E25: Jamuan Malam

16 1 0
                                        

Gelasku kini telah kosong, meninggalkanku terdiam di kursi tanpa sesuatu. Meski begitu, aku terus memperhatikan mereka sambil minum dari tadi. Sampai sekarang mereka masih saling bicara. Asik sekali sepertinya. Aku tak terlalu paham jadi hanya melihat saja.

Tak lama, ibu itu mulai menatap. Kemudian menanyakan sesuatu padaku.

"Omong-omong kalian mau di kota ini sampai kapan?" tanyanya hangat.

"Mungkin kami akan tinggal di kota ini sekitar satu sampai dua hari. Setelah dari kedai pun, kami akan langsung mencari penginapan di sekitar." Jawabku pelan. Memberi jawaban mudah.

"Kalian mau mencari penginapan? Tidak usah, tinggal di rumah ibu saja ya sementara." Rayu Ibu.

"Serius bu?" sahut Alz.

Alz menatap ibu itu lagi dengan kuat. Matanya berbinar, seperti telah menemukan rumah kedua. Ibu itu entah kenapa juga terlihat sangat bahagia dengan kehadiran Alz. Aku mengerti mungkin Alz mirip sekali dengan Lyra. Tetapi sampai saat ini aku tidak tahu semirip apa Alz dengannya.

"Iya serius, ada dua kamar kosong di sini, kalian bisa menggunakannya. Eh maaf sebelumnya kalian sudah menikah kan? Jika iya, mungkin kalian akan nyaman dengan kamar Walter dulu."

"M-Menikah? Aku dengan dia?"

Alz menatapku, dia memutar pandangannya dari Ibu Walter ke arahku dengan perlahan. Lalu setelah berkontak mata, tiba-tiba ia membuang pandangannya dan mengembalikan sorotan lensa ke si ibu.

"T-Tidak kok, kami belum menikah bu. Itu tidak seperti yang ibu pikirkan."

"Belum?" tanyaku perlahan sambil memperhatikan wajah dan kalimat yang dilontarkan Alz.

"TIDAK MENIKAH, intinya begitu!"

Alz memendamkan wajahnya ke dada ibu itu. Kemudian memeluknya lalu berteriak tidak jelas di dalam pelukan. Aku tak tahu apa yang dia pikirkan maupun katakan. Namun yang jelas kita mendapatkan penginapan gratis hari ini. Tetapi meski begitu, entah kenapa tidak enak rasanya jika hanya tinggal di sini secara gratis.

"Oh iya ibu lupa memperkenalkan nama. Nama ibu adalah Hafka. Salam kenal ya anak-anak manisku."

"Hafka ya bu, nama yang indah..., Mulai sekarang aku akan memanggil ibu dengan nama ibu Hafka". Jawab Alz penuh sanjungan.

"Iya anakku yang cantik, kamu bebas memanggil ibu dengan nama apa saja."

Intens, sangat intens. Mereka tampak menyukai interaksi satu sama lainnya. Aku tahu ini mungkin mengganggu. Namun, kurasa aku juga perlu mengenalkan nama.

"Ah, iya, namaku Arslan bu, hanya Arslan. Senang bertemu dengan ibu."

"Iya senang bertemu denganmu juga Arslan."

Tersenyum, ibu itu tersenyum lagi pada kami berdua. Aku menjabat tangannya, lalu berterima kasih atas semua yang telah diberikannya. Tiba-tiba Alz kemudian berbicara pada ibu.

"Ibu tahu? Orang itu biasanya selalu mematung di hidupnya. Aku selalu diabaikan bu, aku selalu tak diperhatikan. Mau aku jatuh tersungkur, mau aku hilang entah ke mana juga sepertinya ia tak peduli."

"Eh iya kah? Kamu serius begitu Arslan?"

Tidak...

Maksudku kenapa aku harus memperhatikannya? Oke aku tahu dia adalah guru sihirku. Namun selain itu untuk apa?

Aku hanya diam menanggapi pernyataan itu, memperhatikan sekitar, memperhatikan suasana terlebih dahulu. Sambil menatap sinis pada Alz.

"Iya bu, dia selalu begitu."

RattleheartTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang