aku hanya bersikap seperti kebanyakan alpha diluar sana dan juga para omega itu sama aja."

"Tenangkan dirimu dan renungi kata-kata Junghwan tadi. Mungkin kamu akan mengerti posisi omega-omega tersebut kalau jadi omega juga." Haruto hendak menyentuh tangan Jeongwoo, tapi dengan cepat pemuda bermata serigala tersebut menghempaskannya.

"Kalian sama saja. Biarkan aku hidup seperti mauku, menjauh lah dariku jika kalian terganggu." Jeongwoo bangkit dan pergi begitu saja.

Haruto mengusak rambutnya dengan kasar. Kenapa Jeongwoo begitu keras kepala.

Di tempat lain Jeongwoo memutuskan pergi dari apartemen Junghwan. Dia tidak menyangka jika keduanya akan berbicara seperti itu. Ah, dia merasa tersakiti.

"Menjadi anak-anak dari orang kaya memang mudah. Bahkan perkataan mereka lebih renyah daripada kacang goreng," dumalnya.

Jeongwoo pulang menggunakan bus mengabaikan keadaannya yang cukup berantakan.

***

Junghwan menatap pesan masuk dari Karina. Dia membacanya dengan saksama. Nanti sore dia harus segera pergi ke desa yang akan mencari sasaran acara amalnya.

Dia membuka foto profil Karina dan mengakui bahwa gadis tersebut sangat cantik walau bukan tipenya apalagi sifatnya yang suka menggoda.

Jeongwoo juga suka menggoda omega lantas kenapa dia malah mencintainya? Jika, kalian  tanyakan pada Junghwan mungkin pemuda tersebut akan terdiam.

"Aku akan mengikuti Jeongwoo," ujar Haruto.

"Dia alpha dan bisa menjaga dirinya sendiri. Bukannya kamu yang memintaku untuk sadar akan fakta tersebut," jawabnya.

Terdengar helaan nafas dari belakang. Haruto merasa semua serba salah, begitu juga perasaannya. Apa dia boleh egois ingin menjadikan Jeongwoo omeganya sendiri.

"Baiklah, aku pergi."

Junghwan menoleh ke belakang saat sudah mendengar suara pintu di tutup. Dia langsung masuk ke kamarnya dan mencium sisa-sisa feromon Jeongwoo yang tertinggal di udara.

Sungguh dia bertaruh semua enigma pasti ingin memiliki Jeongwoo.

"Aku tidak bisa seperti ini terus menerus. Mungkin mencoba hubungan dengan Karina adalah pilihan yang tepat," batinnya.

Di tempat lain Haruto tengah terdampar di cafe dengan Winter yang menjadi temannya. Mereka duduk berhadapan dengan Winter yang tidak berhenti mengoceh tentang tugas kuliah yang harus melibatkan keduanya.

"Aku senang bisa duduk berdua denganmu seperti ini," cetus Winter.

"Aku tidak peduli," balas Haruto tanpa melihat ke arah lawan bicara.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Aug 28, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Two MateTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang