Seoul, 2015
Dengan hati yang hancur. Hanbin hanya bisa berdiam diri di studionya. Setelah mendapatkan tamparan dari Irene, dia baru sadar belum melakukan apa-apa untuk Jennie.
Namun, Hanbin merenungkan kata-kata Yang Jaesuk yang terus terngiang di telinganya. "Agensi akan melindungimu dan Jennie. Jadi jangan khawatir."
Hanya saja, semakin lama ia merenung, semakin kuat kegelisahannya. Namun, Hanbin tidak bisa berbuat apa-apa karena harus menerima situasi yang diatur oleh agensinya.
Ia merasa terjebak, seperti burung dalam sangkar. Ditambah penjaga keamanan bertubuh besar menjaga setiap gerakannya di studio, membuatnya semakin terkekang.
Satu minggu berlalu, ketidakpastian tentang kondisi Jennie membuat hati Hanbin semakin gelisah.
Dia tak bisa berkomunikasi dengan Jennie, tidak bisa memastikan bahwa dia baik-baik saja.
Saat itu, Hanbin mulai meragukan keputusannya untuk mematuhi perintah agensinya. Ia menyalahkan dirinya sendiri karena tak mampu berbuat apa-apa untuk melindungi Jennie.
Namun, setiap kali ia mencoba memberontak, kata-kata Yang Jaesuk menghantam telinganya, memperingatkan konsekuensi yang bisa terjadi kepada Jennie jika ia tak patuh.
Ponselnya tiba-tiba berdering di atas meja. Ia mengambil ponsel itu dan melihat pesan masuk dari Yang Jaesuk.
"Hanbin, ingatlah, agensi tahu apa yang terbaik untukmu. Kita akan melindungi kalian berdua."
"Persetan!" umpat Hanbin. Ini sudah seminggu dan dia masih belum mengetahui kabar Jennie.
Dalam kemarahan dan frustrasinya, Hanbin merobek selembar kertas di atas meja dan melemparkannya ke lantai.
Suaranya memenuhi ruangan saat ia berteriak dengan kesal, mencoba melepaskan semua perasaan yang merongrong dalam dirinya.
Namun, ledakan amarahnya segera berakhir ketika pintu studio terbuka dengan kasar dan dua bodyguard masuk dengan langkah pasti.
Mata mereka memancarkan ketegasan, dan Hanbin bisa merasakan bahwa mereka tak akan membiarkannya merusak studio lebih lanjut.
"Hentikan sekarang!" ucap salah satu dari mereka dengan suara keras. "Kami hanya menjalankan perintah untuk melindungi Anda."
Hanbin menatap mereka dengan pandangan yang penuh kebencian, tetapi ia juga sadar bahwa ia tak mungkin bisa melawan mereka berdua sekaligus.
Ia putus asa karena terjebak dalam permainan yang tidak bisa dikendalikan.
Tanpa banyak pilihan, Hanbin meremas tangannya menjadi genggam erat. Ia melangkah mundur, terpojok di sudut studio, dan merenung mengapa dia tidak memiliki kebebasan?
Bahkan studio yang dulu menjadi tempat paling bahagia untuknya, sekarang terasa seperti penjara.
Ketika bodyguard-bodyguard itu bergerak mendekat, adrenalin di dalam tubuhnya melonjak.
Namun, ia tidak punya daya untuk melawan saat mereka mengamankannya dengan gerakan yang cekatan. Kedua tangan Hanbin dipegang kuat oleh satu dari mereka, sementara yang lain memegang bahu dan punggungnya.
"Ayo, Hanbin-ssi. Tenanglah," kata salah satu bodyguard dengan suara lembut, seolah mencoba meredakan kemarahannya.
Namun, Hanbin tidak menyerah begitu saja. Dengan gerakan yang tiba-tiba, ia mencoba melepaskan diri dari cengkeraman mereka. Ini memicu perlawanan fisik yang tak terelakkan.
Sesaat, studio menjadi medan pertarungan ketat antara Hanbin dan dua bodyguard. Pukulan, cakaran, dan dorongan saling bertukar dalam gelapnya ruangan.
Namun, pertarungan itu segera berakhir. Tubuh Hanbin lemas, energinya terkuras. Ia pusing dan hampir tak mampu berdiri lagi.
Dalam keadaan itu, ia mendengar langkah kaki yang mendekat, tetapi pandangannya kabur dan ia tak bisa melihat siapa yang datang.
"Kenapa ada keributan di sini?" terdengar suara tegas dan bisikan dari luar studio.
Hanbin seperti tenggelam dalam kegelapan ketika perlahan-lahan ia merosot ke lantai, kehilangan kesadaran. Gerbang kesadarannya ditutup, dan dunia sekelilingnya menjadi gelap.
***
Ketika Hanbin mulai sadar, tubuhnya terasa berat dan lemah.
Ia membuka mata perlahan, mencoba mengatasi pusing yang masih menghantuinya.
Namun, cahaya terang yang memasuki matanya membuatnya mengedip beberapa kali sebelum akhirnya dapat melihat dengan jelas.
Hanbin menyadari bahwa ia berada di ruangan yang asing. Ruangan yang bersih dan terang, dengan peralatan medis yang tersebar di sekitarnya.
Tangan dan kakinya terikat pada ranjang, membuatnya tidak bisa bergerak dengan bebas.
Seseorang mendekatinya, ternyata paramedis yang akan memeriksa monitor di samping ranjangnya. Hanbin mencoba untuk berbicara, tapi suaranya hanya terdengar sebagai bisikan lemah.
"Jangan terlalu banyak bergerak, Anda telah menerima suntikan obat penenang," kata paramedis itu dengan suara lembut.
Hanbin terkejut dan bingung. Bagaimana dia bisa sampai di sini? Apa yang telah terjadi?
"Saya tahu Anda mungkin bingung," lanjut paramedis itu. "Anda telah mengalami episode amarah yang kuat dan berusaha melawan penjaga keamanan di studio. Anda ditemukan pingsan dan kami membawa Anda ke sini untuk perawatan."
Pandangan Hanbin berkeliaran mencari-cari tanda-tanda keberadaan dua bodyguard yang sebelumnya mengawalnya. Namun, ia tidak melihat mereka.
Apa yang terjadi setelah pertarungan itu? Apakah mereka berhasil mengalahkannya dan membawanya ke tempat ini?
Sementara Hanbin masih mencoba mengumpulkan ingatannya, seorang pria memasuki ruangan.
Pria itu mengenakan setelan jas dan membawa ekspresi serius di wajahnya. Saat pria itu mendekat, ia mengenali wajah itu, ternyata Yang Jaesuk.
Yang Jaesuk mengangguk padanya dengan penuh rasa serius. "Hanbin, kau baik-baik saja?"
Hanbin mengangguk perlahan, tetapi dia tidak bisa menahan perasaan marah dan frustasi yang memenuhi dirinya.
"Tidak perlu khawatir, Hanbin," kata Yang Jaesuk dengan suara yang masih tenang. "Agensi sudah mengambil tindakan yang diperlukan untuk melindungi kau dan Jennie."
"Jennie..." desis Hanbin dengan suara lemah, mengingat kembali rasa cemasnya terhadap Jennie. "Bagaimana dia?"
Yang Jaesuk menghela napas. "Dia aman, tetapi situasinya agak rumit."
"Kau harus memahami bahwa situasinya sangat sensitif," kata Yang Jaesuk dengan serius. "Kami tidak bisa mengambil risiko lebih lanjut."
to be continued
KAMU SEDANG MEMBACA
RETURN
FanfictionKapan kau kembali? - Jennie dan Hanbin memiliki masa lalu yang rumit. Ketika harus dipertemukan kembali, sekali lagi, mereka tidak pernah memiliki waktu yang tepat. Kembali. Bukan hal yang mudah untuk keduanya.