Bukan saatnya untuk bersantai memikirkan dan mengingat dengan siapa semalam bercinta. Us harus ingat bahwa sekarang adalah jam kerja. Meski bosnya tidak ada di kantor, tapi tetap saja ia tak bisa seenaknya berleha-leha. Yang ada tanggungannya semakin menumpuk, bukannya cepat selesai.
Us menepikan papperbag berisi parfum tadi. Dia tidak menolak, atau membuang. Sayang juga, mahal. Sejenak tidak memikirkan dan memusingkan lagi kejadian semalam.
Sekretaris itu mulai berkutat dengan dokumen di layar, membaca dengan teliti, kemudian mengirimkan pada email bosnya supaya dicek lagi. Selain fokus pada layar, US juga sibuk mengangkat telepon yang masuk di telepon nirkabel milik perusahaan.
Beberapa kali dihubungi oleh sekretaris
perusahaan lain untuk membuat jadwal bertemu dengan bosnya. Berhubung vegas tidak ada di sana, jadilah Us tak bisa cepat memberikan jawaban."Tunggu sebentar, ya? Aku tanyakan pada Tuan Vegas dulu, apakah bersedia bertemu atau tidak." Pasti Us akan menanggapi dengan kalimat itu. Mencari aman.
Kemudian baru menghubungi bosnya. Berhubung ponsel sudah menyala, dia mencari kontak Vegas tanpa melihat isi pesan yang lain. Tak tertarik walau memang ada chat dari beberapa orang. Sekarang pikirannya hanya mau menyelesaikan pekerjaan terlebih dahulu.
Jemari menghubungi bosnya. Berhubung di layar masih banyak pekerjaan, jadilah ponsel diletakkan dengan loudspeaker menyala. Us selalu harus mengulangi panggilan sampai beberapa kali. Vegas jarang fast response, membuatnya makin repot saja. Tapi, bagaimana lagi, gaji
dinaikkan tiga kali lipat dari sebelumnya, kuat-kuatkan saja menjadi budak corporate."Halo? Mencari suamiku, ya?"
Us berdecak. Selalu saja tiap menghubungi bos, yang akat suara wanita, tak lain adalah istri Vegas. Pertanyaan yang diajukan juga ada-ada saja. Sudah jelas ia menghubungi nomor vegas, sudah pasti mau mencari si bos menyusahkan itu.Sayangnya Us tidak sampai hati untuk membalas dengan kalimat tak menyenangkan. Jadilah cukup sepatah kata yang diucapkan. "Benar."
"Sebentar, dia sedang mengganti pampers Carl, mau menunggu? Atau titip pesan padaku."
Rasanya Us mau bilang 'sampaikan pada suamimu, cepat kembali ke Helsinki dan berhentilah menyusahkan sekretaris!' Tapi lagi-lagi dia tahan karena sudah tahu bagaimana bos akan memberikan tanggapan. Pasti ujung-ujungnya meminta surat pengunduran dirinya.
"Aku tunggu saja." Lagi pula Us juga masih berkutat di monitor juga. Tanpa memutuskan panggilan tersebut.
Beberapa menit kemudian, terdengar suara seorang pria dari speaker ponsel Us,.
"Kenapa?"
"Mr. Bible mengajakmu bertemu besok minggu, mau membicarakan sesuatu. Katanya sedang ada projek baru dan ingin menawarkan pada perusahaanmu, siapa tahu mau bergabung menjadi investor," beri tahu Us langsung pada inti tanpa basa basi.
"Oh... kalau mereka yang butuh, kau katakan saja supaya datang ke peternakan. Anakku masih terlalu kecil untuk diajak perjalanan jauh."
"Ok." Us memilih mengakhiri tanpa banyak kata. Sekarang dia tidak mau memperumit pekerjaan yang sudah rumit. Terlalu melelahkan.
Panggilan dari beberapa perusahaan lain pun seharian ini banyak sekali yang masuk. Us sampai lelah berbicara.
Saking sibuknya, Us sampai lupa makan siang. Tidak merasakan lapar sedikit pun. Tahu-tahu sudah sore saja. Ia baru sadar saat merasakan perut keroncongan, dan melihat pada jam.
"Astaga... pukul empat." Sejak tadi tak ada istirahat, sekarang Us berhenti bekerja, lalu menyandarkan punggung dengan mata terpejam. "Ingin punya suami kaya raya dan loyal, supaya tidak menjadi budak corporate terus," gumamnya. "Tapi bukan dari keluarga tanjibul, yang lain saja," keinginannya menjadi lebih spesifik.