Jaemin masuk ke bagian yang paling membuatnya tersiksa. Jika mimpi ini adalah hukuman, Jaemin memohon ampun dan bersedia menukarnya dengan hukuman lain apapun. Dia tak mau ada di mimpi itu lebih lama lagi. Dia tak ingin melihat akhir mimpi itu untuk yang kesekian kalinya.
Kumohon. Tuhan, kumohon...
Tak ada yang mendengarnya.
Jaemin yang ada di mimpi itu berjalan masuk ke dalam sebuah terowongan. Gelap, lembap, udaranya sangat menjijikkan. Baunya seperti ikan busuk yang ditimbun di bawah bantal. Mencekik leher, memekakkan hidung.
Entah dari mana datangnya, seberkas cahaya menyinari seisi terowongan. Langkah Jaemin terhenti. Jaemin bisa melihat kardus dan balok-balok kayu disusun begitu saja, untuk tempat tinggal. Kain selimut, pakaian seadanya, sisa-sisa makanan, dan sisa-sisa berbagai macam hal bercampur jadi satu.
Mereka yang tinggal di sana sudah bukan kumal lagi, tapi sangat memprihatinkan. Tak ada yang tampak sehat. Semua wajah pucat, mata sedih, dan tubuh mengerut-mencoba meringkuk seperti ingin melindungi diri dari entah apa yang membuat mereka seperti itu.
Cipratan air yang tak sengaja diinjak Jaemin membuat semua kepala menoleh. Kini belasan pasang mata menatapnya. Sebagian besar menatapnya dengan penuh kelegaan. Tapi seakan dalam satu jentikan jari, ekspresi wajah mereka berubah. Mata membesar, mulut menganga dan tubuh gemetar.
Apa? Apa yang mereka lihat di belakangku?
Jaemin frustasi bukan main. Beberapa kali ia melihat mimpi ini, ia masih belum tahu apa yang membuat mereka semua berubah ekspresi seperti itu.
Lalu hal yang paling mengerikan pun terjadi.
Satu-persatu tubuh itu tumbang. Darah ada di mana-mana-menciprati dinding terowongan dan mengalir bercampur dengan air buangan selokan. Bau ikan busuk kini bercampur dengan bau darah dan mesiu. Mata-mata yang belum sempat memejam, masih terpaku pandangannya pada Jaemin seakan masih berharap Jaemin bisa menyelamatkannya.
Tapi mereka semua sudah mati.
Jaemin tak bisa mendengar suara apapun, namun siapapun yang ada di belakang punggung Jaemin, dia pasti sudah menembaki orang-orang itu. Siapapun yang ada di belakang punggung Jaemin adalah ciptaan Tuhan yang terburuk.
Ini dia.
Akhirnya sampai juga di penghujung mimpi itu. Sebuah mata pisau menembus punggung Jaemin. Sakit. Luar biasa sakit yang ia rasakan. Semua organ yang ditembus pisau itu pastilah sudah berantakan. Di tengah-tengah rasa sakitnya, ada yang menghentak perut Jaemin.
Aneh.
Hentakan ini belum pernah ia rasakan sebelumnya. Hentakan di perutnya seperti keterkejutan yang bercampur dengan kesedihan yang sangat mendalam. Seperti rasanya Jaemin ingin menggorok lehernya sendiri agar ia mati untuk yang kedua kalinya. Matanya dengan sendirinya tertuju pada pecahan cermin yang tergantung di dinding terowongan di dekatnya. Seberkas rambut emas ikal pendek terlihat di cermin ini.
Sayang sekali, belum sempat ia berpikir atau memperhatikan dengan lebih seksama bayangan siapa yang ada di cermin itu, sebuah pusaran besar sudah menariknya dari mimpinya. Untuk pertama kalinya ia membenci pusaran itu. Biasanya pusaran itu seperti sang penyelamat yang menariknya dari mimpi buruk itu.
Jaemin membuka matanya dan mendapati setengah tubuhnya terkulai ke bawah melalui sisi tempat tidurnya. Kepalanya bahkan sudah menyentuh karpet. Ia mengerjap pelan beberapa kali, menatap lampu gantung di langit-langit. Otaknya masih limbung akibat diseret begitu saja dari mimpinya. Beberapa bagian tubuhnya masih lemas dan nyeri, seakan-akan ia benar-benar mengalami mimpi itu.
Ia perlahan mencoba mengeluarkan sesuatu dari belakang punggungnya sambil berdoa semoga tidak berhasil. Sayang sekali. Sepasang sayap putih mekar perlahan. Beberapa bulu dari sayap itu mendarat di atas karpet dan melayang lagi perlahan karena angin yang ditimbulkan dari pintu yang tiba-tiba menjeblak terbuka.
Sesosok makhluk mungil agak gempal mengenakan daster norak warna merah jambu bertotol putih tampak jungkir balik dari pandangan Jaemin yang terbalik itu. Mata besar makhluk itu menatap Jaemin dengan penuh kebencian. Bibir kerucutnya membuka dan mengeluarkan makian pertamanya di pagi hari itu, "Malaikat pemalas! Makan sarapanmu dan bergunalah untuk dunia!"
"Keluar dari kamarku," perintah Jaemin dengan nada suara yang lemah.
Tanpa berkata apapun lagi, sadar kalau keadaan Jaemin sedang tidak baik-Nora-peri rumahnya itu melayang pergi dan membanting pintu kamar Jaemin menutup dengan keras.
Selama beberapa detik, Jaemin terdiam-tak berniat untuk bangun sama sekali. Alasannya adalah karena matanya mulai basah. Posisi itu bisa menahan air mata yang mulai membasahi kedua matanya. Paling tidak jangan sampai menetes. Katanya air mata malaikat bisa menciptakan hujan di dunia manusia.
Tapi-dia lelah.
Menemukan fakta bahwa dirinya masih terbangun sebagai malaikat membuatnya frustasi. Ia tak punya keahlian apapun sebagai malaikat. Semua malaikat pernah mengolok-oloknya karena ia bodoh dan ceroboh. Dan yang terburuk dari semuanya adalah dia immortal.
Dia tidak bisa mati.
Ia bisa berdarah, ia bisa merasakan sakit yang luar biasa, tapi dia tidak bisa mati. Betapa buruk pun keadaannya, ia tetap harus terbangun dan menghadapinya lagi.
Selamanya.
Apakah menjadi malaikat adalah hukuman untuknya?
Note from the author:
Oh ya, peri rumah ini nggak kayak Dobby di Harry Potter ya. Peri rumahnya punya sayap kayak tinkerbell tapi badannya lebih gede.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Immortal Apprentice [NOMIN]
FanfictionJaemin adalah malaikat yang paling bodoh, ceroboh, dan hanya bisa membuat onar. Tapi kali ini kesalahan yang ia perbuat cukup fatal: ia mencium pacar Karina - pemimpin klannya sendiri. Karina pun murka. Ia melempar Jaemin ke Dimia (dunia manusia) da...