9. Di Balik Sandiwara

138 14 1
                                    

Part 9

Empat hari kemudian, dokter menyatakan Aidan sudah boleh melakukan rawat jalan di rumah. Meski masih harus beberapa kali kembali ke rumah sakit untuk kontrol tulang lengannya yang retak.

Sepanjang perjalanan pulang, Aidan sama sekali tak melepaskan tangan Liana. Memain-mainkan jari manis Liana yang dilingkari cincin tunangan mereka. Ya, Liana melepaskan cincin pernikahannya dan Aaron. Meski Aaron bersikeras ia harus tetap memakainya. Liana pun memakai cincin tersebut sebagai bandul kalungnya. Yang sedikit memuaskan kekeras kepalaan Aaron.

"Apa kita sudah merencanakan pernikahan?"

Liana membeku sejenak, kemudian menggeleng. "Kita akan membicarakannya setelah keadaanmu membaik, Aidan. Ini masih terlalu cepat. Aku ..." Liana menjilat bibirnya yang kering. Entah berapa banyak kebohongan yang harus ia tumpuk untuk Aidan.

Aidan mengangguk, "Hm, baiklah. Aku tak akan memburumu."

"Terima kasih." Liana tersenyum. Menekan genggamannya pada jemari Aidan yang memenuhi jemarinya. Rasa bersalah di dadanya menumpuk dan semakin menumpuk dengan kebohongan yang terus bertambah setiap ia bersama dengan Aidan.

Setelah mengantar Aidan ke kamarnya dan ia kembali ke paviliun. Liana menatap ponselnya yang menampilkan nama Aaron. Pria itu tampaknya tak menyerah bahkan setelah ia menolak belasan panggilan Aaron yang serasa seperti teror. Lana duduk di kursi riasnya, menarik napas dalam-dalam dan menenangkan emosi di dadanya sebelum memutuskan untuk menjawabnya.

"Kau tahu mengangkat panggilanku juga adalah salah satu syarat aku membiarkanmu menemaninya, kan?" Suara Aaron langsung menyambutnya dengan nada ancaman yang begitu kental.

"Aku tak mungkin mengangkat panggilanmu di depan Aidan, Aaron. Apa kau tidak mengerti?"

"Hmm, dan ini mulai membuatku dirugikan."

Mata Liana terpejam, mendesah pelan. Pun dengan titah Xander yang berisi bahwa mereka harus menyembunyikan pernikahan mereka, Aaron tetap tak mau dirugikan dengan keputusan tersebut. Di belakang Aidan, pria itu tetap menuntut dirinya untuk menjadi istri yang baik dan patuh. Dan Liana tak mengerti kenapa pria itu mendadak menjadi begitu tertarik pada dirinya mengingat sikap dingin Aaron di makan malam ulang tahunnya.

Beruntung, sekarang emosinya sudah mulai lebih stabil setiap berhadapan dengan sikap Aaron yang terkadang begitu kekanakan. Menuntut ini dan itu darinya. "Maafkan aku. Lain kali aku akan mengangkatnya."

"Baguslah jika kau menyadari kesalahanmu. Jadi bagaimana kabarnya selama aku di luar kota?"

Liana memutar bola matanya menyadari nada Aaron yang seketika berubah melunak karena ucapan maafnya, yang sejujurnya pun tak sungguh-sungguh dari dalam hatinya. "Hari ini Aidan sudah boleh pulang."

"Apakah itu berarti dia sudah siap mendengar ..."

"Aaron, kumohon."

Aaron terkekeh. "Menurutmu, manakah yang lebih baik. Bahagia di balik kebohongan ataukah terluka karena kejujuran?"

"Tidak keduanya, Aaron."

Kikikan Aaron semakin nyaring. "Benar-benar naif, istriku."

"Aku harus pergi, Aaron."

"Terburu-buru, heh?"

"Aku baru saja pulang dari rumah sakit dan aku benar-benar butuh ke kamar mandi."

Aaron tak langsung menjawab. "Baiklah. Kita akan bicara lagi setelah makan malam."

"Ya, aku akan mengangkatnya."

"Hmm, selamat siang, istriku."

Tanpa menjawab sapaan Aaron yang sengaja untuk membuatnya jengkel, Liana memutuskan panggilan dan meletakkan ponselnya di nakas. Kemudian berjalan ke kamar mandi dan ia butuh berendam. Tubuhnya benar-benar terasa lengket dan kepalanya pusing oleh sikap Aaron yang begitu kekanakan. Belum dengan tekanan batinnya setiap harus berhadapan dengan Aidan seolah tak ada apa pun yang terjadi.

Terjerat Kembar Tiga (Gratis dan Tamat Di FIZZO)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang