Bab 11 A

345 18 4
                                    

Mas Rendi menarik paksa tangan mbak Tika dari rambutku. Perlahan jambakan itu terlepas, aku langsung berlalu masuk kedalam kamar untuk mencari jilbab.

Saat aku keluar dari kamar, mas Guntur sudah berdiri didepan pintu. Dari raut wajahnya, dia sangat mencemaskan aku.

"Kamu gak apa-apa, Dek? Pipi kamu merah. Biar mas kompres dulu ya." Aku hanya mengangguk, air mata yang sedari tadi aku tahan, nyatanya tak mampu kubendung lagi. Kemudian kulangkahkan kaki menuju kursi didekat meja makan.

Di ruang tamu kami bisa mendengar jika mbak Tika dan mas Rendi tengah berdebat. Samar terdengar mbak Tika masih saja mengataiku.

"Sudah Mama bilang, jangan pernah berhubungan lagi dengan perempuan gatal itu."

"Stop Tika, jangan katakan lagi kamu katakan Dahlia perempuan gatal!"

Setelah memeberiku kompres dengan batu es, aku dan mas Guntur keluar, kemudian duduk didepan mereka.

"Ada apa ini, Mas? Apa ini karena kedatangan Mas Rendi kesini kemarin?" Mas Guntur menengahi mereka yang masih bersitegang.

"Dia!" Mbak Tika menunjukku. "Perempuan gatal yang suka menggoda suami orang!" Teriak mbak Tika.

"Jaga bicaramu, Mbak. Dahlia tidak seperti itu," bela mas Guntur.

"Tika, aku bilang stop mengatai Dahlia perempuan gatal!" Teriak mas Rendi.

"Guntur, sebenarnya akulah mantan Dahlia yang dulu meninggalkan Dahlia sehari sebelum acara lamaran."

"Apa?" Mas Guntur melebarkan matanya. "Apa benar, Dek?"

"Iya Mas, aku tidak ingin cerita karena aku memang tidak ingin lagi bertemu dengan laki-laki itu," jawabku.

"Kuran aj*r!" Mas Guntur bangkit dan mendekati mas Rendi yang masih menunduk.

Bugh ... "Ini untuk laki-laki pecundang, sudah menghamili kakakku, ternyata kau yang membuat Dahlia dulu hampir depresi."  Tinjuan kuat mendarat dipipi mas Rendi. Kaca mata yang selalu dia gunakan terlepas dan jatuh kepangakuannya.

"Guntur, jangan sentuh mas Rendi!" Mbak Tika mencoba menghalangi mas Guntur.

Bugh ... Ini untuk keluarga Dahlia yang menanggung malu akibat perbuatanmu."  Satu tonj*kan lagi mendarat dipipi laki-laki yang kini aku benci.

"Guntur!" teriak mbak Tika.

Mas Guntur melangkah kebelakang dan menjauh dari kedua orang itu. Sementara aku hanya diam menyaksikan masa Guntur berkali-kali meninj* mas Rendi. Rasa sakit hatiku sudah terbalaskan oleh mas Guntur.

Mas Guntur memelukku mencoba memberi perlindungan, tidak menutup kemungkinan mbak Tika akan bertindak brutal lagi.

"Guntur, kamu apa-apaan, sudah tahu istri kamu yang coba merebut suamiku, malah kamu pukuli mas Rendi," teriak mbak Tika.

"Tika stop! Dahlia tidak pernah merebut aku dari siapapun, karna memang aku masih sangat mencintainya. Justru kamu yang berusaha merebutku dari Dahlia. Kalau kamu dulu tidak menggodaku dulu. Aku yakin aku dan Dahlia sudah menikah. Kamu pasti tidak lupa kan?"

"Mas! Apa-apaan kamu? Jelas-jelas kita melakukan itu karena suka sama suka."

"Aku tidak pernah suka sama kamu, kejadian malam itu hanya sebuah kecelakaan. Kamu datang dengan menggunakan pakaian kurang bahan dan selalu menggodaku."

"Stop ... pergi kalian dari rumahku! Aku tak sudi mendengar cerita menjijikkan dari kalian berdua. Pergi!" hardikku, membuat mas Guntur yang duduk disampingku terkejut.

Aku bangkit dari dudukku, "mas tolong usir mereka dari sini, aku tak sudi lagi melihat kedua orang itu! Dan kembalikan makanan yang dia beli semalam untuk Ridho!" ucapku pada mas Guntur.

"Heh, perempuan gak tahu malu. Kamu yang lebih menjijikan. Kamu pikir aku tidak tahu kalau kamu diam-diam akan merebut lagi mas Rendi dariku, hah."

Plak ... Satu tamparan mendarat dipipi mbak Tika. Wanita itu memegangi pipinya yang memerah.

SEKARUNG BERAS UNTUK IBUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang