Chapter 7 : Penyesalan ibu

59 9 0
                                    

Sekarang Aditya sedang duduk disamping Adnan dan menggenggam erat tangannya dan tak henti-henti menangis sejak dari tadi walau dokter sudah mengatakan jika Adnan baik-baik saja .

"Adnan bangun , kamu tahu banyak orang yang iri dengan ku karena aku memiliki sahabat sepertimu , itu karena dalam kehidupan ini di saat terbaik dalam hidupku aku bertemu denganmu , "

Aditya menghapus air matanya sebelum melanjutkan kalimatnya.

"Adnan katakan padaku jika pertemuan kita ini adalah kebetulan ?  Aku rasa tidak , kita memang ditakdirkan untuk bertemu dan menjadi sahabat selamanya . Tuhan baik kepadaku itu sebabnya dia membiarkan aku bertemu dengan seorang teman yang baik seperti mu . Andai saat itu aku tidak bertemu dengan mu mungkin aku tidak akan pernah memiliki seorang teman seperti mu ,"

Air mata Aditya terus jatuh begitu banyak hingga Adnan pun terbangun karena tetesan air matanya . Saat Adnan membuka matanya , ia begitu sedih melihat sahabatnya menangis sampai matanya membengkak karena terlalu lama menangis .

Andai takdir bisa ku ubah bisakah aku menjadi bulan dilangit saja yang menerangi malam yang gelap . Aku lelah dalam kehidupan ini , ada banyak derita dan luka yang harus ku tahan untuk membuat seseorang bahagia tapi justru malah sebaliknya .
Aku merahasiakannya dari Aditya tapi malah membuatnya bersedih , aku terlalu lemah Aditya . Itulah yang dipikirkan Adnan saat ia melihat sahabatnya yang menangisi nya , ia tidak bisa membayangkan bagaimana nanti hidup Aditya tanpa dirinya .

"Aditya"
Ujar Adnan dengan nada kecil ,

"Adnan kamu sudah bangun ? "

Aditya mengangkat tangannya dan ingin menyentuh wajah Adnan , tangan Adnan langsung meraih nya dan menempatkannya tepat diwajahnya .

"Andai aku bisa melihat aku akan tahu jika kamu baik-baik saja atau tidak , sayangnya aku tidak bisa melihat nya " senyum sedih Aditya .

"Meskipun kamu tidak bisa melihat aku akan selalu menjadi matamu , kita akan selalu bersama sampai Tuhan yang memisahkan kita "

"Jika boleh meminta , saat mati nanti aku ingin lebih dulu mati "

Saat mengatakannya kalimat itu sungguh mengejutkan Adnan .

"Kenapa kamu mengatakan itu ? "

"Jika aku yang lebih dulu maka kamu akan terbebas dariku sedangkan jika sebaliknya , aku tidak bisa hidup tanpamu karena kamu adalah mataku . Tanpamu aku tidak akan tahu seperti apa dunia ini , walau hanya sebuah cerita tapi aku bisa merasakannya "

"Jangan bicara seperti itu , aku tidak akan meninggalkanmu . Percayalah "..

Aditya mengangguk bahagia mendengarnya ,
Sungguh dalam hidup ini Aditya merasa paling beruntung memiliki sahabat seperti Adnan .

"Ah rasanya sangat pengap berada dirumah sakit , aku ingin pulang . Aditya kapan dokter mengijinkan aku pulang ? ".

"Dokter belum mengatakan apapun padaku , seperti kamu belum diijinkan untuk pulang "

"Ah sial , aku sangat tidak nyaman berada di sini "

"Kamu sabar dulu ya ? Kan ada aku yang menemanimu "

"Iya sih tapi rasanya jenuh .... Ayo Aditya kita pulang ! "

"Tapi dokter belum bilang apa-apa "

"Sudah jangan pikirkan itu , ayo kita pulang saja "

Adnan mencabut paksa infusnya dan membawa Aditya pulang , sejujurnya Adnan masih merasakan rasa sakit namun ia bertingkah sok kuat . Ia tidak ingin membuat Aditya khawatir tentangnya jika terlalu lama dirumah sakit , dengan begitu Aditya akan tahu jika penyakit Adnan semakin memburuk .
Saat sampai di pintu gerbang rumah sakit kepala Adnan mulai terasa lagi , pandangannya mulai kembali buram seperti sebelumnya . Saking tidak tahan dengan rasa sakitnya Adnan kembali pingsan dan mengejutkan security yang sedang berjaga .
Dan Juga dikejutkan oleh tarikan Adnan sehingga dirinya ikut terjatuh .
Security itu langsung menggendongnya dan menempatkannya ditempat awal seperti yang dikatakan Aditya , dokter yang mengetahui itu sedikit menegur Aditya padahal ini bukan kesalahannya .

Kutitipkan surat terakhir untuk SAHABATKU (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang