"Heal!"
Sudah keempat kalinya Jaemin menyerukan mantra itu tapi tak ada yang terjadi. Jangankan sembuh, sepercik sinar mantra saja tak muncul sama sekali.
Ia mengerang kesal. Sihir penyembuhan adalah sihir yang sangat dasar tapi tidak bisa ia lakukan. Sekarang ia tak hanya gagal menolong dirinya sendiri, tapi juga sahabatnya. Haechan terlontar ke arah tenggara, Jaemin tak tahu di mana sahabatnya itu mendarat. Semoga Haechan bisa menyembuhkan dirinya sendiri, itu pun kalau Haechan tidak pingsan. Entah apa yang akan dilakukan Nora pada Jaemin kalau Nora sampai tahu kebodohan ini.
Sekarang sisa dirinya sendiri di sana—duduk meringis, memeluk lutut menahan sakit. Kulitnya robek di mana-mana, darah mengalir membasahi jubahnya, dan tubuhnya terlalu nyeri untuk digerakkan. Andai saja ia lebih memperhatikan kelasnya. Andai saja dia lebih pintar dan lebih berguna. Begitulah ia terus memaki dirinya sendiri. Ia hanya bisa berdoa semoga ada malaikat yang kebetulan lewat sana dan membantu menyembuhkannya. Tapi tanah lapang itu kosong dan langit sudah hampir gelap. Tidak akan ada yang lewat di sana.
"He—"
Belum selesai mantra itu terucap, seberkas sinar putih keemasan menghangatkan kulit lengan Jaemin yang robek dan berdarah. Secara ajaib, darah berhenti mengalir dan luka Jaemin menutup dengan sendirinya. Sadar betul itu bukan sihirnya, Jaemin pun menoleh.
Jeno Hellion ada di sana, menyembuhkan lukanya.
"Ulurkan tanganmu," suara lembut Jeno adalah satu-satunya yang bisa didengarnya.
Dengan ragu-ragu Jaemin mengulurkan tangan kirinya. Ia tahu berurusan dengan Jeno sudah membuatnya dalam masalah, tapi hanya pria itu yang ada di sana dan bisa menyembuhkannya. Jaemin tak mau bermalam dengan tubuh berdarah di tanah lapang yang dingin itu.
Mantra penyembuhan tidak memerlukan kontak langsung antara tangan penyembuh dan yang disembuhkannya, tapi entah kenapa jari-jari Jeno menyusuri setiap senti kulit Jaemin, mulai dari ujung jemari hingga pangkal lengan—entah luka atau tidak. Sesekali tangan Jaemin refleks bergetar saat sentuhan Jeno menimbulkan rasa geli di kulitnya.
Setelah pria itu melakukan hal itu di kedua tangannya, Jaemin akhirnya tahu untuk apa itu. Jeno tidak hanya menyembuhkan luka luar Jaemin, tapi juga luka dalam yang mungkin ada. Seketika rasa sakit dan nyeri dikedua tangannya sirna dan tangannya terasa ringan kembali. Setelah tangan, Jaemin membiarkan Jeno melakukan sihir penyembuhan yang sama di kedua kakinya.
Lalu tiba giliran wajahnya.
Jeno menegakkan tubuhnya, menunduk menyentuh kening Jaemin yang berdarah. Kemudian ia meletakkan tangan kirinya di pipi Jaemin dan ibu jari tangan kanannya mulai menyusuri wajah Jaemin mulai dari kening, pelipis, hidung, pipi, hingga bibir Jaemin. Tak hanya menyembuhkan, Jeno juga perlahan membersihkan keringat dan noda tanah yang ada di sana. Sentuhan itu begitu lembut hingga Jaemin merasa sangat nyaman dan tak sadar memejamkan matanya.
"Le—leherku baik-baik saja," jawab Jaemin cepat-cepat dengan pipi memanas saat ia membuka mata dan menyadari Jeno terdiam lama karena menatap lehernya.
"Ada darah di belakang bahumu," Jeno berbisik, seakan itu hanyalah rahasia mereka berdua.
Seperti sebuah manekin, ia membiarkan pria itu melepaskan jubah luar yang dikenakannya dan menyisakan gaun putih di tubuh Jaemin. Angin dingin menyapu lengan Jaemin yang tak ditutupi oleh sehelai kainpun, tapi Jaemin benar-benar tak sanggup bergerak.
Dengan perlahan, Jeno menggeser untaian kain yang menutupi luka di belakang bahu Jaemin dan melakukan hal yang sama pada bahu itu. Luka-luka Jaemin sudah semua menutup sempurna, darah berhenti mengalir, rasa sakit benar-benar sirna, tapi Jeno tetap diam di belakang punggung Jaemin. Kini giliran Jeno yang tak sanggup bergerak melihat apa yang ada di belakang bahu Jaemin.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Immortal Apprentice [NOMIN]
FanficJaemin adalah malaikat yang paling bodoh, ceroboh, dan hanya bisa membuat onar. Tapi kali ini kesalahan yang ia perbuat cukup fatal: ia mencium pacar Karina - pemimpin klannya sendiri. Karina pun murka. Ia melempar Jaemin ke Dimia (dunia manusia) da...