| Chapter 5 |

584 56 27
                                        

Dua orang yang sedang bersama menaiki sepeda gayuh yang sedang berjalan di trotoar ditemani cerahnya hari dan semilir angin.

"Rumah lo disebelah mana? masih jauh?", tanya Tristan pada Rosa yang sedang berada di belakangnya.

"Udah deket kok, nanti didepan sana ada belokan kiri terus masuk gang, udah sampe", jawab Rosa sambil menunjuk arah belokan yang jaraknya sudah tak jauh dari mereka lalu diangguki oleh pemuda di depannya sebagai jawaban mengerti.

Sebuah mobil mewah berwarna hitam dari belakang yang tiba-tiba saja memelankan kecepatan mobilnya.

"Itu cewe yang ditaman?", ucap seorang pemuda yang sedang berada di dalam mobil itu melihat gadis di depan pinggir mobilnya di bonceng oleh seorang pemuda. Pemuda itu mengenali Rosa dan berniat untuk mengikutinya, buat apa coba harus buntuti mereka?

Namun tiba-tiba saja Rosa dan pemuda di depannya itu berbelok kiri membuat Bryan kehilangan jejaknya.

"Ck, pake belok segala", ucapnya sambil memukul Steering wheel mobilnya. Tanpa lama ia langsung keluar dan memarkirkan kendaraannya sembarangan di pinggir jalan untuk mengejar jejak Rosa yang sudah menghilang. Ia berlari menuju belokan kiri yang tadi dilewati oleh Rosa.

"Cepet banget ngilangnya", ucapnya terengah-ngah dan melihat ke kanan kiri di sekitarnya.

"Gagal gue minta nomor handpohone nya", ucapnya frustasi dan mengacak-acak rambut lurusnya itu. Dengan sangat terpaksa ia kembali ke tempat dimana mobilnya terparkir sembarangan di pinggir jalan tadi.

Dret.... Dret... Dret...

Saat ia sedang berjalan tiba-tiba handphone yang ada di saku celananya bergetar.

"Lo dimana bang? disuruh Papa pulang sekarang, Papa udah balik", tanya Renza

"Otw", jawabnya singkat.

_______________________________________

"Berhenti-berhenti".

"Udah sampai? Ini rumah lo?", ucap Tristan lalu melihat sebuah rumah sederhana di depan matanya dan juga melihat-lihat area di sekitar. Rosa yang hanya mengangguk sebagai jawaban iya lalu beranjak turun untuk berdiri dan mengambil semua bucket yang ada di keranjang depan.

"Lo gausah repot-repot bantuin gue, gue bisa ngerancang ini sendirian kok, lo pasti ada kegiatan lain kan?", ucap Rosa.

"Berapa kali gue bilang gue mau bantuin lo, terserah mau ngomong apa intinya gue mau bantuin ngerancang semua bucket-bucket ini", jawab Tristan dengan tangan yang menyilang di dadanya dan mendekati wajah mulus dan putih didepannya. satu detik... dua detik... tiga detik... empat detik... lima detik...

Telunjuk tangan Rosa langsung mendarat ke kening Tristan dan mendorong wajah yang tampan rupawan itu menjauh darinya.

"Terserah lo deh, gue capek", ucapnya lalu berbalik dan berjalan menuju rumahnya. Tristan yang mematung sekejap saat keningnya disentuh tanpa aba-aba, meraba bagian yang tersentuh jari manis dengan pandangan kosong dan mulut yang sedikit terbuka. Reflek ia menggeleng-gelengkan kepala lalu memfokuskan pandangannya seperti semula dan berjalan masuk menuntun sepeda gayuh.

Rosa mengambil semua bahan dan alat-alat perlengkapan di kamarnya untuk membuat bucket bunga depan teras luar rumah. Tau kan alasan kenapa Rosa milih buat bucketnya di teras? ya karena dia baru banget kenal sama Tristan.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Dec 21, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Wound and MedicineTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang