CHAPTER 1

73 24 83
                                    

Pov Arisha (on)

Namaku Arisha, Arisha Alvaretta. Orang-orang mengira kehidupan ku sangat lah bahagia, entah darimana mereka menyimpulkan itu semua, yang terjadi dalam hidup ku sebenarnya... Aku selalu di kekang oleh Ayah dan Mamah, di tuntut mendapatkan nilai 100 di setiap tugas, dan 95 untuk ujian. Keluargaku? Oh jelas, aku adalah seorang anak perempuan pertama yang selalu dibandingkan dengan saudaraku, dari segi penampilan, prestasi, dan tingkah, tapi mereka tak pernah memberikan aku kasih sayangnya.

Brak!

"Arisha!! Keluar kamu!," Terdengar suara keras yang dipenuhi amarah dari laki-laki paru baya, itu ayahku, Faisal namanya.

Tak lama ayah menarik paksa tanganku begitu kuat, sampai aku harus menahan sakit dengan air mata yang perlahan mulai jatuh begitu saja ke pipiku, agrh, mengapa aku selemah ini?. "Yah.... Sakit yah..... Lepasin Arisha, ayah.... Sakit....," rintihan itu datang dari mulut ku.

"Sakit? Ga usah sok sakit kamu! Masih mau bantah hah!" aku memejamkan mata, kini kepalaku terasa sangat sakit akibat terus beraktivitas sepanjang hari, tanpa istirahat, dan tentunya aku tak menahan tangis, aku terlalu lemah untuk menahan tangis saat ini.

"Udah lah! Kamu ga usah ngelak lagi, apa apaan ini!? Kenapa nilai kamu banyak 80 sama 87, kenapa ga ada satupun yang nilai 100!" Amarah itu kini datang dari mamah, yang sedang memegangi raport milikku saat aku masih duduk di bangku kelas 7 dengan nilai kurang memuaskan di mata orangtua ku.

Aku meremas baju kuat. "Maaf mah.... Tapi cuman itu yang Arisha bisa, kemampuan Arisha cuman bisa itu, maaf....," kataku.

Brak!

Mamah membanting raport ku, hingga aku kaget melihat apa yang mamah lakukan dengan hasil kerja kerasku. "Kemampuan kamu bilang? Apanya yang kemampuan hah, dimana-mana kemampuan itu semuanya nilai 100, bukan 80 kaya gini!"

"Tapi mah─"

"Cukup!! Arisha, kamu ini terus saja menjawab saat orang tua berbicara, etika kamu dimana, kamu disekolahkan untuk menjadi anak pintar prestasi, bukan pandai melawan orang tua, ngerti kamu!?" bentak ayah lagi.

"Liat Zahra! Saudara kamu, dia udah pringkat 1, kamu harusnya bisa kaya dia! awas aja kamu, saat kamu sekolah, gak ada uang buat jajan kamu! ngerti kamu, pulang sendiri naik angkot!" tambah mamah lagi dan lagi menyudutkan ku. Aku terdiam sangat lama dengan wajah menunduk mengalirkan air mata.

Aku merasakan sakit dikepala mulai semakin kuat, aku memegangi kepala dengan tangan kananku, dan menatap lemas pada mamah. "Mah... Arisha pusing, Mau istirahat dulu...,"

"Halah! Jangan sok cape kamu, jangan pura-pura pucet! Kamu Mau bohong ke orang tua!?" bentak mamah.

Aku sudah tidak tahan, kepalaku sangat sakit, lalu aku berusaha menegakkan kepala, dan sekarang wajahku menatap ayah serta mamah.

Aku memejamkan mata, dan dengan berani membuka mata dan berbicara. "Arisha tau! Arisha tau mamah dan ayah pengen Arisha pintar kaya orang lain, tapi Arisha ga bisa! Ga bisa! Mamah sama ayah harusnya bisa ngerti Arisha, Arisha ga bisa terus kaya gini! Arisha benci! Arisha selalu kaya gini semenjak Sheila datang, apa kalian berubah karna ad─"

Plak!

Tamparan dari ayah itu mendarat keras di pipi kiriku, membuat aku meringis memegangi pipinya. Sakit, sangat sakit untuk gadis remaja seperti ku, namun hal seperti ditampar oleh ayah ini sudah menjadi kebiasaan dalam hidupku.

"TERUS JAWAB! TERUS AJA GITU, KAMU INI HARUSNYA DEWASA ARISHA!"

Aku masih memegangi pipi yang merah dan perih itu. Sekuat tenaga aku menahan air mata yang hendak jatuh lagi, namun rasa sakit yang dialami kini sangat sakit, yang menjadi sakitnya itu orang yang melakukan ini pada diriku adalah kedua orang tua sendiri, Tuhan, bolehkah aku menyerah? Mengapa semuanya begitu sakit, apa titik bahagia untuk ku itu tidak ada?

Tentang Arisha (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang