05. Sisi Lain Feza

59 18 25
                                        

mett bacaaa uwiww🛸🛸


🍃🍃🍃

Kring!

"Ayo buruan, Neo, lo nggak mau keabisan mie ayam 'kan?"

Neo mendengus saat dirinya kini diseret dengan seenak jidat oleh teman semejanya yang sengklek itu. "Ck, lo nggak akan mati kalo pun keabisan mie ayam, Za."

Feza Nicholas.

Remaja laki-laki berwajah sangar itu mendelik. Dengan alis yang menukik tajam, dirinya segera melepas tangan Neo dan berhenti menyeret laki-laki itu. Dengan wajah tertekuknya, Feza memilih berjalan beriringan dengan Neo yang justru terlihat datar-datar saja saat ini.

"Neo," panggil Feza tiba-tiba.

"Hm."

"Lo kenal salah satu anggota Xlovenz?"

Neo terlihat melirik sekilas pada Feza. "Salah satunya? Lo juga kenal."

"Siapa?" tanya Feza bingung. Perasaan dia tidak mengenal satu pun anggota dari gang favoritnya itu.

Neo terkekeh pelan. "Gue lah, siapa lagi?"

Uhuk!

"Kampret! Kalo mau bercanda jangan sekarang!" Feza mendelik tajam kearah Neo. Dirinya dibuat terbatuk-batuk karena ulah laki-laki itu. Terlebih saat mendengar nada santai yang Neo gunakan tadi. Hei, ternyata tembok seperti Neo bisa bercanda juga, ya?

Neo yang mendengar hal itu pun mengernyit. "Emang sejak kapan gue bercanda sama lo?"

Feza langsung diam.

Benar juga. Memang kapan Neo melontarkan candaan padanya? Bahkan untuk menggodanya pun remaja laki-laki itu pasti akan tetap mempertahankan wajah datar seperti biasa. Tapi bukankah itu berarti..

"Lo beneran bagian dari Xlovenz?!"

🍃🍃🍃

Setelah acara 'syok-syokan' tadi, kini Feza dengan tergesa-gesa melangkahkan kakinya masuk kedalam salah satu bilik toilet laki-laki.

Setelah menuntaskan hajat alamnya, Feza segera membasuh tangannya diwastafel. Awalnya memang baik-baik saja, sampai akhirnya bisikan lirih dari remaja laki-laki yang baru saja datang dan berdiri tepat disebelah Feza berhasil membuat tubuh remaja laki-laki itu bergetar ketakutan dan.. panik.

"Jiya.. bakal mati, dia bakal dibunuh digudang peralatan olahraga sekarang."

"Nggak!" teriak Feza ketakutan.

Tiba-tiba saja, tubuh Feza berkeringat dingin. Tangannya bergerak panik dan saling meremat satu sama lain. Mata yang menyorot penuh ketakutan itu kini menatap lurus pada remaja laki-laki dihadapannya. "Nggak! Nggak ada yang boleh sentuh--"

Dia MentariTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang