part 6

86 10 4
                                    

Kebetulan kepala masih terasa pusing. Sisa-sisa mabuk semalam belum hilang sepenuhnya. Jadi, Us minum obat pereda pengar. Daripada bekerja tak maksimal.

"Sudahlah, aku tak peduli siapa pria yang semalam sudah tidur denganku. Toh di sini aku yang dirugikan, bukan dia." Us memilih tidak perlu mengingat lagi kejadian semalam. Pekerjaannya sudah cukup berat dan memusingkan. Tidak mau bertambah beban hanya untuk mencari tahu siapa pria beruntung mendapatkan kesuciannya.

Us bukan tipe pria  yang menyelesaikan masalah dengan menikah. Belum tentu juga ia bahagia, bisa jadi hanya menambah beban. Sudah cukup semalam saja ia menggila. Mari tutup yang sudah lalu, kemudian lanjutkan kehidupan seperti biasa.

    Berganti pakaian dengan rok span selutut   memilih tidak menggunakan celana karena bokong nya  masih terasa kurang nyaman.

Meski begitu, dia tetap berangkat kerja walau harus seperti pinguin. Us berdecak. "Akibat mabuk, sekarang jalan pun jadi susah."

Sampai di depan apartemen, menengok ke jalan sekitar. Biasanya parkir mobil di sana. Tapi, tidak ada. Us menepuk jidat. "Pasti masih di club malam."

Alkohol membuat kacau segalanya. Benar saat mabuk tidak memikirkan sedikit pun tentang pekerjaan dan bosnya yang gila dan belum juga mau pulang ke ke Bangkok  sampai saat ini. Tapi, efeknya luar biasa. Kehilangan gelar perawan, lalu mobil tertinggal juga.

"Memakan waktu lagi, aku jadi harus mengambil kendaraan dulu." Menghembuskan napas kesal pada diri sendiri. Us mengeluarkan ponsel yang
tadi main dimasukkan saja ke dalam tas, mau memesan taksi online.

"Astaga... pagiku sial sekali," umpat Us saat alat komunikasi genggamnya tidak nyala, mungkin kehabisan daya baterai.

Sudahlah, Us jalan sedikit ke halte. Untung dekat. Dia berdiri di trotoar sembari melambaikan tangan saat ada taksi lewat.

Paginya sangat berantakan. Seharusnya perjalanan menuju kantor hanya sepuluh menit, sekarang jadi tiga kali lipat. Untung bosnya ada di pedesaan menemani anak istri, jadi tak ada yang mengomeli dirinya kalau datang terlambat.
    
Tapi tetap saja, sampai di kantor pun Us dihadapkan dengan pekerjaan yang bertumpuk.

Baru juga duduk, telepon nirkabel di meja sudah bunyi. Us langsung mengangkat.

"Ya?"

"Ada bingkisan untukmu, dititipkan meja resepsionis."

"Dari?"

      "Tidak ada nama pengirimnya, tapi papperbag dari brand ternama."

"Isinya?"

"Parfum."

Us menaikkan sebelah alis bingung. Tiba-tiba sekali ada orang memberikan barang padanya. "Bisa tolong bawakan ke atas? Badanku sakit sekali mau turun."

"Oke."

Sembari menunggu, Us mulai menghidupkan komputer. Tidak lupa charge ponsel juga karena sudah pasti ia butuh itu untuk menghubungi bosnya.

Tepat saat layar berhasil memperlihatkan tampilan desktop awal, orang dari resepsionis datang.

"Ini, tadi kurir yang mengantar. Jadi, saat ku tanya dari siapa juga dia tak tahu karena hanya diperintah." Resepsionis meletakkan papperbag itu ke atas meja.

"Oh... iya, tak masalah. Terima kasih."

  Us penasaran isinya.

Mengeluarkan sebotol parfum, lalu ia coba semprotkan. Ketika menghirup baunya, bagai mengingatkan dengan kejadian semalam. "Seperti pernah mencium wangi ini." Tapi kapan? Belum tahu pasti.

Rupanya ada catatan di dalam. Us mengeluarkan itu. Tulisan tangan sama persis seperti surat yang ditinggalkan di meja riasnya.

"Katanya kau suka wangi parfumku. Jadi, ku belikan ini untukmu sebelum berangkat ke Belanda. Maaf, bukan pengecut tidak berani mengantar sendiri, tapi waktuku tak ada. Jadi, tolong diterima sebagai permintaan maafku karena meninggalkanmu tadi pagi."

Us menunduk dengan telapak kanan menahan kening. "Dari pria yang bercinta denganku. Siapa? Sial! Andai aku tahu orangnya, pasti sangat mudah untuk OON memintanya berhenti merasa bersalah. Lagi pula aku mabuk. Untuk apa juga memberiku
parfum mahal begini."





       Hahahha mau up dobal gak ??
     

One Night Tragedy Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang