8. Kehilangan Ingatan

115 11 0
                                    

Part 8

Namun, rupanya kelegaan tersebut hanyalah satu fase pertama yang perlu mereka hadapi. Setelah tiga hari dipindahkan di ruang perawatan, Aidan masih belum sadarkan diri.

Aidan masih hidup. Jika bernapas cukup dijadikan patokan bahwa pria itu masih hidup. Meski matanya masih terpejam dan tubuhnya berbaring tak berdaya di ranjang pasien.

Dokter hanya mengatakan bahwa itu akibat dari benturan di kepala Aidan yang cukup keras. Semuanya baik-baik saja karena kondisi vital Aidan cukup bagus.

Dan akhirnya, penantian tersebut berakhir. Ketika di hari keempat, akhirnya Aidan terbangun. Saat itu hanya ada Liana dan Aaron yang berjaga di ruangan tersebut. Sofia baru saja kembali ke rumah untuk membawakan Liana pakaian bersih, dan Aarash menghindari satu ruangan dengan Aaron demi ketenangannya, yang sejujurnya mengundang tanya di kepala Liana.

Liana merasa pertengkaran Aarash dan Aaron kali ini bukan karena dirinya. Liana merasa ada sesuatu yang tidak diketahuinya. Namun, benak Liana sudah dipenuhi kegelisahannya akan keadaan Aidan. Tak punya waktu untuk mencari-cari masalah lainnya.

Kedua mata Aidan perlahan membuka. Kepalanya terasa begitu ketat dan sedikit mati rasa. Tetapi sepertinya masih berfungsi dengan baik.

"Aidan?" Suara haru bercampur isakan dari arah samping segera menarik perhatiannya.

Pria itu berusaha tersenyum di antara bibirnya yang pucat. Menemukan wajah cantik Liana yang seolah memperjelas pandangannya. "Sayang?"

Aidan mengulurkan tangannya, sedikit tertahan dengan jarum infus yang menempel di punggung tangannya. Meringis ketika jarum tersebut sedikit menusuk di sana.

Panggilan familiar Aidan sejenak membuat wajah Liana membeku. Begitu pun seluruh tulang pungggungnya. Dan bukan hanya itu, tetapi juga Aaron yang kini sudah berdiri tak jauh di belakangnya. Pria itu seolah menunggu dengan waspada.

"Di mana aku?"

"Rumah sakit."

"Rumah sakit?"

"Y-ya. A-apa kau tak ingat bagaimana kau bisa ada di sini?"

Aidan mengeryit sambil menyentuh pelipisnya. Kemudian menggeleng.

Liana semakin dibuat membeku. "L-lalu apa yang kau ingat?"

Aidan mengernyit tipis. Berusaha sedikit mengingat karena beban di kepalanya yang terasa semakin menekan.

"Aku hanya ingat kita pulang dari restoran. Merayakan ulang tahunmu. Aku melamarmu dan kau menerimanya." Aidan mengambil tangan Liana. Tersenyum dengan bibirnya yang pucat merasakan cincin di jari manis Liana. "Bagaimana mungkin aku melupakan hari paling membahagiakan di seluruh hidupku, Liana?"

Kepucatan membekukan bibir Liana. Liana segera menurunkan jemari tangannya. Cincin yang melingkar di jari manisnya adalah cincin pernikahannya dan Aaron. Dan lagi, bagaimana mungkin Aidan tidak tahu tentang pernikahannya dan Aaron?

"Aaron," Liana menoleh ke belakang. "Tolong panggilkan dokter."

Aaron hanya berdiri tertegun, meneliti ekspresi di wajah Aidan dengan saksama, mencari-cari apa yang mungkin disembunyikan oleh kakaknya tersebut.

"Aaron?!" sentak Liana menyentuh lengan Aaron.

Aaron mengerjap sekali, kemudian menekan tombol merah yang ada di sisi kepala ranjang. "Kau yakin tak ingat apa yang membuatmu berada di sini?" tanya Aaron kemudian. "Kau tak ingat per ..."

"Aaron?" Liana segera memotong pertanyaan yang hendak diucapkan oleh Aaron.

"Tak ingat apa?" Aidan mengulang kalimat Aaron yang belum selesai.

Terjerat Kembar Tiga (Gratis dan Tamat Di FIZZO)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang