CHAPTER 14: MANISNYA MADU MALAM ITU

75 6 0
                                    


"Izinkanlah kutitiskan
Air mata keresahanku
Dicengkam kerinduan yang tak bertepi
Biarkan serpihan rembulan
Berguguran ke ribaanku
Agar terang kelam malam
Yang kita lalui
Oh, asyiknya
Kalimat cintamu yang kau lafazkan
'Ku cinta padamu"

Lagu Kembali merindu aku gemakan dengan suara merdu dan alunan musik yang beradu. Ku dengar suara peminat ku menyambut lantunan lagu dan mengikuti liriknya dengan semangat membara. Aku pun turut bersemangat hingga tenggelam dalam suasana gegap gempita.

"Ku tebarkan jala cinta
Di pesisir pantai hatimu
Yang terbuka menantiku
Segala telah terbukti
Cintamu ternyatalah suci
Bagaikan mimpi
Jadi realiti
Oh, asyiknya
Kalimat cintamu yang kau lafazkan
Kau segalanya"

"Ternyata yang indah
Sukarnya dimadah
Bak cahaya yang tak tertadah
Sehingga 'ku sanggup terhimpit
Di dada waktu
Walaupun lena diulit sepi"

Melihat senyuman dan tepuk tangan, serta riuh sambutan pada penampilan ku. Sungguh lega sekali rasanya. Aku merasa kembali sehat dan bersemangat melanjutkan hari, walaupun dengan kondisi yang tidak seperti dulu lagi. Tak mengapa, yang terpenting aku tidak mengecewakan mereka dan tidak membuat istriku merana.

Setelah penampilan ku selesai, aku segera kembali ke back stage mencari keberadaan istriku. Sesuai kesepakatan kami, Asmara selalu ikut kemanapun aku pergi show. Dia stand by di belakang panggung untuk menunggu ku hingga selesai, lalu membawa ku pulang.

"Zam!" Jidan memanggil ku mungkin berniat membicarakan jadwal baru, tapi aku abaikan dan terus berjalan menghampiri istriku, lalu duduk di sisinya.

Aku tersenyum menerima sebotol air mineral dari Asmara. Segera aku teguk air itu untuk membasahi kerongkongan yang sudah mulai kering ini.

"Sudah cukup untuk hari ini. Ingat kondisi kesehatan mu," bisik Asmara mengingatkan.

Aku mengangguk sambil meneguk air mineral itu. Sesekali menahan geli di dalam hati. Asmara-ku ini posesif dan protektif sekali, tapi tak masalah aku tetap menyukainya. Setelah cukup beristirahat sejenak, aku dan Asmara pun pamit untuk beranjak pulang.

Baru saja kami akan melangkah, seorang teman lamaku datang dan memeluk ku akrab.

"Hey bro, lama tak bersua. Macam mana? seronok kawin?" tanya Amar sambil berkelakar.

Aku hanya tertawa membalas pelukan Amar sambil melirik ke arah Asmara. Baru saja aku akan membuka mulut untuk memperkenalkan istriku, tapi Amar sudah lebih dulu bersuara.

"Apesal kurus sangat nampak? Tak di bagi makan kah sama bini kau tu?" tanya lelaki itu sambil berkelakar.

Sepasang mataku melotot menatap Amar yang tidak pernah berubah, selalu asal dalam berbicara. Dia memang sering melontarkan kalimat canda, bahkan sering kelewatan, tapi kali ini berbeda.

Ku lirik ke arah Asmara-ku yang terdiam seribu bahasa. Tak ada raut marah terpatri di wajah istriku yang jelita, namun aku mendapati kilatan kecewa dan tersinggung di mata indah nya saat netra itu menurun ke bahwa.

Kami sama-sama tau bahwa Asmara tidak lah seperti itu. Asmara-ku selalu menjalankan tugas nya sebagai seorang istri. Melayani ku dan selalu memasakan ku makanan istimewa, tapi bisa-bisa nya manusia satu ini berkata demikian.

98's 2: AZAM UNTUK ASMARA {END} ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang