Lihat, kan? Betapa menyebalkannya keluarga tanjibul itu. Apa lagi masih satu garis keturunan dengan bosnya. Pastilah sifat sebelas dua belas, mirip-mirip.
Hanya perkara tidak dibalas saja sampai mencecar pertanyaan begitu banyaknya. Memang apa salahnya? Toh tidak ada kewajiban seseorang untuk membalas, lagi pula juga bukan pesan yang terlalu penting dan urgent untuk ditanggapi.
Us benci sekali situasi seperti sekarang. Ditatap seolah ia memiliki kesalahan. Padahal sebatas mengabaikan pesan.
"Karena aku sedang sibuk, pekerjaan banyak." Oke, dari ribuan alasan yang bisa diucapkan, Us memilih paling aman. Memang benar begitu adanya. Bahkan mencari kekasih saja tak ada waktu karena sudah lelah dan pusing oleh pekerjaan.
Berusaha untuk tetap ramah. Jika dengan bosnya ia bisa santai saat bicara, layaknya bersama teman. Tapi, dengan pria yang kini di hadapannya justru sebaliknya. Us terkesan formal seperti atasan dan bawahan.
Dia tak mengatakan kalau memang sengaja menghindar karena tidak ingin memiliki hubungan apa pun.
"Oke, aku bisa mengerti jika kau sibuk. Tapi, setidaknya katakan sesuatu padaku, jangan dibaca saja," pinta JJ.
"Jika pesannya penting dan berhubungan dengan pekerjaan, maka akan ku balas dengan cepat, Tuan. Berhubung isinya- ya ... tidak terlalu mendesak untuk dibalas, jadi ku abaikan saja." Namanya juga Us, terlalu jujur, walau sebenarnya sudah mencoba untuk ditahan tak mengatakan.
Us lalu tersenyum kikuk. Rasanya canggung sekali. Mana mulutnya sulit ditahan supaya tak asal.Brennus menghela napas. Setidaknya sekarang ia tahu kenapa wanita itu tak membalas. Bukan karena membencinya. Itu sudah cukup membuatnya lega.
"Kalau mulai dari sekarang aku minta kau untuk membalas pesanku meski tidak penting, apa kau mau?" tanya JJ.
"Maaf, tidak." Us meringis. Bagaimana ceritanya mau mengiyakan kalau ia saja sedang berusaha menghindar.
"Why?"
"Karena ...." Us bingung memberikan alasan apa. Mata sampai berotasi ikut berpikir.
Lagi pula kenapa harus ada alasan untuk keputusannya? Hidup-hidupnya, bebas saja menentukan keinginan sendiri, kan? Sekarang Us jadi bertambah pusing menghadapi pria yang sudah bercinta dengannya walau hanya sekali.
"Kau membenciku?" tebak JJ karena
tidak kunjung mendapatkan jawaban juga."Bisa dibilang begitu." Us langsung membekap mulut menggunakan kedua tangannya. Sial memang, punya jiwa jujur itu terlalu melelahkan, tidak bisa diajak berbohong dan menutupi apa pun.
JJ terkejut mendengar itu. "Memang aku salah apa sampai kau membenciku?"
"Bukan itu maksudku." Entah untuk apa juga Us harus meluruskan, tapi ia tetap memberikan alasan. "Aku terlalu sibuk, dan malas meladeni siapa pun. Hidupku telah didedikasikan sepenuhnya untuk kerja, kerja, dan kerja."
"Baiklah, kalau ku telepon, apakah akan kau angkat?" JJ tidak mau memaksa, lagi pula wajah Us seperti tak nyaman.
"Em...jika urusan kerja, iya, kalau tidak, maaf
JJ menghembuskan napas kasar."Kerja terus isi pikiranmu. Memangnya kau tidak mau dekat denganku?" Semuanya saja ditolak, membuatnya jadi kesal.
"Aku tidak ada keinginan untuk dekat denganmu." Tidak perlu basa-basi atau berpikir dua kali, Us langsung menolak saat itu juga.
JJ sampai melongo mendengar jawaban yang sangat jelas dan lantang itu. Begini, mereka sudah bercinta walau semalam. Tapi ia yang mengambil virgin Us. Seharusnya lelaki itu marah dan memaksanya untuk tanggung jawab, bukan? Padahal ia sudah mempersiapkan untuk hal itu. Kenapa justru yang terjadi malah sebaliknya? Apa tak salah dengar telinganya? Atau mungkin lidah Us keseleo salah ucap?
Normalnya begitu, kan? Menuntut tanggung jawab. Ini kenapa yang terjadi padaku justru tidak sesuai dengan yang ku bayangkan?