BAB 1: SKILL

16 1 1
                                    

"Ceritanya, gue minggat dari rumah."

"K-KOK?!"

"Gara-gara habis debat kusir sama Pipih sama Mimihhh. Mereka nyuruh-nyuruh gue buat nerusin bisnis keluarga, tapi guenya nggak mau! Terus, giliran gue utarain apa cita-cita gue sebenernya, eh malah dihina-hina sama mereka. Yaudah, sekalian aja gue mangkir!"

"Hah?Bentar. Emang cita-cita lo apa sih, Meer?"

"Ehe. Jadi ... food vlogger sama youtuber. Lupa lo?"

"Astaga, Meer! Gue kira mah dulu cuma bercanda. Unik sih. Disekolahin bertahun-tahun, ternyata lo masih nggak pinter-pinter aja ya?"

"DIH TRISTANN! POKOKNYA NGGAK MAU TAU! Intinya sekarang kedatengan gue nyamperin lo ke sini semata-mata murni nyari bala bantuan! Please, kasih gue tempat tinggal sama pekerjaan sementara. Duit cash yang gue punya Cuma tiga juta. Mana kartu debit sama kredit juga disita si Mimiih. Gue hopeless, Tristaannn!"

Usai mengomel sepanjang tol Cipali dengan seenak udel, Ameer menghela napas frustrasot. Di depan Tristan—sang mantan pacar, lantas Ameer mencebikkan bibirnya sok sedih. Karena bagi Ameer, Cuma tuh cowok yang bisa ia mintai pertolongan untuk saat ini.

"Atau ... gini deh Tan!" cetus Ameer tiba-tiba. "Kalo lo nggak mau kasih kerjaan di kantor ini, kita FWB-an aja gimana? Gue rela deh jadi sugar baby lo, tapi syaratnya jangan di-unboxing—"

"BIG NO! NGGAK WARAS! Istri gue mah lagi hamil, Meer!"

"Ya makanyaaaa! Tega banget lo sama gue, Tan, kalo sampe nggak mau bantu pakai jalur halal. Nggak inget ya sama masa lalu, siapa coba yang nolongin elo waktu lo berusaha bundir—"

"Stop it! Jangan usah ungkit perkara masa lalu! Oke, oke. Gue bantuin lo. Puas?"

Ameer menaikkan alis matanya. Kena, dia!' batinnya.

Perkara celetukan soal bundir barusan, jelas bukan sekadar bualan semata. Pasalnya, aib Tristan yang satu ini, memang cukup legend pada masanya. Nggak bisa dipungkiri, bahwa Ameer sempat menyelamatkan hidup Tristan, setidaknya sekali.

Sehingga, meski sudah putus sekitar empat tahun silam dan hubungan mereka tak lagi terjalin intens, Ameer dan Tristan tetaplah dua manusia yang dulunya pernah sedekat nadi. Malahan, mereka sempat tinggal satu flat, kala menempuh studi S2 di Los Angeles.

Kini Tristan mendadak berpikir keras. Kemudian merogoh ponsel dari saku celana. Mencari nomor kontak sang kakak sulung, lalu gegas menekan tombol dial.

"Tapi sori Meer, berhubung gue paling anti bermasalah sama sodara sendiri Cuma gara-gara nyelundupin manusia illegal macem lo, jadi lebih baik gue panggil aja orangnya ke sini, biar lo bisa ngobrol langsung."

"Orang siapa maksud lo?"

"Kakak gue...."

"Hah? Ini kok ... jadi bawa-bawa kakak lo sih?!"

"Ya iya, siapa lagi kalo bukan kak Tama yang megang kendali atas perusahaan ini! Kalo mau masukin orang ke kantor, hukumnya wajib dong buat konfirmasi ke dia. Bisa dicincang hidup-hidup gue, kalo sampe enggak."

Ameer mencibir tanpa suara. Lantas, Tristan gegas berbicara singkat kala sambungan telepon sudah tersambung. Setelah obrolan singkat berakhir, sekitar lima menit kemudian, Tama muncul dari balik pintu. Lucunya, kehadiran pria itu malah sukses membuat Ameer melongo barang sepersekian detik.

Anjir, sejak kapan Tristan punya kakak spek yahut begini?' cicit Ameer dalam hati.

Di sinilah semua bermula. Jauh sebelum Ameera mengenal Cia. Jauh sebelum ia mengenal dekat sosok Tama, si cowok tengil yang kemudian meminta tuh cewek untuk dijadikan ... seorang istri.

Meer, Mau Ya Jadi Mamanya Cia?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang