"Tolong jangan .... Uhk!"
Srak
Bruk
"Selesai," Jeslyn tersenyum puas lalu mengusap belati miliknya yang kotor. Seseorang menatapnya ngeri. Ini sudah menjadi pemandangan yang biasa namun dia masih tidak terbiasa walaupun sudah belasan adegan, dirinya masih tidak terbiasa.
"Hei, Jes! Kau tahu? Tingkahmu ini mengerikan! Kalau kau seperti ini terus, bagaimana kisah romansa mu nanti?" Tanya Edy seraya membereskan mayat yang sehabis dibunuh oleh ketuanya.
Jeslyn tergelak, "Hah! Aku tidak menyangka bahwa kau akan menarik diriku lagi dengan kisah romansa sampah itu? Baiklah, akan aku tegaskan sekali lagi, Ed."
Jeslyn melangkah mendekat dan berbisik, "Aku tidak memiliki waktu untuk menghabiskan hal yang menjijikkan. Kau paham sekarang?" Lanjut Jeslyn setelah menjauhkan diri dan berbalik pergi.
"Kau terlalu angkuh dengan dirimu sendiri, Jes!" Teriak Edy membuat langkah Jeslyn terhenti. "Kau terlalu mengisolasi perasaanmu sendiri tentang kau yang tidak layak untuk dicintai! Kau terlalu takut dengan dirimu sendiri! Kau bahkan masih menyimpan semua karya-"
"Cukup!" Pekik Jeslyn dengan nafas memburu. "Kau tidak perlu ikut campur, Ed! Kau benar-benar membuatku muak sekarang! Aku tidak butuh seseorang dan aku tidak butuh cinta! Kasih sayang itu palsu! Mereka semua bohong! Aku benci mereka! Dan kau tidak boleh melebihi batas dari ini kalau kau tidak siap untuk aku benci."
-
-
-Jeslyn membuka kasar pintu kamarnya. Perasaannya memuncak saat kenangan yang sengaja ia kubur dalam-dalam menguap.
Jeslyn melangkah dan membuka kotak yang sudah ia simpan selama satu tahun lebih. Saat kotak itu terbuka, kenangan manis yang tak ingin ia ingat berputar bak kaset rusak. Sudah empat tahun berlalu dan baru sekarang ia berani membuka kenangannya.
Orang spesial yang mampu membuatnya bahagia. Orang yang menjadi cahaya di kehidupannya yang gelap. Orang yang bisa membuatnya menjadi gila hanya karena berita kematiannya.
"Jejes senyum dong, kamera sini sayang. piece!"
Jeslyn menatap rumit selembar foto dirinya dan tunangannya. Ini diambil saat mereka sedang berada didalam pesawat yang menuju ke negeri seberang untuk menyelesaikan misi. Senyum lebar yang ia rindukan diabadikan dalam sebuah foto.
"Kamu itu ratuku yang terkuat, jadi jangan luka!"
Dua buah plaster bermotif beruang.
"Aku raja dan kamu adalah ratunya."
Dua bandul karakter dengan mahkota kerajaan. Ah, Verrel membelinya saat dia sedang menerbitkan buku novel pertamanya.
"Aku yang bakal jagain kamu,"
"Jangan sakit."
"Kita bakalan terus bersama, I'm promise."
"Yes, my Lady."
Satu kalung hitam. Benda yang yang tersisa darinya yang ditemukan jatuh tak jauh dari lokasi jatuhnya pesawat dan dua buah gelang hitam yang ditemukan digenggalam tangan tak bernyawa.
"Jejes, liat aku beli dua gelang buat kita. Agak alay sih, tapi gapapa. Karena pakenya sama kamu. Nanti saat aku pulang, aku bakal kasih ini ke kamu. Janji yah!"
Suara terakhir yang ia dengar dari voice note Verrel sebelum take-off.
Perasaannya yang memuncak membuatnya tanpa sadar meremat kedua benda itu. "Kamu bohong, Verrel. Kamu bohong." Rancau Jeslyn dengan linglung.
Saat matanya tak sengaja menangkap satu buah novel dengan cover yang cukup usang, seketika Jeslyn mulai terfokus. Tanpa sadar, kedua tangannya mengambil novel yang dia yakini ini adalah cetakan pertama yang belum Verrel luncurkan. Novel yang selalu membuat Verrel gencar menganggunya hanya karena ide karyanya didapat dari mimpi.
Jeslyn mengusap matanya pelan dan mulai menjelajah. Seingatnya, sebelum kejadian itu tiba, ia sudah menamatkan volume pertama dari novel "The Lady". Alasan kenapa judul ini " The Lady" karena tokoh utama disini adalah perempuan yang berjuang untuk mendapatkan kebahagiaannya walaupun ia berasal dari panti asuhan.
Walaupun sudah begitu lama, Jeslyn masih ingat jika Volume pertama adalah cerita tentang perjalanan Panelope dalam menghadapi konflik masyarakat dan volume kedua adalah kisah asmara Panelope saat dia sudah menginjak umur kedewasaan.
Buku yang dia pegang sekarang adalah buku volume ke dua dari "The Lady". Seolah tubuhnya tersihir, Jeslyn mulai merapikan semua barang-barang itu kecuali novel.
Selama Jeslyn membaca, raut wajah Jeslyn berubah-ubah. Ia sangat mendalami dalam membaca hingga tanpa sadar waktu telah berputar begitu lama dan Jeslyn sudah menyelesaikan bacaannya dengan tenang. Namun, ada sedikit kejanggalan dalam perasaannya. Perasaan sesak dan rindu.
Jeslyn menutup novel cepat setelah menepis perasaannya dan menyandarkan tubuhnya di kepala ranjang. Rasa janggal itu sedikit menghilang saat ia teringat bahwa ending dari novel ini adalah sampah. Bagaimana tidak? Pemeran utama wanita dalam cerita itu mati dan antagonis hidup bahagia dengan pemeran utama lelaki.
Rasanya ia ingin mengumpat karena endingnya yang tidak sesuai. Ah, tanpa sadar dirinya ....
Jeslyn memposisikan dirinya dan mulai menutup matanya untuk berusaha tidur. Ia tidak boleh memikirkan hal itu lagi. Cukup dulu. Sekarang, ia harus benar-benar membangun dirinya sendiri untuk tidak percaya pada omong kosong. Semua orang adalah palsu. Tidak ada yang benar-benar peduli. Mereka penjilat. Semua palsu dan semua adalah topeng. Mereka tidak pernah peduli sedikitpun. Mereka akan selalu pergi dan tidak akan ada yang mau berada disisi .....
•IThoughtitwasaDream•
Hallo
Aku Oliviky datang dengan cerita yang sudah direvisi sebaik mungkin. Mungkin terlihat seperti orang yang tidak konsisten. Nyatanya aku seorang perfeksionis. Sulit.
Kuharap "I Thought it was a Dream" versi baru ini bisa membuat kalian betah.
Sekian terimakasih, jumpa nanti lagi hehe
Publish pertama 01 September 2023
Publish revisi 18 November 2023

KAMU SEDANG MEMBACA
I Thought it was a Dream
Historical FictionStatus: Hiatus (perbaikan plot - 14 Nov 24) Historial - Kerajaan - Fantasi Sebagai seseorang yang berprofesi menjadi agen mata-mata membuat kehidupannya penuh dengan logika, perhitungan, dan rasa was-was setiap saat. Awalnya, dia mengira jika dia...