Chapter 2

527 87 8
                                    


Kemegahan Ballroom sungguh terasa ketika Xiao Zhan berjalan di samping Yibo. Ia tidak henti-hentinya mengagumi bagaimana sinar dari lampu kristal memandikan ruangan dengan cahaya keemasan yang lembut atau bagaimana karpet mewah membentang melapisi lantai marmer ruangan tersebut.

Xiao Zhan sempat melayangkan pandangan ke arah pemuda yang ada di sampingny seraya mereka berkeliling dan berkenalan dengan berbagai anggota dari dinasti keluarga Wang. Xiao Zhan hanya bisa mengangguk dan tersenyum sopan bahkan terkadang mengulurkan tangan untuk berjabat tangan.

"Apa kau yang mengundangku?" tanya Xiao Zhan ketika mereka berdiri di sudut ruangan dengan segelas sampanye di tangan.

"Menurutmu?" Yibo balik bertanya.

"Kau tahu, akan lebih baik kalau kau menjawab ketika ada yang bertanya dan bukannya malah bertanya balik," balas Xiao Zhan.

Sebuah senyum kecil terulas di wajah Yibo sebelum ia kembali melayangkan pandangan ke arah gelas sampanye yang dipegang Xiao Zhan. Isi gelas itu sudah berkurang separuh.

"Ini gelas ke berapa?" Yibo bertanya.

"Huh?"

"Sampanye yang kau minum, Ge. Sudah berapa gelas?"

"Dua," Xiao Zhan terdiam dan berusaha mengingat. "Atau mungkin tiga. Aku lupa."

Yibo mengambil gelas sampanye di tangan Xiao Zhan dan meletakkannya di baki salah satu pelayan yang kebetulan melintas di dekat mereka.

"Jangan minum lagi," tegasnya.

"Wang Yibo, kau tidak bisa mengatur berapa banyak sampanye yang harus ku minum," protes Xiao Zhan.

"Kau adalah tunanganku, Ge. Lagipula aku tidak mau kau terlihat mabuk saat bertemu dengan ayahku."

"Siapa yang setuju untuk jadi tunanganmu? Kau saja tidak menjawab pertanyaanku."

Yibo terdiam sebelum menjawab. Pandangannya tertuju ke tengah ruangan. "Ya, itu aku," ujarnya.

"Apa?"

"Yang mengundangmu. Itu aku."

Xiao Zhan hendak bertanya lagi ketika ia menyadari seorang pria setengah baya menghampiri mereka. Ia mengenakan setelan jas berwarna hitam. Terdapat aura wibawa dari diri pria tersebut. Xiao Zhan bisa merasakan bagaimana tatapan pria tersebut sempat tertuju ke arahnya sesaat sebelum kembali menatap Yibo.

"Yibo, apa kau sudah bertemu dengan Kakek Wang?"

"Belum," Yibo menjawab singkat sebelum kembali meminum sampanyenya.

"Aku mendengar bahwa kau akan masuk menjadi kandidat dari pemimpin keluarga Wang. Kau harus bisa meraih posisi itu, Yibo."

"Kau tidak perlu mengatakannya. Aku sudah tahu apa yang harus aku lakukan. Papa."

Ketegangan di udara semakin terasa. Xiao Zhan bisa merasakan bahwa pria tersebut tidak hanya mengekspresikan kebanggaan sebagai seorang ayah; dia membuat pernyataan tegas tentang ambisinya untuk Yibo.

"Jadi dia yang mau kau pergunakan sebagai tunanganmu?" tanya pria tersebut.

Yibo menatap tajam ke arah ayahnya. "Xiao Zhan, ini Wang Leehom, ayahku," ujarnya singkat tanpa pernah mengalihkan pandangan dari ayahnya. "Dan asal kau tahu, aku tidak pernah mempergunakan seseorang seperti halnya dirimu."

Xiao Zhan yang berdiri di antara mereka, seolah merasa bahwa ia tengah menjadi pion di sebuah permainan dengan skala besar, sebuah simbol bagi peristiwa yang menandai suksesi bagi hidup Yibo.

Wang Leehom memandang ke arah Xiao Zhan dan untuk sesaat pandangan mereka bertemu. Ia bisa merasakan bagaimana pria tersebut mengamati bahkan seolah menilai dirinya hanya dalam sekali pandang, lalu mengalihkan pandangan seolah dirinya tidak berharga sama sekali.

Xiao Zhan sudah terbiasa dengan pandangan seperti itu, apalagi dengan posisinya sebagai seseorang yang sama sekali tidak mempunyai status ataupun kekayaan seperti anggota keluarga Wang lainnya. Ia hanyalah seorang pengantar barang yang mendadak sontak menjadi bagian dari intrik keluarga besar berkuasa tanpa pernah ia minta.

Seorang pria dengan setelan jas mendatangi mereka dan membisikkan sesuatu di telinga Yibo.

"Kakek memintaku datang," umumnya singkat.

Wang Leehom mengangguk. "Sudah saatnya."

Yibo sempat menatap ke arah Xiao Zhan yang dibalas dengan sebuah senyuman manis dari pria muda tersebut. Dengan sebuah helaan napas, ia akhirnya melangkah pergi, meninggalkan Xiao Zhan dan menuju ke kamar Wang Han menginap. Yibo sebenarnya sudah lama mempersiapkan dirinya untuk saat-saat ini, tapi ketika saatnya tiba, tetap saja ia merasa sedikit khawatir.

Xiao Zhan tidak melepaskan pandangannya dari Yibo seraya pemuda itu berjalan meninggalkan Ballroom. Untuk sesaat tadi, ada sebuah keinginan dalam dirinya untuk sekadar menggenggam tangan Yibo atau menepuk punggungnya, memberikan sedikit semangat. Entah mengapa, Xiao Zhan merasa bahwa pemuda itu membutuhkannya. Ia bahkan tidak menyadari kalau Wang Leehom sudah meninggalkan sisinya.

Namun, hal yang tidak Xiao Zhan sadari adalah, ketika Yibo meninggalkan mereka, Xiao Tuzi, kelinci yang merupakan spirit animal Xiao Zhan, memunculkan dirinya di kaki pria muda itu.

Ia merasakan sebuah energi aneh yang berada di dekat Xiao Zhan dan memutuskan untuk mencari tahu apa asal muasalnya. Tepat ketika Tuzi memutuskan untuk muncul, ia melihat secara samar sesosok singa putih yang berjalan di samping Yibo layaknya seorang pelindung.

Xiao Tuzi masih mengingat sosok tersebut. Singa putih yang pernah mendatanginya saat Xiao Zhan tengah berduka atas kematian ayahnya di rumah sakit. Singa tersebut meminta bantuannya untuk membantu meringankan penderitaan seorang anak lelaki yang tengah sakit parah. Tentu saja, setelah berdiskusi dengan Xiao Zhan, ia akhirnya menyanggupi permintaan singa tersebut. Peristiwa yang terjadi setelahnya, membuat Tuzi akhirnya menghapus semua kejadian saat itu dari ingatan Xiao Zhan. Ia beranggapan bahwa hal itu adalah pilihan terbaik bagi semua pihak. Tidak disangka bahwa akhirnya masa lalu itu akhirnya kembali muncul di hadapannya.

Sesaat sebelum Yibo membuka pintu Ballroom, ia sempat mengalihkan pandangannya ke arah singa putih, seolah keduanya berkomunikasi dalam diam. Sesaat kemudian, dengan sebuah anggukan singkat, singa putih itu menghilang dan meninggalkan Xiao Tuzi dengan berbagai pertanyaan tidak terjawab dalam benaknya.

Caught In The Lion's SnareTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang