BAGIAN 5

10 2 1
                                    

Tekan vote untuk melanjutkan!

Terima kasih, selamat membaca ^^















Sorry For Typo <3

Hari minggu adalah hari yang paling ditunggu oleh keempatnya, namun sayang Rafael harus tetap bekerja karna ada kendala di kantornya.

"Kak Hafiz, obatnya udah diminum?" tanya Haidar mengingatkan.

"Udah kok tadi," jawab Hafiz.

"Jadi kapan balik kontrol?" Hafiz menghela napasnya lelah mendengar pertanyaan Hilal.

Sungguh, dia lelah harus bolak-balik check-up. Minum obat yang semakin hari semakin bertambah.

Ia merasa baik-baik saja selama ia menjaga pola makannya, kenapa dokter terus memintanya bolak-balik rumah sakit?

"Kak.. Hafiz capek, Hafiz berenti kontrol aja ya?"

"Kak Hafiz jangan ngaco! Ini demi kesehatan kakak!" kata Haidar dengan matanya yang membola.

"Tapi.."

"Nggak ada tapi-tapi. Kak, Hanif tahu kakak capek, kakak udah nggak mau minum obat, kakak mau beraktifitas normal kaya temen-temen kakak yang lain. Tapi nggak sekarang kak, rangkaian pengobatan kakak belum selesai," kata Hanif sambil menatap mata Hafiz tertunduk diam.

"Sampai kapan Nif?" Hafiz pun mengangkat kepalanya, membalas tatapan mata Hanif

"Kakak udah minum obat-obatan itu dari kecil, tapi bukannya berkurang obatnya malah makin bertambah."

Hilal yang mengetahui semuanya hanya diam membisu mendengar jawaban Hafiz.

Bahkan Hanif dan Haidar yang tidak begitu mengetahui penyakit Hafiz pun sama bisunya.

Tak ada satu pun dari mereka yang berniat menjawab.

"Obat yang dulunya cuma sirup rasa strawberry, sekarang berubah jadi butiran-butiran putih yang setiap kali kakak mau minum, pasti bikin kakak mual. Belum lagi kapsul besar yang harus kakak minum 3 kapsul sekaligus." Hafiz pun akhirnya mengeluhkan segala yang ia rasakan selama ini.

"Kak Hilal, kakak bilang Hafiz udah membaik, tapi kenapa obatnya nggak berkurang kak?" Hafiz bertanya pada Hilal dengan nada lembutnya, namun pertanyaan itu mengudara begitu saja.

Hilal masih bungkam, tatapannya kosong, dia tidak tahu harus menjawab bagaimana.

Ia bahkan belum siap memberikan jawaban atas semua pertanyaan Hafiz selama ini, ia akan selalu mengatakan semuanya baik-baik saja.

Tanpa ia sadari bahwa adiknya sudah mulai mengerti arti kebohongan.

"Ada apa nih ngumpul-ngumpul? Serius banget." Suara baritone milik sang ayah mengalihkan atensi keempatnya.

Hilal dapat bernapas lega, setidaknya untuk saat ini ia bisa menghindari pertanyaan Hafiz.

Rafael baru saja kembali dari kantor, ia dapat merasakan suasana canggung di antara keempatnya.

Khususnya ekspresi wajah Hilal yang begitu kentara.

"Loh, kenapa ini? Kenapa diem semua? perasaan tadi ayah denger, lagi pada ngobrol."

Syahadat Untuk HafizTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang