Holi(duh)

14 2 23
                                    



Ranjang king size itu dipenuhi oleh beberapa tumpukan baju yang sudah ditata rapi oleh Dhania, milik suami dan dirinya. Beberapa peralatan skincare dan sikat gigi juga telah dimasukkan ke dalam tas kecil khusus. Pintu kamar mandi terbuka, wanita itu hanya melirik pada Pancaka yang baru saja selesai mandi. Tangan lelaki itu sibuk mengeringkan surai basahnya, tanpa atasan dan hanya mengenakan celana training panjang.


Manik Dhania mengedar untuk memastikan barang-barang yang diperlukan telah ada semua. Sementara Pancaka di sampingnya hanya duduk di tepi ranjang, tangannya terulur menyentuh satu tumpuk pakaian atasan yang asing dipandang. Kening lelaki itu berkerut, mengambilnya dengan ibu jari dan telunjuk.


"Apaan ini, Yang?"


"Crop top. Kemarin shopping sama Hika. Katanya, kalau ke Ancol cocoknya pakai begitu."


"Gak gak gak!" seru lelaki itu seraya mengambil tiga baju baru tersebut kemudian memasukkannya kembali dalam lemari. "Gak ada pakai crop top. Tadi aja mbak aku larang. Apalagi kamu!" omelnya seraya mengambil dress sebatas di bawah lutut.


Sekarang, giliran lelaki Soehardjo itu yang menata pakaian ke dalam tas dan Dhania hanya mengerucutkan bibir duduk memandangi suaminya yang bekerja merapikan keperluan liburan mereka.


"Ndaaa?"


Atensi keduanya beralih kala mendengar seruan dari ambang pintu, kepala Jeeves menyumbul dengan cengiran khasnya. Ketika mendapat izin masuk, si bungsu menghambur ke atas ranjang kedua orang tuanya.


"Adek udah selesai packingnya?" tanya Dhania yang juga ikut bergabung duduk di samping sang buah hati. Jeeves selalu membawa buku paket untuk menghapal materi meski di hari libur.


Anak itu mengangguk. "Dibantuin Bang Jojo. Tapi gangguin adek belajar, jadi adek ke sini aja."


"Udaaah! Kelar!" seru Pancaka kemudian menaruh tas pakaian tersebut ke atas sofa.


Ketiganya duduk di ranjang dengan Jeeves di tengah. Lelaki itu menatap istrinya sembari menghela napas. "Kenapa ke Ancol sih? Sekalian aja ke luar negerilah piknik keluarga tuh," tanyanya.


Buku paket yang dipegang bungsu ditutup seraya menoleh pada sang ayah. "Kan yang ngajak El. Ke mana aja asal piknik, adek mah ngikut."



Pancaka melirik sembari mencubit pipi gembil putranya. Sementara Dhania sudah berdiri dan tertawa kecil. "Nda mau bikin es teh, mau gak, Dek?"


"Mau!"


"Enggak!"


Serentak, sepasang ibu dan anak itu menatap galak pada sang kepala keluarga. Tak peduli dengan reaksi itu, Pancaka juga ikut berdiri, tidak kalah memberi tatapan tajam. "Duduk, Ayah buatin susu pakai es dikit."



Diberitahu demikian membuat Dhania dan Jeeves menyunggingkan senyum lebar, wanita itu kembali duduk manis sembari bersandar pada tubuh si bungsu yang hampir menyusul kakak-kakaknya. Apalagi, anak itu sekarang juga sudah mau diajak ke gym oleh Pancaka. Bisa jadi, si bocah penyuka donat ini akan menyaingi otot-otot ayahnya.



Bahkan sekarang, lengan Je sudah bisa menjadi bantalan kepala Dhania ketika mereka berbaring santai seperti ini.


"Adek mau naik semua wahana di sana!" ucap si bungsu dengan percaya diri.


Memang dari semua anak-anaknya, Jeeves ini tidak pernah menunjukkan rasa takut terhadap apapun. Bahkan selalu menjadi yang lebih awal untuk mencoba sesuatu yang baru di setiap latihan anak-anak.


StoriesМесто, где живут истории. Откройте их для себя