Sabtu adalah jadwalnya untuk berlatih Karate. Maka dari itu, Gadis pergi lari pagi untuk memulai hari liburnya. Bela diri ini sudah melekat dalam diri Gadis sejak masih berumur 9 tahun. Melihat Papa memakai baju serta sabuk hitam karate membuat Gadis begitu kagum dan tertarik mengikuti jejak Papanya hingga sekarang.
Berlari dengan tenang ditemani lagu-lagu kesukaannya adalah kegiatan favoritnya terlebih ketika sedang dilanda stress, Gadis pasti tak dapat ditemukan di pagi hari jika sedang banyak pikiran. Namun hari ini berbeda karena ia tidak merasa stress tetapi kepalanya sedang banyak berfikir, disamping itu juga lari pagi sudah menjadi rutinitasnya sebelum latihan karate.
Ketika sudah mendekati rumahnya, ia merasa seperti diperhatikan seseorang dari rumah yang baru saja ditinggali itu. Karena sudah kelewat penasaran, Gadis menoleh masih sambil berlari pelan. Tak ada yang melihatnya, tetapi ada seorang pria tinggi sedang mencuci sebuah mobil klasik. Gadis kembali fokus berlari kemudian langsung membuka gerbang rumahnya.
"Aneh banget, kenapa ya?" Gumamnya.
Rasa penasarannya masih mengganjal. Gadis kembali mengintip dari sela-sela gerbangnya sambil melakukan pendinginan. Wajah pria tersebut terlihat meski hanya dari samping. Gadis tertegun dan terdiam sejenak setelah memalingkan pandangannya. Wajahnya mirip atau hanya salah lihat?
"Bodo amat! Kok gue malah bengong, sih?! Kesiangan ntar yang ada." Gadis menggerutu sambil memukul pelipisnya berkali kali dan segera masuk untuk bersiap-siap pergi latihan.
Setelah semua telah siap, Gadis memakai sandal crocks yang senada dengan celana karate miliknya. Tak lupa, Gadis mengabari Nino sesuai dengan permintaannya semalam.
Mama terlihat dari tangga sedang menata meja makan di ruang tengah. Dengan segera, Gadis menghampiri dan salam untuk izin pergi latihan.
"Mama mau dibawain apa nanti pulangnya?"
Mama menimang-nimang pilihannya, "Mama mau ice cream boba sundae, sama ice cream cone juga ya buat adek." Saat menyebut adek, Mamanya mengusap perutnya yang rata sambil tersenyum geli. Mendadak ia menganga melihat jawaban Mamanya.
"Mama hamil?! Lagi?!" Ia menutup mulutnya yang masih menganga. Berbeda dengan Mama yang tak kuasa menahan tawanya lagi kemudian menggeleng.
"Nggak lah, Kak. Masa iya Mama hamil lagi. Mama kan udah mau 40 tahun depan, harusnya sekarang udah punya cucu lagi merangkak di ruang keluarga."
Alis Gadis mengerinyit heran. "Cepet amat, Ma. Umur 40 masa udah punya cucu? Emang hamilnya umur berapa? 19?" Ujarnya sambil terkekeh dan menahan ketawanya sekaligus.
Tanggapan Gadis membuat Mamanya menghadiahi sentilan di lengannya dengan geram. "Hush, Kakak! Dipikir-pikir ga salah juga sih" Ia ikut tertawa bersama Gadis sejenak. "Tapi Mama cuma terlambat 4 hari, santai."
Keduanya ibu dan anak tersebut terdiam dan saling pandang. Gadis memikirkan bagaimana jadinya jika adiknya bertambah satu dengan jarak sejauh 16 tahun dan dengan abangnya yang berusia 19 tahun.
"Kenapa diem? Ga takut telat?" Sindiran Mama mengingatkan tujuan utama Gadis yang sempat terlupakan.
"Eh Iya, Ma! Gadis pergi sekarang." Dengan tergesa-gesa, Gadis menyalami Mamanya dan berlari terbirit-birit menuju pintu.
"JANGAN SORE PULANGNYA YA, KAK!"
"SIAP, MA!"
Dia berjalan cepat menuju portal perumahan sambil membuka spotify dan memilih playlist untuk didengarkan. Keadaan jalan raya yang cukup ramai sudah tak asing baginya. Beberapa pedagang kaki lima berjejer rapi di dekat gerbang perumahan. Gadis tak pernah bosan memperhatikan orang dan kedaraan yang berlalu lalang di sepanjang jalan.
![](https://img.wattpad.com/cover/349804296-288-k11769.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Belongs.
Teen FictionSalah. Satu kata yang memenuhi benaknya begitu merasakan jantungnya berdetak semakin cepat. Pertanyaan demi pertanyaan muncul seketika begitu tatapan Gadis dan Putra bertemu di lorong perpustakaan. Ragu. Sebuah rasa yang muncul dalam hatinya. Gadis...