13. Different

273 47 11
                                    

AUTHOR POV

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

AUTHOR POV

Keesokan harinya,
Dengan sudah lebih rapi, walau luka di kakinya cuma dia bersihin asal-asalan, Gavin terlihat ada di rumah sakit lagi dan melangkah ragu menuju ruangan Galis.

.

Galis terlihat sendirian, nggak ada satupun yang nemenin dia.
Sesibuk itu kah keluarganya?

Tangan Gavin udah siap megang gagang pintu ruangan itu, tapi seseorang mendekat.

"Ikut gue."

Gavin menoleh dan ternyata itu Galih.

Sepupu Galis itu menyelidiki semalaman seorang diri sampai nggak tidur sama sekali, dan dia tentu dapat sesuatu dari kerja kerasnya itu.

Data CCTV dan percakapan terakhir Galis di chat dan telpon membuat Galih jadi tau kalau orang yang ada di hadapannya sekarang adalah orang yang terakhir kali bersama Galis.

Tapi Galih memang orang yang cukup tenang jika dia sedang berada di tempat umum dimana akan banyak orang yang mengawasinya seperti sekarang. Jadi meskipun dadanya udah terasa mendidih sekalipun, Galih nggak akan langsung tersulut emosi, dia menahannya sebisa mungkin.

.
.

Mereka duduk di kursi penonton lapangan basket outdoor yang lokasinya nggak jauh dari area rumah sakit.
Lumayan sepi, karna jam segini belum ada yang menggunakan lapangan itu.

"Lo apain Galis?" Tanya Galih to the point.

"Jangan salah paham, ini murni kecelakaan." Jawab Gavin.

'Bug!' Satu tinju keras mendarat di pipi Gavin sebelah kiri, cincin yang Galih pakai juga terlihat melukai pipi dan ujung bibir Gavin.

"Lo pikir lo lagi ngomong sama anak SD huh?!" Ucap Galih setelahnya.

Gavin nggak berusaha membalas lagi. -PERCUMA- pikirnya.

"Gue nggak pernah tau ada orang kaya' lo sebelumnya di hidup Galis. Lo punya tujuan apa sama Galis huh? Jujur aja udah. Gue tau pasti lo ngincer sesuatu dari dia kan? Jangan karna dia polos jadi lo bisa buat dia jadi kaya' sekarang."

Gavin menghela nafas malas. "Gue rasa gue nggak perlu jelasin apa-apa ke elo."

"Gavin Anarqi, mantan narapidana. Ck. Lo tuh bukan orang bersih. Lo tunggu aja sampai gue dapet bukti lebih banyak. Nggak akan gue serahin lo ke polisi, gue yang bakal bunuh lo pakai tangan gue sendiri kalau Galis sam--" Ucapan Galih terpotong karna ada panggilan masuk dari rekannya di BIN.

"Huh? Ada video pendaki yang nggak sengaja rekam proses kejadian jatuhnya Galis?" Ucap Galih di panggilan itu. "Okay-okay gue check sekarang." Lanjut Galih lalu buru-buru mengakhiri panggilan dan cek video yang dikirim rekannya itu di chat.

🎞️

Terlihat jelas di video itu kalau Gavin dan Galis terlihat tanpa perdebatan dan itu murni kecelakaan. Tidak ada gerak-gerik Gavin yang berusaha mendorong Galis juga disana.

"Ck. Udah? Gue bisa pergi kan sekarang?" Ucap Gavin yang kemudian berdiri.

Gavin mengusap bekas darah di ujung bibirnya karna pukulan Galih tadi. "Nggak cocok lo jadi Intel."

Galih langsung menoleh cepat, ekspresinya jelas menyiratkan -GIMANA BISA DIA TAU KERJAAN GUE? DARI GALIS KAH?-

Gavin yang udah jalan ngelewatin Galih terlihat berhenti dan balik badan lagi, "Oh ya lo juga harus tau, gue cowoknya Galis sekarang. Kedepannya gue harap lo nggak usah terlalu deket sama dia lagi. Gue nggak nyaman."

.
.
.

Gavin kembali ke Rumah Sakit, dan Galis masih sendirian.

🥺

Galis punya orang-orang yang terlihat khawatir di sekelilingnya tapi nggak bisa ada di sisinya sepanjang waktu.

Galih contohnya.

Lalu Orang tua dan Kakaknya juga punya banyak hal yang perlu di urus.

Dan pada akhirnya, di kondisinya yang hancur seperti itu pun, Galis masih berakhir dengan sepi.

Gavin masuk ke ruangan rawat inap VVIP milik Galis.
Terlalu luas dan dingin.
Ruangan ini tanpa penjagaan, even orang tuanya adalah orang penting di negara ini.

Gavin bener-bener nggak habis pikir.

"Maaf baru dateng." Ucap Gavin lalu menunduk di sebelah ranjang Galis.

Gavin terus meminta maaf, dia juga sesekali memperhatikan Galis dengan kondisinya yang parah itu.

Operasinya memang berhasil, Galis juga masih selamat seperti yang terlihat.
Tapi entahlah hidupnya pasti akan sangat berbeda setelah ini. Ada banyak luka di tubuhnya, kaki dan tangannya juga patah tulang. Leher masih dengan penyangga, dan sampai detik ini Galis juga belum sadar dari koma nya.

"Harusnya kamu nggak usah reflek bantuin aku Galis. Harusnya aku yang deserve kondisi ini, bukan kamu." Gavin masih terus mengoceh sendiri, berharap Galis bisa denger ucapannya.

Gavin ambil bunga yang mengering itu di saku nya lalu dia taruh di tangan Galis, dan meng-genggam-nya bersamaan.

"Bangun ya.." Ucap Gavin kemudian mengecup tangan kanan Galis.

Gavin sudah pernah kehilangan Kakaknya, dia juga masih selalu mengunjungi Ibunya yang juga terbaring koma selama ini.
Lalu kini bisa-bisanya dia juga harus menerima kenyataan kalau Galis seperti ini kondisinya karna dia.

Mengutuk diri sendiri berkali-kali pun rasanya belum cukup bagi Gavin. 😔

🍃

Gavin terus ada di sisi Galis, sampai udah sekitar satu jam'an dia masih ada disana, dengan tangan Galis yang masih Gavin genggam sejak tadi.

"Ayo sadar Galis, apapun yang terjadi, kamu berusaha jauhin aku setelah ini aku nggak peduli, yang penting kamu sadar ya.."

Perlahan Galis mulai membuka matanya. Samar-samar Galis berusaha melihat sekeliling dan pandangan kaburnya juga langsung tertuju ke Gavin yang terlihat masih blank untuk beberapa detik.

"Galis?" Gavin akhirnya buru-buru menekan tombol merah diatas ranjang Galis.

Nggak lama kemudian, beberapa perawat masuk bersama seorang dokter untuk mengecek kondisi Galis. Gavin menunggu di luar ruangan dengan gemetar saking bahagianya Galis bisa sadar lagi.

Nggak lama kemudian dokter itu keluar ruangan Galis.

"Gimana dok?" Tanya Gavin.

"Saya akan menjelaskan bagaimana kondisi Galis pada orang tuanya." Jawab dokter itu dengan ekspresi yang buat Gavin jadi semakin khawatir.

"Boleh saya tau juga soal kondisi Galis?"

"Maaf saya hanya boleh menjelaskan kepada wali dari pasien."

Gavin menghela nafas dan membiarkan dokter itu pergi.

Dan dengan ragu Gavin masuk kembali ke ruangan itu.

Air matanya mengalir dengan sendirinya, Gavin hanya merasa sangat bersyukur karna dia bisa liat Galis mandang ke arahnya lagi walau dengan sorot mata yang berbeda.

"Galis syukurlah kamu udah sadar." Ucap Gavin.

"Kamu siapa? Mama mana?"



LOSING GAME [ JAEHYUN - JISOO - MINGYU - ROSE ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang