Mata Jeslyn terbuka perlahan. Keningnya mengerut saat dirinya berada di ruangan putih dan hampa. Suasana yang sama saat ia pertama kali melakukan lucid dream. Sebenarnya, Jeslyn sangat nyaman dengan suasana dan ruang hampa ini. Ruang yang akan membuat ilusinya menjadi bayangan nyata.
Cukup lama Jeslyn termenung sambil mengambang diruang hampa hingga terdengar suara yang mulanya samar-samar menjadi begitu jelas.
Mata Jeslyn memicing saat seluruh ruang hampa dan putih itu berubah menjadi sebuah ruangan dengan banyak perabotan kuno. Tunggu, ia sedang tidak ingin membayangkan sesuatu, namun mengapa mimpinya kali ini seolah tidak bisa dikendalikan?
"Jangan lahirkan dia, Selina! Gabriel sudah cukup. Aku tidak ingin kehilangan dirimu. Kamu ingin putri kita yang baru lahir ini kehilangan ibunya hanya karena dia?!"
Jeslyn menoleh kebelakang, suara keributan itu menyita perhatiannya. Ruangan ini tidak hanya ada dirinya saja, melainkan ada orang lain.
"Gracia juga anak kita, Dion! Aku harus melahirkanya!"
"Berhentilah keras kepala, Selina! Satu bayi yang hilang tidak akan merubah kehidupan kita!"
Saat mendengarnya, tangan Jeslyn mengepal. Mulut pria itu benar-benar membuatnya geram.
"Aku akan tetap melahirkannya sekalipun harus menyerahkan nyawa ku!"
"Kau benar-benar!"
Latar berganti saat lelaki itu pergi. Tempat berubah menjadi ruangan yang dipenuhi buku dan meja. Cukup privasi karena disini hanya ada dua orang dan itu adalah pria dan wanita tua tadi.
"Putri anda lahir dengan sehat, Tuan Count. Namun, ....."
"Kau?! Mengapa kau menuruti permintaan Selina jika kau tau hal ini mengancam nyawanya! Kau adalah pelayan pribadinya, kenapa kau tak memperdulikan keselamatan majikan mu?!"
"Maafkan saya, Tuan Count."
Ruangan berganti lagi, ia berada di lorong seolah dirinya hanyalah jiwa tanpa raga yang seenaknya bisa mendengar dan melihat apa yang mereka bahas. Kapan ini berakhir?
"Ini sudah empat minggu Tuan Count tidak menemui nona Grace."
"Benar! Aku tidak mengerti apa yang dipikirkan Tuan Count pada Nona yang masih bayi ini. Tuan hanya melihat perkembangan nona Gabe!"
"Ku rasa aku tau apa penyebabnya. Kalian tau kan? Mata milik nona Grace mirip seperti mendiang Countess. Mungkin itulah penyebabnya kenapa nona Grace tidak dipedulikan oleh Tuan."
"Tapi, nona Grace kan putrinya juga! Jika nona Grace diperlakukan seperti ini, bukankah sama saja membuat pengorbanan mendiang Countess tidak dihargai?"
"Sudah lah, kita lanjutkan saja bekerja. Setidaknya, Pelayan pribadi mendiang Countess ada untuk nona Grace."
"Yah, nona yang malang ...."
Lagi. Sebenarnya apa hubungan dengan dirinya?
"Apa kau tahu? Baronnes Ronety akan datang kemari!"
"Baronnes Ronety? Maksudmu adik tuan Count? Lady Serra?"
"Apa? Yang benar saja!"
KAMU SEDANG MEMBACA
I Thought it was a Dream
Historical FictionHistorial - Kerajaan - Fantasi Sebagai seseorang yang berprofesi menjadi agen mata-mata membuat kehidupannya penuh dengan logika, perhitungan, dan rasa was-was setiap saat. Awalnya, dia mengira jika dia sedang berada alam bawah sadar karena saat te...