Freen melangkahkan dirinya ke dalam apartemen yang gelap,
Cklak
Semua lampu apartemen menyala, pandangannya tertuju pada sebuah foto yang selalu ia pajang di meja depan sofa. Senyum yang akan selalu dia rindukan, sejak halusinasi kemarin ketika dia melihat orang yang benar benar mirip Becky, rasa rindu itu semakin menggebu gebu. Rasa penasaran dan rasa marah menyelimuti hati Freen. Jika memang yang kemarin dia lihat itu Becky, kenapa orang orang disekitarnya harus menutupinya? Kenapa Becky juga tidak mengunjunginya atau sekedar mengiriminya pesan singkat?
Freen duduk dengan tangan yang memijat kepalanya sendiri, entah apa yang harus dia lakukan. Entah yang kemarin adalah halusinasi atau nyata adanya. Dia tidak tahu.
Tangannya mengambil ponsel lalu menghubungi sahabatnya.
"Nam, lo ada waktu?"
.
.
.Setelah menelpon Nam Freen segera mandi agar terlihat mempunyai gairah untuk hidup, walau sebenarnya dia tidak tahu harus bertahan untuk siapa. ibunya sudah tiada, ayahnya entah dimana, dan kekasih yang sangat dia cintai juga tidak tahu dimana atau apa yang terjadi terhadapnya.
Tingtong
Tingtong
Tingtong
Freen mengerutkan alisnya, "Nam kan bilang mau dateng nanti siang, ko udah ada lagi?"
"Apa jangan jangan Dahyun ya?"
Dengan segera Freen memakai pakaian panjang lalu menuju ke pintu depan, ia tidak lagi melihat lubang dipintu karena yakin kalo bukan Nam ya berarti Dahyun.
"Nam......"
"Gue disini buat jagain lo"
Freen melongo dengan pandangan didepannya, orang yang sangat mirip dengan Becky muncul dihadapannya. amarahnya memuncak begitu saja membuat Freen menarik wanita itu sedikit kasar , lalu menutup pintu apartemen dengan kencang.
"Permainan apa yang kamu lakukan Becky?"
"Gue bukan Becky, gue Rebecca"
Hahahahahaha
Gelak tawa Freen terdengar keras sekarang, dia pikir Freen ini bodoh?. Freen menatap wanita didepannya, pandangannya berubah menjadi teduh. Walau rambut Becky berbeda dari biasanya tapi dipandangan matanya ini adalah Becky.
"Kenapa kamu tega bohongin aku? Kenapa kamu baru muncul setelah 4 bulan setengah kamu ngilang? Apa kamu gatau hancurnya aku?"
Rebecca yang saat itu bingung kini mulai mengerti apa yang dibicarakan Freen, ini adalah kemungkinan yang sudah Rebecca tebak. Freen akan marah karena merasa dipermainkan.
"Kamu, Becky kan? Aku hafal betul..."
"Gue Rebecca, bukan Becky."
Freen mendekat dengan cepat, menangkup kedua pipi Rebecca dan menempelkan bibirnya tepat dibibir Rebecca.
Lumatan demi lumatan Freen lakukan, membuat Rebecca yang awalnya diam dan mencerna, kini terbawa suasana.
Decakan antar bibir kini terdengar memenuhi ruangan, Rebecca membuka matanya dan mendorong Freen menjauh.
"LO NGAPAIN ANJIR?! FIRST KISS GUE LO AMBIL! GUE GA LESBIAN KAYA BECKY!!!!"
Rebecca berteriak lalu keluar dari apartemen Freen dengan cepat, Freen masih berdiri terdiam ditempatnya.
"Rasanya berbeda, dia bukan Becky" Gumam Freen pelan. Dia menyentuh bibirnya sendiri. "Dia bukan Becky"
Freen berjalan gontai menuju pintu apartemennya dan tanpa sengaja menginjak sebuah kertas.
Dia berjongkok lalu mengambil kertas itu, dibaliknya dan terlihat foto dua orang anak kecil yang sama persis. Kembar identik.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pluviophile (End)
Fanfictionhujan selalu menakutkan, membuat kita merasakan kekuatan alam yang sesungguhnya, hujan juga selalu membawa kenangan pahit, bahkan walau hanya rintik rintik. lalu, kamu datang. sejak itu aku tau bahwa hujan akan selalu indah jika bersamamu.