akhirnya up jga setelah sekian abad
mett bacaaa uwiww🛸🛸🛸
🍃🍃🍃
"Kata Bunda, gue pengidap gangguan Skizofrenia, Neo."
"Semua berawal dari penculikan gue sama Jiya, adek gue yang umurnya cuma selisih dua tahun dari gue."
"Dulu, waktu gue masih sekolah dasar kelas enam, gue pergi main sama Jiya ditaman yang nggak jauh dari rumah, disitu posisinya kita lagi libur sekolah makanya mutusin buat main keluar. Dan waktu mau pulang, kita berdua diculik. Kita disekap diruangan yang nggak ada kacanya sama sekali, Neo, cuma ada satu pintu sama satu ventilasi kecil diatas."
Neo mengangguk paham. Membiarkan Feza kembali bercerita dengan wajah seriusnya.
"Disana, kita cuma dikasih makan roti berjamur sama segelas air. Bahkan gue sering dicambuk ditempat itu. Katanya gue nggak berguna, nggak ada orang yang mau beli gue sama Jiya. Gue sih nggak peduli orang-orang itu mau nyiksa gue kayak gimana, yang penting mereka nggak nyentuh Jiya sedikitpun."
"Sampe dihari kelima gue sama Jiya ditempat penculikan itu, gue malah ngeliat adek gue disiksa didepan mata gue sendiri, Neo. Mereka mukul Jiya. Bahkan mereka nyayat kulit Jiya sampe berdarah banyak."
"Mereka bilang, gue sama Jiya harus mati karena kita berdua nggak berguna sama sekali."
"Disitu gue marah, gue ngamuk-ngamuk bahkan sampe mukulin mereka pake palu. Entah udah berapa banyak orang yang gue pukul sampe pingsan, gue nggak peduli. Gue cuma mau nolongin Jiya."
"Tapi pas gue berhasil meluk Jiya, dia udah nggak gerak sama sekali, Neo. Jiya cuma diem. Dia udah nggak nangis sambil minta tolong lagi. Matanya ketutup rapet. Bahkan detak jantung Jiya udah nggak bisa gue rasain. Badan Jiya juga dingin semua.."
Deg!
Neo langsung memalingkan wajahnya. Enggan memperlihatkan matanya yang sudah berkaca-kaca dihadapan Feza yang sedang menunduk dalam. Bahkan, Deziel dan Javier yang masih berada disana pun ikut memalingkan wajahnya.
Jadi.. Feza adalah saksi mata atas kasus pembunuhan adiknya sendiri?
"Waktu pihak berwajib nemuin kita, mereka bilang kalo Jiya udah nggak ada, Jiya udah meninggal. Bunda juga ngomong hal yang sama kayak pihak berwajib itu."
"Bunda bilang gue harus ikhlas, gue harus bisa ngerelain Jiya pulang ke pangkuan Tuhan."
"Tapi ternyata Bunda bohong, Neo. Jiya nggak pulang, dia balik lagi ke gue. Dia balik lagi jadi adek kecil gue yang manis. Dia nggak mau ngebiarin gue sendirian," ucap Feza dengan kekehan pelannya. Wajah yang awalnya murung, kini terlihat berbinar cerah. Matanya menyorot lembut pada sebuah boneka kelinci yang dirinya dekap dengan erat saat ini.
Dimatanya, itu bukanlah sebuah boneka. Tapi adik kecilnya--Jiya--yang sedang tersenyum manis dengan wajah polosnya. Membuat Feza terkekeh gemas. Mengabaikan tatapan yang sulit diartikan dari ketiga remaja lain yang ada disana.
Sebenarnya, Feza sendiri tidak sadar jika ada orang lain selain Neo ditempat ini. Dirinya hanya fokus pada boneka kelinci lusuh tersebut dan juga Neo. Tidak mempedulikan sekitarnya sama sekali.
Neo yang tak tahan dengan suasana seperti ini pun segera mengeluarkan suaranya. Mencoba mengambil alih pikiran Feza agar tak terlalu fokus pada boneka dipangkuan remaja laki-laki itu. "Lo bilang tadi mau kenalan sama salah satu anggota Xlovenz 'kan, Za? Sini gue kenalin."
KAMU SEDANG MEMBACA
Dia Mentari
Fiksi Remaja"Bukan manusia yang jahat, tapi keadaannya." ⑅˖。•๑•。˖⑅ Rumit. Hanya satu kata itu yang bisa Mentari Anachelo Alvorious berikan setelah dirinya mengenal dan 'dekat' dengan salah satu sosok terkenal disekolahnya. Zarhaneo Aaron. D. Remaja laki-laki...