37# Doyoung

671 90 11
                                    

Kalau boleh, mantion asal daerah kalian. Zafa penasaran nih. 😄

Mentari telah berganti warna. Goresan emas senja terlihat begitu menakjubkan dari jendela kamar rawat yang berada di lantai teratas gedung ini. aku menghela napas perlahan. Hari sudah berlalu begitu cepat. Namun anehnya, waktu terasa lambat bagiku.

Haikal belum juga siuman. Aku sempat menanyakan pada perawat yang mengecek kondisinya tadi. Katanya, aku harus sabar menunggu biusnya habis.

Kembali melangkah ke brangkarnya—aku mengamati wajah damai Haikal. Dia tertidur seperti bayi. Membelai wajah setengah basahnya, tanganku beranjak menuju rambut hitam—nyaris kecoklamatan miliknya. Warna yang sama persis dengan rambutku. Keturunan dari ayah kami.

“Haikal, cepat sembuh ya. tolong temani kakak. Karena Cuma kamu yang kakak punya.”

Sulit. Nyatanya menghentikan air mata yang sudah berjatuhan memang tak semudah itu. Kekalutan, resah dan juga tak berdaya. Aku tidak suka ini. menangis dan hanya menangis. Tidak ada yang bisa kulakukan untuk Haikal. Dan ini terasa menyebalkan.

Tok tok!

Aku menoleh pada pintu. Lekas menghapus air mata di pipi. Seorang pria berseragam dokter masuk membawa perlengkapan medis. Ada jarus suntik dan juga stetoskop. Tunggu, bukannya biasanya dokter membawa paling tidak satu perawat untuk membantunya. Aku tidak terlalu bisa mengenali wajahnya sebab dia memakai masker yang menutupi hidung hingga dagu.

“Selamat sore, saya akan memeriksa kondisi Tuan Haikal.” Aku hanya mengangguk. lantas menyingkir dari brangkar Haikal.

Segera, dokter itu memeriksa kondisi Haikal. Dia mengarahkan stetoskopnya dan juga mengecek infus. Aku melirik samping pintu. Tumben sekali Lucas tidak ikut masuk. biasanya, jika ada orang asing masuk ruangan—lelaki itu akan ikut masuk.

“Dia akan segera sadar. Mungkin kurang dari lima belas menit lagi. tapi tetap saja, kau harus bersiap dengan kemungkinan terburuk.”

Alisku mengerut dalam. Bukankah dokter yang mengoperasi Haikal berkata bahwa kondisi Haikal sudah membaik?

Tapi tunggu. Sepertinya aku tidak asing dengan suaranya.

“Kau bukan dokter!” tunjukku padanya.

Dokter itu hanya menatapku dengan alis mengerut. Aku tidak bisa melihat jelas bagaimana eskpresinya karena masker sialan itu. dektik selanjutnya dia terbahak. . Tangannya membuka masker hijau itu.

Benar dugaanku. Dewa tidak jelas itu!

“Sepertinya kau sangat mengenaliku sampai langsung bisa mengetahui siapa aku.” Wajah tengilnya sama benarr-benar ingin kupukuli!

“Kau ingin memukulku? Yang seorang dewa?”

“Ya!” Tanganku bergerak memukulnya. Tapi entah hanya ilusiku saja, dokter itu sudah berganti posisi di sampingku. Cepat sekali. “Kau bukan dokter, jangan sentuh adikku.”

Aku berusaha menghadang Haikal di belakangku. Sekalipun tadi dia belum melakukan sesuatu yang berbahaya pada Haikal, tidak ada salahnya aku melindunginya.

Dewa itu nampak acuh. Dia mengambil kursi penunggu pasien dan duduk dengan tenang. “Aku tidak tertarik dengan adikmu. Untuk apa? Dia sekarat.”

Tubuhku bergetar. Mendengar itu, ketakutan semakin menjalar lebih besar. Dia Dewa. Tapi aku sama sekali tidak ingin mendengarkan ucapannya.

“Terserah. Tidak ada paksaan untuk mempercayaiku.”

Dewa sialan! Dia membaca pikiranku!

“Dasar manusia tengik. Beraninya kau menyebutku Dewa sialan.”

Menjadi Simpanan JaehyunTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang