Happy Reading!
•
•
•Pemuda berambut ikal itu berjalan meninggalkan kamarnya. Ia pergi keluar dari rumah bergaya tradisional tersebut. Sinar matahari yang menyorot langsung ke arahnya terasa membutakan mata, membuat pemuda berusia 16 tahun itu harus mengangkat sebelah tangan demi menutupi sebagian wajahnya dari sentrongan sinar matahari.
Meski sinar matahari sedang terik pada hari itu, hal tersebut sepertinya tak cukup untuk menyurutkan semangat wanita paruh baya yang tengah berkutat di perkebunan samping rumah.
Pemuda itu, Michael, berjalan mendekati wanita paruh baya yang sebelumnya memperkenalkan diri padanya sebagai kakak ipar dari Dexter. Namanya Emira.
Pertama kali Michael sampai di rumah kakak Dexter, Emira-lah yang menyambutnya pertama kali. Wanita itu menerimanya dengan tangan terbuka. Ia memperlakukan Michael sebaik mungkin, selalu bertanya pada pemuda itu apakah semua kebutuhannya terpenuhi.
Wanita itu berhasil menyurutkan rasa takut serta kecemasan Michael. Juga... Emira mengingatkan Michael akan ibunya di rumah. Jadi, setelah dua hari menetap di kediaman McAlister, Michael mulai mendekati Emira, mencari kehangatan dan kenyamanan sesosok ibu dari wanita tersebut.
"Oh, halo, Michael," sapa Emira begitu ia menyadari keberadaan pemuda itu. Dia berdiri dan menepuk-nepuk tangannya yang dipenuhi debu. "Tidurmu nyenyak? Kau sudah memakan sarapan yang kusiapkan untukmu?"
"Begitulah," jawab Michael. Pemuda itu melirik sekitar. Perkebunan milik keluarga McAlister bisa terbilang cukup luas. Mereka memiliki kebun apel, jeruk, dan alpukat. Tak hanya itu, mereka juga mempunyai perkebunan sayur yang menanam wortel, kentang, dan kubis. "Kau bekerja sendirian?"
"Ini bukan pekerjaanku, sebenarnya," balas Emira. "Kami punya pegawai untuk melakukan ini semua. Aku hanya mengisi waktu luang karena bosan."
"Di mana...."
Emira tersenyum lembut. "Papamu berada di istal, jika kau mencarinya." Michael berdehem singkat. "Pergilah," kata Emira, seolah menyadari kecanggungan yang dirasakan pemuda itu. "Mungkin dia bisa mengajarimu menunggang kuda?"
"Berapa banyak kuda yang kalian punya di sini?" tanya Michael, penasaran.
"Hmm... coba kuhitung." Emira mendongak ke atas, bibirnya bergerak seraya ia menghitung dalam suara rendah. "Sepuluh, kalau tidak salah. Atau sebelas, ya?"
Michael berkedip. Sepuluh atau sebelas ekor kuda bukan jumlah yang sedikit. Ditambah perkebunan serta peternakan yang dimiliki kakak Dexter. Jika dilihat secara keseluruhan, luas tanah itu bisa disamakan dengan luas lapangan golf. Bahkan hampir menyamai luas rumah Michael di Brooklyn.
Mungkin dari segi kekayaan, keluarga Davis masih lebih unggul dari kekayaan yang dimiliki keluarga McAlister. Tapi tetap saja. Dengan semua kekayaan itu, Dexter tak akan kesusahan menyewa sebuah apartemen mewah di Brooklyn.
Lalu kenapa pria itu bersikap seolah ia tak memiliki apa-apa? Kebohongan apalagi yang Dexter sembunyikan darinya?
Setelah berpamitan pada Emira, Michael berjalan menuju istal kuda yang terletak sekitar sepuluh meter jauhnya dari rumah. Suara samar gelak tawa menyambutnya ketika ia sampai di sana.
Michael mengintip ke dalam. Ia melihat Dexter bersama kakak laki-lakinya, Matthew, tengah berbincang dan saling melontarkan candaan pada satu sama lain.
Pintu istal berkerit nyaring ketika Michael menyenggolnya secara tidak sengaja, menarik perhatian kedua pria baya tersebut.
"Oh, Michael," sambut Dexter. "Kemarilah."

KAMU SEDANG MEMBACA
Ghost Of The Past [END]
Novela Juvenil⚠️ BUDAYAKAN FOLLOW DAN TINGGALKAN VOTE SEBELUM MEMBACA ⚠️ ㅤㅤ [ BOOK TWO OF TWISTED FATE ] ㅤㅤ Semua orang menyukai Michael Davis. Ia pemuda yang ramah pada setiap orang yang ditemuinya, merupakan salah satu murid cerdas di sekolahnya, dan memiliki s...