Semester lima sudah sampai pada akhirnya. Kini, waktunya UAS datang untuk dihadapi. Semester ini, selain ketakutan akan UAS, anak angkatan Oni mendapat ketakutan baru, yaitu Tugas Akhir. Mereka sudah mulai mengajukan judul, berkonsultasi dengan dosen pembimbing, dan menyusun proposal.
Oni kebagian Pak Haryo sebagai dosen pembimbing, bersama dengan Tita. Orang-orang selalu ketakutan jika harus mendapat beliau sebagai dosen pembimbing mereka, namun beruntungnya, Oni justru tak mendapat kendala. Judulnya langsung mendapat acc di kali pertama pengajuan tanpa revisi. Ia pun segera fokus menyusun bab satu hingga bab tiganya.
Gadis itu jadi sering mengunjungi perpustakaan kampus untuk mencari referensi tugas akhirnya. Sore itu, setelah UAS terakhir, Oni menyempatkan diri untuk berkunjung lagi ke perpustakaan. Ia memilih sudut perpustakaan yang sepi, dan fokus untuk menyusun bagian pembuka bab satunya.
Barangkali dua puluh menit kemudian, Shanaz datang. Ia nampak datang sendiri sambil membawa laptopnya. Melihat Oni sedang duduk sendirian, gadis itu mendatanginya.
"Loh, sendirian kah, Ni?" tanyanya.
Oni sontak menoleh. "Eh, iya," jawabnya sambil melihat ke sekeliling, bersiap-siap kalau-kalau ada Ge juga. Untungnya, lelaki itu tidak terlihat.
"Aku duduk sebelahmu ya."
"Iya, duduk aja."
"Susah banget nggak sih bikin pendahuluan ini? Bingung mau bahas apa."
"Emang gitu, Naz. Aku juga baru dapat dua paragraf mulai kemarin. Itu juga kayaknya revisi terus."
Shanaz berdecak. "Yaudah deh. Tapi mau gak mau tetap harus dikerjain."
Mereka kemudian hening. Oni sibuk membuka-buka Tugas Akhir milik alumni, sementara Shanaz sibuk menyusun kata-kata di laptopnya.
"Ni, aku boleh curhat nggak?" tanya Shanaz tak lama kemudian.
Oni menoleh sekejap, kemudian fokus membolak-balik halaman buku Tugas Akhir di tangannya kembali. "Curhat aja. Curhat apa?"
Shanaz beralih sepenuhnya dari layar laptopnya, lantas menaruh kedua lengannya di atas meja. "Jangan di-judge ya, Ni. Aku bingung sebenarnya harus cerita ke siapa. Aku pikir kayaknya kamu orang yang cocok deh. Tapi jangan bilang siapa-siapa, ya?"
"Ada apa, sih?"
"Aku selingkuh dari Reza."
Oni menghentikan kegiatan membolak-balik halamannya. Bukan, bukan karena terkejut. Semua orang juga tahu fakta bahwa Shanaz berselingkuh. Ia hanya takut dengan perkataan yang akan mengikuti setelah ini.
"Aku selingkuh dari Reza sama Ge. Aku pacaran sama Ge udah lumayan lama."
Nah, itu dia. Hati Oni dibuat mencelos seketika. Setelah kemarin-kemarin mengambang, dan hatinya hanya dipenuhi dugaan-dugaan yang terlampau jelas, pernyataan Shanaz hari ini tepat di depan matanya seolah menjadi gong bahwa semua dugaannya itu memang benar-benar nyata.
"Oh, gitu," respon Oni singkat.
"Kok kamu nggak kaget, Ni?"
"Ya gimana. Kayak, yaudah gitu nggak sih?" ujar Oni sambil menutup buku Tugas Akhir dan beralih menatap Shanaz. "Emang kenapa kamu selingkuh?"
Shanaz menghela nafasnya. "Hubunganku sama Reza itu toxic banget, Ni. Aku capek banget udahan sama dia. Dia sama aku itu beda gitu lho prinsipnya. Aku capek sama dia berasa gak bebas jadi diriku sendiri. Walaupun pacaran sama dia, aku nggak ngerasa bahagia dan dicintai sama sekali..."
Oni membiarkan gadis itu berbicara panjang. "...Terus, aku deket sama Ge, dan tau-tau aku suka sama Ge. Aku nggak bisa mencegah buat jatuh cinta sama Ge, dan ternyata Ge juga sama-sama suka sama aku. Jadi yaudah, kita pacaran."
"Jadi kamu pacaran sama dua orang sekarang?"
"Aku barusan putus sama Reza," jawab Shanaz. Hati Oni yang memang sudah terluka rasanya kini dibaluri garam. Jadi intinya, sekarang Shanaz sudah resmi bersama Ge, bukan?
"Oh, jadi kamu sekarang—"
"Iya, aku udah pacaran sama Ge."
Oni terdiam sejenak sebelum menjawab. Dalam hati, ia ingin menyumpahserapahi Shanaz, melempar tumpukan Tugas Akhir di hadapannya, dan berteriak berani-beraninya gadis itu berkata seperti itu di hadapannya saat ini. Ia juga ingin bilang betapa menjijikkannya kelakuannya dengan Ge, namun semuanya urung. Yang keluar dari mulutnya justru ucapan dengan nada setenang lautan.
"Yaudah sih, Naz. Kamu kan udah bisa mikir sendiri, bener atau salahnya tindakanmu. Aku sih nggak akan bilang tindakanmu itu bener. Gimanapun kamu tetep selingkuh. Tapi kamu juga udah putus sama Reza juga, jadi okelah. Ketimbang kalian berdua sama-sama menyakiti. Kamu juga pasti udah tahu konsekuensi pacaran sama Ge juga, jadi yaudah. Kamu cari apa lagi?"
"Aku tahu kok kalau aku salah. Aku gak bilang kalau aku bener. It is just complicated, Ni," ujar Shanaz sambil bertopang dagu. "Aku cuman pengen cari kebahagiaanku sendiri aja."
"Kamu berhak bahagia, Naz. Semua orang berhak buat bahagia. Tapi gimana cara kamu dapat kebahagiaan itu juga perlu dipikir apa bakal menyakiti orang lain. Karena nggak cuman kamu doang yang butuh bahagia," ujar Oni. Ia lantas membereskan laptopnya dan buku-buku TA yang tadi dipinjamnya.
"Udah sih, aku nggak tahu harus respon gimana lagi karena aku ngerasa emang gak ada yang perlu direspon. Kamu tahu apa yang kamu lakuin. Yah, lakuin apapun yang emang bikin kamu bahagia kalau kamu emang tersakiti pacaran sama Reza dan akhirnya baru putus sekarang. Tapi ya gitu, semua ada konsekuensinya," Oni beranjak dari tempat duduknya. "Apapun itu, I wish you all the best with Ge. Semoga baik-baik aja, ya. Aku duluan, mau ke kost Nia. Tadi aku bilang gak lama-lama soalnya di perpustakaan, udah janjian ke sana. Duluan," ujarnya untuk terakhir kali sebelum pergi.
"Thank you, Ni," ujar Shanaz. Oni tidak berbalik maupun menjawab ucapan gadis itu.
![](https://img.wattpad.com/cover/333262365-288-k57376.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Just Another Heartbreak [Unedited]
ChickLitSetiap pertemuan menyimpan cerita. Begitu pula dengan pertemuan Oni dengan Ge. Kebetulan demi kebetulan membuat gadis itu mengenal lebih dekat sosoknya, lantas tahu-tahu dibuat jatuh cinta oleh segala yang lelaki itu miliki. Meski sedari awal sudah...