Betrayed

66 13 3
                                    

Seoul, 2020

Sepulang dari restoran tempatnya bekerja, Jennie melihat Hanbin berdiri di parkiran. Sorot matanya yang lembut membuat hati Jennie berdebar, sekaligus membawa perasaan cemas.

Hanbin terlihat menghampiri Jennie. Ia langsung mengambil tas perempuan mungil ini lalu berjalan ke dalam mobilnya.

Mau tidak mau, Jennie mengekorinya, lalu masuk ke dalam mobil Hanbin.

Jennie menggerutu dalam hati, karena tadi siang ia takut bertemu Hanbin. Namun, kini, dia di sini, dengan bodohnya, berada di dalam mobil sang superstar.

Di dalam mobil, suasana hening menyebar seperti kabut tipis. Keduanya tak sengaja saling pandang, namun hati mereka terasa berdebar keras. Keintiman dan ketegangan hadir bersamaan di udara.

"Sialan," umpat Jennie dalam hati.

Mengapa jantungnya jadi berdebar kencang? Setelah pulang dari Jepang. Perasaan dia ke Hanbin memang sedikit melunak.

Dia memegang jantungnya dengan erat, takut pria di sebelah mendengarnya.

"Ke apartemen Rose?" kata Hanbin memecah keheningan sembari menginjak pedal dan pergi dari restoran.

Jennie hanya mengangguk, tak ada suara, tenggorokannya terasa kering dan tercekit. Dia pun berdeham kencang.

Tiba-tiba, Jennie merasa harus memberitahu soal pertemuannya dengan Hayi. "Hanbin, aku tadi bertemu dengan Hayi di restoran."

Wajah Hanbin yang sebelumnya lembut tiba-tiba mengeras. Dia menatap lurus ke depan, mencoba meredakan emosi yang merasuki dirinya.

Tubuhnya bergetar, dan rem mobilnya pun ditekan. Mobil berhenti dengan mendadak, menciptakan getaran yang mewakili kekacauan yang ada dalam pikirannya.

"Kau gila, ya?" teriak Jennie kebingungan. Sungguh. Kim Hanbin. Dia pun langsung memijat pelipisnya, pusing.

Hanbin menggigit bibirnya erat-erat, mencoba mengendalikan emosinya yang berkecamuk.

"Apa yang Hayi katakan, Jennie?"

Jennie bisa merasakan ketegangan yang memenuhi udara di dalam mobil. Suaranya terdengar marah saat menjawab, "Dia hanya mengatakan bahwa kabarnya baik. Tidak lebih dari itu."

Wajah Hanbin semakin mengeras, dan matanya terpejam sejenak. Perasaan cemas menguasai dirinya. Dia membuka matanya lagi, memandang Jennie dengan penuh kekhawatiran.

"Benar, dia hanya mengatakan itu?" Hanbin bertanya lagi, kali ini suaranya lembut tapi masih penuh dengan kegelisahan.

Jennie merasa tertekan oleh tatapan Hanbin. "Benar, kau kenapa, sih?"

Hanbin menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Dia kembali menginjak pedal mobilnya, tapi kini ia memilih putar balik.

Sebelum Jennie sempat bertanya apa yang sedang terjadi, Hanbin berbicara dengan suara yang terdengar tegang, "Jennie, maafkan aku, tapi aku harus membawamu ke tempat lain."

Jennie merasa semakin bingung. Dia memperhatikan Hanbin dengan pandangan mencari penjelasan, tapi Hanbin hanya fokus pada perjalanan.

Mobil bergerak menuju suatu arah yang tidak diketahui oleh Jennie. Suasana di dalam mobil semakin tegang, tak ada suara kecuali suara mesin dan embusan angin dari luar.

***

Hanbin mengajak Jennie ke rumahnya yang terletak di daerah perumahan yang tenang dan asri.

Saat mobil akhirnya berhenti di depan pintu gerbang rumah Hanbin, Jennie merasa hatinya semakin berdebar cepat.

RETURNTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang