Terik matahari membuat Jove mengernyitkan wajah beberapa kali. Kepala pemuda tersebut menoleh ke kanan dan kiri, sudah banyak para penjemput anak-anak sekolah dasar di sana. Entah itu orang tua, tukang ojek, atau bahkan seperti dirinya yaitu seorang kakak. Kebetulan hari ini, ia sedang memiliki jadwal kosong. Ayah membawa Bunda ke salah satu acara tentang pekerjaan beliau sementara Mami Hika meminta tolong sekalian menjemput Nushio untuk dibawa ke cafe.
Meski panas membuat keringatnya menetes tak membuat putra nomor dua Melviano tersebut beralih dari sandaran pintu mobil. Maniknya mengamati gerbang sekolah yang sudah terbuka, hingga detik selanjutnya bel pulang telah berbunyi. Senyum Jove terukir, berdiri tegap sembari melongokkan kepala untuk melihat adik-adiknya yang keluar dari kelas.
Di antara kerumunan tersebut, Jove bisa melihat sepasang anak perempuan dan laki-laki berjalan sembari bergandengan tangan. Langkah mereka begitu bahagia karena senyum yang terukir indah di wajah keduanya.
Manik Chiquita berbinar seraya melambaikan tangan kanannya yang menganggur. "ABAAAANG!" panggilnya berteriak.
Kedua tangan Jove juga terangkat antusias sembari menggerakkan badan ke kanan kiri kemudian menunduk dan memeluk kedua adik kecilnya. Bersimpuh di hadapan mereka, ia menatap Nushio terlebih dahulu sembari berkata, "Cil, pulang sama abang. Terus kita ke cafe nyamperin Mami. Oke bro?"
"Okie dokiee!"
Setelahnya, mereka masuk ke dalam mobil. Dua bocah itu berada di kursi belakang. Saling bertukar cerita kembali padahal sudah sedari pagi keduanya tidak berpisah. Jove benar-benar tidak mengira bahwa kedekatan Chiquita dan Nushio bisa lebih dari sekadar saudara sepupu, bahkan layak dikatakan kembar karena setiap momen dalam hidup mereka selalu melibatkan satu sama lain.
Maniknya melirik pada kaca spion, fokusnya pada Nushio. Semakin tumbuh besar, Jove justru melihat sosok Gama dalam tubuh sepupunya tersebut. Ia menggelengkan kepala, kembali memperhatikan jalanan.
Sekitar setengah jam perjalanan, mobil Jove berhenti di area parkir cafe ibu dari Nushio. Wanita tersebut sudah berdiri menunggu, merentangkan kedua tangan untuk memeluk putra kesayangannya.
Jove ikut turun dengan Chiquita di punggung. Lengan pendeknya melingkar pada leher, tersenyum lebar sembari memanggil Mami Meng dengan lantang.
"Masuk dulu sini, makan," ajak Hika sembari menggendong Nushio.
Dijawab gelengan oleh Jove. "Maaf, Mih. Aku mau ke mall dulu, nyari kemeja. Nanti Chiki aku ajak makan di sana aja," jelasnya dengan cengiran.
"Awas ya kalau gak makan," Hika memperingati dengan tatapan khas galaknya. Lalu, atensinya beralih pada Chiquita yang tengah memasang wajah saling mengejek pada Nushio di sana. "Chiki, nanti kalau abang ngejar kamu lari ya," kelakarnya.
Kepala si bungsu Melviano meneleng. "Kok lari? Chiki gigit lah, Mi!" jawabnya.
Hika mengangguk sembari mengangkat ibu jari. "Terverifikasi anaknya Pancaka."
Interaksi di sana membuat Jove tertawa, ia menepuk pantat sang adik karena gemasnya. Lalu, keduanya berpamitan untuk melanjutkan petualangan ke mall. Tentu juga sudah meminta izin kepada kedua orang tuanya.
Selama perjalanan, keduanya bersenandung ria. Kepala mereka bergerak ke kanan kiri dengan Jove mengikuti lagu anak-anak yang dilantunkan adiknya. Dahulu, ia memang sering menghabiskan waktu memanjakan Jeeves, tetapi tak sebebas sekarang karena sudah beranjak dewasa.
"Abang, adek mau es krim," pinta si bungsu dengan senyuman membujuk.
Salah satu alis Jove terangkat melirik sang adik, Chiquita ini benar-benar perpaduan ayah dan semua kakak-kakaknya. Teringat masa di mana anak itu masih batita, setiap hari selalu membuat pemuda Melviano tersebut menangisi kelakuan si bungsu. Kalau kata Alethea sih, Chiquita merupakan karma atas tingkahnya selama ini. Apalagi, Bunda juga lebih sering mempercayakan putri bungsunya tersebut pada dirinya.