02

53 19 2
                                    

Happy Reading!

• • •

Gerald sedikit terkejut melihat seorang gadis yang ia lihat di lampu merah tadi, gadis itu juga sama terkejut setelah mereka saling pandang. Ia berjalan mendekati meja kosong tepat di sebelah kedua perempuan itu duduk, mereka berdua asyik menyantap makanan dan sesekali berbincang. Sabrina sedikit mengernyit saat mendengar kedua suara yang ia kenal, gadis itu menoleh dan terkesiap setelah mereka saling pandang.

Gerald merasa ketiga orang ini pasti sudah saling mengenal, tetapi aura yang mereka keluarkan kenapa aura permusuhan?

"Kalian!" tunjuk Sabrina berdesis kesal.

Delisa menatap datar. "Apa?" sengitnya menggenggam erat garpu di tangan kanannya.

Sabrina berdeham, ia menatap Gerald dengan tatapan memelas, Lumina dan Delisa menahan diri supaya tidak melempar piring beserta makanan kepada Sabrina yang bertingkah sok imut. Gerald mengusap rambut Sabrina. "Kenapa, Sayang?" Suara Gerald terdengar lembut.

Sabrina merengek manja. "Pindah tempat makan, ya. Aku nggak suka kalau ada mereka di sini. " Ia melirik sinis kedua rival sejak SMAnya itu, lalu pandangannya seketika berubah menjadi sayu saat melihat Gerald.

Lumina menggeram kesal, ia mendadak berkeinginan untuk menarik rambut Sabrina. "Lo pikir gue juga mau satu tempat sama lo?" celetuk Lumina dengan ketus.

Entah kenapa Gerald merasa suka melihat wajah kesal dari gadis itu, seperti ada magnet tersendiri membuat Gerald tidak bisa mengalihkan pandangannya sejenak.

"Apa?" cetus Lumina lagi, tetapi itu merujuk kepada Gerald.

Gerald tergelak, merasa terhibur akan sifat ketus Lumina. "Nggak ada," jawabnya singkat.

Lumina mendengus keras, ia berdiri menatap sinis Sabrina dan diikuti oleh Delisa, nafsu makan keduanya mendadak hilang. "Sabrina, daripada lo gangguin kita mending lo kerja, kain udah nunggu buat lo jahit," sahut Lumina dengan alis kanan yang sedikit naik dan tersenyum miring.

Sabrina berdiri lalu ia menghentak kaki kesal. "Eh, Lumina! Gue ini seorang designer, bukan tukang jahit!" balas Sabrina emosi. "Daripada lo, kerjaan lo debat mulu!"

Delisa berdeham menahan tawanya, bukan untuk berpihak kepada Sabrina, tapi kata 'debat' cukup membuat ia tergelak merasa lucu. Ya, tidak bisa disalahkan juga si Sabrina. 'Kan pengacara memang berdebat untuk membela kebenaran, batin Delisa.

Lumina berdesis kesal, ia meremas tasnya menahan emosi. "Gue pengacara!" Ingin rasanya Lumina melempar tas seharga delapan juta ini ke wajah Sabrina.

Untung saja pengunjung restoran ini tidak ramai, dan para pekerja juga tidak berani mendekati mereka karena di sana ada Gerald yang berteman baik dengan atasan mereka. Namun, mereka cukup terhibur akan kejadian yang sedang berlangsung saat ini.

Melihat situasi memanas, Gerald berinisiatif untuk melerai pertikaian saat ini, matanya sesekali mencuri pandang melihat wajah cantik bercampur imut milik Lumina. Gerald menyeringai kecil, sepertinya ia mendapatkan target baru untuk ia dekati. Selama ia berkelana mengenal makhluk yang berjenis kelamin perempuan, dirinya tidak pernah berkenalan dengan pengacara, lalu hari ini tidak ada salahnya juga 'kan untuk mengklaim Lumina sebagai gadis incarannya?!

"Sudah," sahut Gerald dengan suara khas seorang pria dewasa, ia tersenyum kecil kepada Lumina. "Malu sama pengunjung."

Lumina terkesiap dan melirik sekitar restoran itu, ia meringis malu setelah semua mata yang ada di sana tertuju kepada mereka. Delisa berbisik untuk mengajak Lumina pergi dari sini sekarang juga, Lumina mengangguk menyetujui perkataan Delisa.

The Law Of LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang