08. Langkah Awal

18 2 0
                                    

Hari yang lumayan melelahkan bagi seorang mahasiswa seperti Arvaleon Atmajaya. Dimana hari ini ada tiga mata kuliah dengan waktu yang berdempetan. Setelah itu, dia melanjutkan rapat bersama dengan anggota BEM Universitas. Mereka membicarakan terkait beberapa program kerja yang akan dilaksanakan pada bulan ini. Hal itu, membuat Leon selaku wakil presiden mahasiswa harus turut serta mensukseskan kegiatan tersebut.

"Saya mewakili presma yang tidak sempat hadir pada rapat hari ini mengucapkan banyak terimakasih. Karena, kalian sudah meluangkan waktunya dan tidak lepas tanggung jawab atas apa yang seharusnya sudah menjadi tanggung jawab masing-masing. Semangat sampai kegiatan ini berjalan sukses! Sekian dari saya, saya kembalikan ke ketua panitia." Rapat tersebut pun berakhir setelah ditutup oleh Leon. Satu persatu mereka mulai meninggalkan ruangan itu, menyisakan beberapa orang saja salah satunya Leon yang masih setia duduk di kursinya.

Dia menatap ponselnya yang menampilkan sebuah pesan yang masih belum mendapatkan balasan dari Kania Anastasya. Dia berdecak dan melempar ponselnya ke atas meja. Jarinya bergerak memijit pelipisnya guna untuk mengurangi pusing yang menyerangnya.

Sebuah botol air minum diletakkan oleh seseorang, hal tersebut mampu mengalihkan atensinya. Dilihatnya Tiara sedang berdiri di depannya dengan tatapan yang susah diartikan. Tiara menarik kursi yang tak jauh darinya mendekat ke Leon.

"Pusing ya?" Tanya Tiara, namun tak mendapat respon.

"Gue beliin obat ya?" Lagi-lagi Leon tak meresponnya. Tiara berusaha menahan emosinya saat melihat respon cowok itu padanya.

"Jalan-jalan yuk, siapa tau pusingnya bisa hilang." Tiara menatapnya penuh harap, lama menunggu Leon mengangguk sebagai jawaban.

Perasaan Tiara berubah 180° derajat setelah Leon menerima ajakannya. Tidak sabar Tiara memegang lengan Leon untuk membantunya berdiri.

"Gue bisa sendiri!" Tiara menjauhkan tangannya dan sedikit tersentak mendengar penolakan Leon. Namun, dia bisa memaklumi itu.

Kedua manusia itu yang terlihat layaknya sepasang kekasih memasuki cafe yang memang sering mereka kunjungi sehabis dari kampusnya. Selain dekat dari kampusnya menu yang tersedia pun tak kalah enak dengan café lainnya.

"Lo duduk aja dulu gue pesenin, lo mau apa?"

"Vanila latte ice" Tiara mengangguk dan langsung menuju tempat untuk memesan.

Selagi menunggu Tiara selesai memesan, kepalanya celingukan mencari seseorang yang sedari kemarin tidak ada kabar sama sekali. Namun, nihil dia tidak menemukan Kania.

"Mba!" Panggil Leon kepada salah satu karyawan café itu.

"Iya mas ada yang bisa saya bantu?" Tanya Zea.

"Mba, Kania ada tidak?"

"Oh Kania ya, hari ini di nggak masuk." Mendengar itu, kening Leon mengkerut bingung.

"Kalo boleh tau kenapa?"

"Soal itu saya juga kurang tau mas, Kania nggak bilang apa-apa sama saya." Leon hanya mengangguk sebagai jawabannya. Meskipun dia tidak puas mendengar jawabannya tetapi apa boleh buat.

"Ada lagi mas?"

"Ah, tidak ada makasih ya mba. Maaf mengganggu waktunya."

"Tidak apa, saya pamit ke belakang dulu." Leon mengangguk dan Zea kembali ke dapur untuk memasak beberapa menu yang sudah di pesan.

Leon termenung memikirkan apa yang terjadi pada Kania sampai tidak ada kabar sama sekali. Dia kembali mengeluarkan ponselnya dan membuka room chat nya dengan Kania, masih sama belum ada tanda-tanda akan di balas. Beberapa kalimat diketiknya lalu dikirimkan ke Kania, setelah terkirim hanya menampilkan centang satu itu artinya watshap Kania tidak aktif.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Oct 16, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

UNTUK KANIATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang