18

3.9K 260 25
                                    

Freen mengemudikan mobilnya pelan-pelan karena jalanan sudah mulai tertutup oleh salju.
Mereka memutuskan ke Thailand lebih awal mengingat cuaca diperkirakan memburuk dalam beberapa hari ke depan, khawatir mereka tidak akan mendapatkan penerbangan saat waktunya mereka pulang.
Meski awalnya enggan tapi Freen berusaha menuruti kemauan Rebecca.

Freen memasukkan kendaraannya ke parkiran khusus kendaraan yang dititipkan di area Bandara.
Jarak yang seharusnya ditempuh dalam waktu satu jam kini harus molor menjadi satu setengah jam karena dia terpaksa mengemudi dengan pelan, beruntung jadwal penerbangannya masih setengah jam lagi.

Pasangan itu tidak banyak membawa barang. Freen hanya menenteng ransel berukuran sedang sementara Rebecca hanya tas kecil untuk menyimpan ponsel dan dompet.

Freen memperbaiki syal dan beanie milik Rebecca, memastikan istrinya tidak kedinginan.
Merengkuhnya dengan protektif lalu segera masuk ke Bandara.

"Nanti di Thailand kita tinggal di mana?" Rebecca memecah kesunyian.

Ada kabut tebal yang keluar dari mulut mereka setiap kali menghembuskan nafas karena udara yang terlalu dingin.

Freen membenci udara dingin mengingat dia memiliki alergi.
Seharusnya saat ini mereka meringkuk di samping perapian sambil berpelukan bukannya malah berkeliaran seperti ini.

Charlotte dan Engfa benar-benar menyusahkan. Freen mulai menyalahkan mantan kekasih dan sahabatnya itu.

"Kita menginap di hotel saja," jawab Freen.

"Kita memiliki orang tua mengapa harus tinggal di hotel."

Rebecca tidak setuju dengan gagasan Freen meski sebenarnya dia juga segan seandainya harus tinggal di rumah orang tua Freen.
Ibunya memang baik tapi ayah Freen, dari dulu Rebecca selalu takut. Aura pria itu seperti mengintimidasi meskipun dalam kondisi bercanda.

"Aku tidak mau repot dengan kebrisikan para orang tua."

Mengangguk setuju. Rebecca ingin sekali tinggal di rumah orang tuanya tapi jelas itu bukan ide yang baik. Freen dan ibunya akan membuat suasana rumah menjadi seperti di negara yang sedang dijajah.
***

     Rencana Freen untuk tinggal di hotel tidaklah terwujud lantaran ketika tiba di Bangkok, Sarah menyuruh sopir untuk menjemput mereka dan langsung membawa ke rumahnya. Sebelumnya Rebecca memang sudah mengabari ibunya bahwa dia dan Freen akan pulang.

Jadilah Freen cemberut di sepanjang jalan menuju kediaman Armstrong.
Rebecca yang melihatnya cuma bisa tersenyum geli. Ekpresi Freen sangat lucu jika sedang cemberut seperti itu.

Suasana di meja makan terasa tegang siang ini. Tidak. Hanya sunyi. Ketiga wanita dewasa itu enggan untuk saling beramah tamah.
Freen dan Sarah saling melempar tatapan sinis. Dan terkadang saling menyindir, saling mencari perhatian Rebecca.

"Sayang tangan kananku kebas," ucap Freen kepada sang istri.

Freen hanya pura-pura, dia ingin memanas-manasi mama mertuanya.

"Kenapa?" tanya Rebecca, sedikit agak khawatir.

"Entah tapi aku agak kesulitan untuk menggerakkannya."

"Yasudah, aku suapi nanti kita periksa kalau belum membaik."
Freen tersenyum penuh kemenangan. Inilah yang dia inginkan.

Rebecca mengambil alih piring milik Freen kemudian menyuapinya dengan telaten.
Sementara Sarah semakin menunjukkan ketidaksukaannya kepada Freen ketika menantunya itu dengan kurang ajar mengejeknya dengan terang-terangan.

"Mama dan papa membesarkanmu dengan penuh cinta, dari sejak lahir kami selalu melayanimu dan tidak membiarkan kamu melakukan semuanya sendiri. Tapi lihatlah dirimu sekarang. Salah memilih pasangan malah membuatmu menjadi seperti nanny." Sarah berkata dengan sengit bermaksud menyindir Freen.
Rebecca tidak menanggapi, hanya tersenyum simpul.

Hidden seduction Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang