4. Kelicikan Aaron

223 27 1
                                    

"Tunggu sebentar." Aaron mengangkat tangannya. Semua orang mematung, mengamati Aaron yang mengedarkan pandangan ke sekeliling tempat tidur dengan penuh keheranan. Kemudian pria itu mengambil celana karetnya yang ada di ujung tempat tidur dan memakainya di balik selimut. "Biarkan aku memakainya sebelum kau menghajarku," ucapnya. Yang membuat wajah Aidan semakin terbakar amarah.

Gerakan dari sisi lain tempat tidur, sejenak mengalihkan semua orang. Erangan pelan terselip di antara bibir Liana. Rasa pusing yang menusuk dan silau cahaya di sekitar perlahan mengembalikan kesadaran Liana. Matanya mengerjap beberapa kali dna merasakan sesuatu yang serba asing melingkupinya. Udara yang serasa berderak di sekitarnya, aroma yang menyergap indera penciumannya, dan rasa hangat oleh sesuatu yang membuatnya tak nyaman.

Di antara usahanya yang mencoba menelaah ingatan terakhirnya, tiba-tiba suara geraman dari sebelah kiri sepenuhnya menyadarkan Liana. Ia menatap langit-langit yang asing, kemudian terperangah luar biasa menemukan tubuhnya yang dilingkupi selimut tebal sama sekali tak mengenakan apa pun.

Tubuh Liana melompat terduduk, selimutnya turun ke perut dan seketika ia menariknya hingga menutupi dada. Sebelum kemudian keterkejutan yang luar biasa menyambutnya, ketika wajah Liana berputar melihat seluruh anggota King berdiri memenuhi ambang pintu yang terbuka. Nyaris seluruhnya, karena salah satunya duduk di sampingnya. Dan itulah yang menjadi penyebab utama ekspresi wajah Aidan, tunangannya berdiri membeku dengan diselimuti gurat kemurkaan di wajahnya.

Liana seperti disambar petir, ketika tatapannya bertemu dan kepucatan yang melapisi wajahnya sama pekat dengan wajah Aidan. Dalam sepersekian detik yang terasa seperti selamanya itu, otak Liana serasa berkarat ketika mencoba menelaah apa yang tengah terjadi.

Aidan tak sanggup lagi memandang keterkejutan yang menyambar seluruh raut wajah Liana, ditambah seringai licik yang tersungging di ujung bibir Aaron benar-benar melenyapkan sisa-sisa kesabaran yang semakin menipis. Ludes seketika. Dan cukup sudah, Aidan tak bisa membendung kemarahannya sedetik lebih lama lagi. Ia melompat ke arah tempat tidur. Mendaratkan tinjunya tepat ke hidung Aaron hingga tubuh keduanya tersungkur ke lantai.

Sofia yang bahkan sudah memperkirakan baku hantam tersebut tak akan terelakkan tetap saja dibuat terkejut oleh suara tinju Aidan yang begitu mengerikan. Wanita paruh baya itu menjerit histeris.

"Kenapa kau diam saja, Aarash?!" bentaknya pada Aarash yang malah bersandar pada dinding dengan kedua tangan bersilang dada. Menikmati pertunjukan Aaron yang kini berhasil mendorong tubuh Aidan hingga jatuh ke lantai, tetapi tidak membalas tinju sang kakak. Aaron tahu dirinya salah dan berhak mendapatkan tinju dari Aidan. Aarash pikir itu urusan keduanya. Menghentikan Aidan dengan kemarahan sebesar itu juga bukan ide yang bagus. Dan sepertinya kakeknya pun memikirkan hal yang sama, meski tampak mulai berpikir keras menghadapi kejutan pagi cerah ini.

Liana pun ikut menjerit histeris, sekaligus tak bisa berkutik karena selimut besarlah satu-satunya benda yang menutupi ketelanjangannya. Beruntung, di tengah baku hantam antara Aidan dan Aaron di lantai, Sofia yang panik berlari mendatangi dan mengambilkan pakaiannya yang berserakan di lantai. Yang Liana tak tahu bagaimana kain itu bisa ada di sana. Kemudian membantunya berpakaian sambil sesekali menjerit ketika melihat Aidan menyarangkan tinju pada Aaron.

Ketiga kalinya, Aaron tak membiarkan Aidan meninjunya lagi. Pria itu menangkap tinju Aidan, dengan bibir yang berdarah, Aaron menyeringai. "Sudah cukup, Aidan," Aaron mendorong tubuh Aidan dari perutnya dan melompat berdiri. sambil menyeka darah di hidungnya menggunakan punggung tangan. Sepertinya tulang hidungnya patah. Rasa sakitnya sedikit menusuk, tapi seorang pria memang butuh sebuah tanda, kan. Dan ini bukan pertama kalinya hidungnya patah.

"Berengsek kau, Aaron. Sejak awal aku sudah tak memercayai kata-katamu. Kau tak semurah hati itu untuk melepaskan ambisimu," sembur Aidan lagi.

Aaron mendengus. "Kalau begitu kau juga sudah memperkirakan hal semacam ini akan terjadi, kan? Jadi kenapa kau terkejut, kakak?"

Terjerat Kembar Tiga (Gratis dan Tamat Di FIZZO)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang