Oni benci sekali berdekatan dengan Ge dan Shanaz. Sejak gosip itu tampak jelas adanya, ia berusaha sejauh mungkin berhubungan dengan Ge. Tapi apa daya, hatinya masih tertaut pada lelaki itu. Hanya saja, ia tak habis pikir, kenapa lelaki itu harus memilih jadi selingkuhan orang, sih? Padahal rasanya baru kemarin-kemarin lelaki itu bilang sedang tidak ingin berpacaran. Shafira juga bilang kalau dia masih belum bisa membuka hati sejak berpacaran terakhir dengan mantannya sewaktu SMA. Sekarang dia justru begini.
All men do is lying.
Dan rasanya ia semakin benci sekali karena lelaki itu dekat dengannya seolah tak terjadi apa-apa. Seolah, Oni adalah satu-satunya orang di jurusan ini yang tak tahu gosip tersebut. Dulu, ia paling senang berdekatan dengan Ge. Namun saat ini, tiap kali lelaki itu mendekat, rasanya ia hanya akan sakit hati. Sebab, tak pernah ada kesempatan apapun bukan? Lelaki itu milik orang lain.
Seperti saat ini. Oni berusaha cuek dengan keberadaan lelaki itu yang baru saja menyapanya. Meski mereka hanya berdua di kelas saat ini, mereka saling diam. Oni biasanya akan berinisiatif mengajak bicara Ge. Tapi kali ini, tidak.
Di tengah heningnya ruangan pagi itu, seseorang mengetuk pintu. Tak lama, sosok Reza muncul dari baliknya.
"Halo, rek. Pacar aku mana, ya?" ucapnya. Sebenarnya, mulai dulu, Reza memang selalu begitu. Ia akan datang ke kelas Oni, menanyakan pacarnya, lantas bertemu dengan Shanaz. Tapi di kondisi begini, rasanya begitu canggung.
Oni melebarkan matanya, lalu melirik takut-takut ke Ge. Karena tak ada jawaban, ia berdehem, lantas menjawab, "belum datang, Za."
"Oh, gitu," Reza masuk kelas lantas menuju ke meja Oni.
"Kesiangan kali ya? Kemarin malam soalnya katanya keluar. Sama temennya, katanya," Reza berkata begitu dengan nada amat santai, namun penuh penekanan di kata 'sama temennya'.
"Titip ini ya, Ni. Botol minum sama kotak bekalnya Shanaz yang ketinggalan lama di aku. Udah aku isi makanan sama minuman. Sekalian sama mau balikin. Bilangin makasih juga ya, titip. Maaf ya Oni, banyak request, hehe," lanjutnya.
"Iya, gak apa, Za."
"Balik duluan, ya," pamit Reza. Ia lantas menatap Ge yang tengah sibuk dengan bukunya. "Ngantuk gitu kelihatannya, Ge? Capek ya, habis keluar kemarin malam-malam? Kok gak bilang-bilang sih kalau hang out, ajak aku gitu. Biasanya kalau basket juga aku ajakin," ujarnya dengan senyuman mengejek sebelum keluar dari kelas.
Ge yang semula fokus pada bukunya, beralih menatap Reza dengan tatapan terganggu. Ia mengikuti arah lelaki itu keluar dari kelas sampai sosoknya hilang dari pandangan. Kemudian, ia kembali membaca bukunya dan membaliknya halamannya kasar.
Suasana berubah mencekam. Oni berusaha diam saja. Sayangnya, sebuah pesan masuk di ponselnya dari Tita.
Tita
Oni? Udah di kelas belum? Ada Ge gak?
Kalau ada, tanyain Ge dong. Bawa laptop gak dia?
Entar presentasinya gimana? Kalau dia bawa, aku gak bawa.
Oni dengan hati-hati menyapa Ge yang auranya terlihat sedang buruk itu.
"Ge, Tita nanya nih. Kamu bawa laptop gak? Entar presentasinya gimana, gitu? Katanya kalau kamu bawa dia gak bawa."
Ge menatap Oni malas. "Bawa, ini. Ngapain sih Tita itu, presentasi ya tinggal presentasi. Ribet amat," ujarnya ketus. Seumur-umur, Oni belum pernah dijawab Ge dengan segalak itu. Ia makin jengkel saja rasanya.
Oni
Bawa, Ta dia.
Emang anak anjing
Tita
Hah? Anak anjing? Kamu kangen Bello, anjingku?
<picture>
Ini Bello! Tapi dia udah gak anak lagi sih, udah tua
Oni tidak membalas pesan itu.
***
Oni berpikir, mungkin Ge punya semacam kepribadian ganda. Setelah dengan begitu galak dan menyebalkannya ia di pagi hari tadi, saat waktu istirahat siang, ia berubah menjadi Ge yang hangat seperti biasanya.
Selama dua kelas sebelumnya, Oni berusaha cuek pada Ge. Ia bahkan sering menunjukkan tatapan jengah dan malas dengan lelaki itu. Tiap kali Ge kebetulan bertanya padanya atau meminta bantuannya, ia akan merespon dengan ketus. Pokoknya, dia benci sekali dengan Ge. Rasanya ia ingin bertengkar dengan lelaki itu. Tapi untuk apa pula, toh ia tak pernah punya masalah sungguhan dengannya.
Lantas, di jam istirahat ini, tahu-tahu ia mendatangi Oni.
"Kamu kenapa sih, Ni? Are you okay?"
Oni menatap Ge dengan tatapan sinis.
"Kenapa sih? Gapapa," jawabnya tajam.
"You look...troubled."
OH, SURE! I TROUBLED BY yOU! Teriak Oni jengkel dalam hati.
"Ah, gak apa, Ge. Biasa aja."
"Soalnya pagi tadi, kah? Sorry ya, kalau aku kayak marah-marah. Lagi agak badmood soalnya."
"Iya."
Tak lama, Argha datang dari luar. Ia memberikan pengumuman.
"Guys, ruang kelasnya pindah ke gedung Teknik Sipil, ya. Bu Septi gak bisa pindah ke sini, soalnya harus naik-turun, jalannya jauh. Orangnya lagi capek, guys."
Teman-teman sekelas Oni mendesah kesal. Gedung Teknik Sipil sangatlah jauh, akan sangat melelahkan untuk pergi ke sana. Tapi ya, mau bagaimana lagi. Mereka segera bersiap merapikan barang untuk pindah.
"Ngapain sih, lihat-lihat?" tanya Oni ketus begitu di perjalanan, Ge yang di sampingnya tak henti menatapnya.
"Gak apa. Cuman, kalau dipikir-pikir, aku banyak cerita sama kamu tapi aku belum banyak denger cerita kamu, ya," ujar Ge.
"Cerita apa lagi? Nggak ada apa-apanya hidupku."
"Ya aku masih pengen ngobrol-ngobrol gitu," ujarnya. "Kamu tuh punya pacar nggak sih, Ni?" tanya Ge tiba-tiba.
"Hah? Ngapain tanya gitu?"
"Ya gapapa, penasaran aja."
"Gak punya."
"Oh? Udah lama putus?"
Ini orang kenapa, sih? batin Oni. "Belum pernah punya pacar."
"Hah? Beneran?"
"Iya. Ngapain sih random amat."
"Enggak, heran aja gitu masa orang kayak kamu belum pernah punya pacar?"
"Nggak pernah. Emang aku kenapa, sampai kamu mikir gitu?"
"Kamu kan enak diajak ngobrol. Menarik..."
Oni menatap Ge lantas tertawa getir. "Modal nyambung dan enak diajak ngobrol doang gak ngaruh buat bikin orang jatuh cinta, Ge," ucapnya. Karena toh, kamu nggak pernah jatuh cinta denganku, lanjutnya dalam hati.
"Oh, terus kenapa?"
"Ya gatau. Jelek sih aku. Realistis aja. Orang-orang sih carinya yang cantik."
"Tapi kamu cantik."
Oni terdiam. Ia menatap Ge mencari penjelasan.
"Maksudku, ya, kamu cantik-cantik aja," ujar lelaki itu sambil mengedikkan kedua bahunya.
"Ya, thanks," ucap Oni. Ia lantas berjalan cepat menyusul Shafira dan teman-temannya lain di depan, berusaha pergi sejauh mungkin dari Ge. Karena kalau lama-lama dekat dengan lelaki itu, bisa-bisa dia gila.
Jantungnya tiba-tiba berdetak tak karuan. Kenapa sih Ge itu? Ia tahu lelaki itu memang tipe yang takut dibenci atau dimarahi seseorang, yang mungkin jadi alasannya bersikap seperti tadi. Tapi kelakuannya tadi benar-benar tidak jelas.
Memang dasar cowok gila.
KAMU SEDANG MEMBACA
Just Another Heartbreak [Unedited]
Chick-LitSetiap pertemuan menyimpan cerita. Begitu pula dengan pertemuan Oni dengan Ge. Kebetulan demi kebetulan membuat gadis itu mengenal lebih dekat sosoknya, lantas tahu-tahu dibuat jatuh cinta oleh segala yang lelaki itu miliki. Meski sedari awal sudah...