02

229 127 214
                                    

Happy reading....


Jakarta, 3 Januari 1989

Dentuman piring dan sendok menghiasi suasana di pagi hari ini. keluarga yang tengah sarapan sebelum masing masing dari mereka melakukan aktivitas di hari Senin.

bunda, Aisyah berangkat ya."
Jam sudah menunjukkan pukul 06.30 di mana sang adik harus kesekolah.

"Iya sayang, hati hati ya belajar yang baik." ucap ibunda dengan senyum merekah di bibir membuat Aisyah semangat untuk memulai harinya.
"dadah ayah."
Mencium tangan kedua orang tuanya sebelum melangkahkan kaki keluar rumah merupakan hal wajib ia lakukan.

"Ana mana?" tanya Abisatya.
Ayah dari kedua putri cantik yang Tuhan titipkan padanya.
Belum juga Rahayu sang ibunda menjawab, netranya sudah menangkap objek yang tengah di cari sang suami.
"Di sini ayah." Rihana memeluk ayahnya dari belakang, memberikan kehangatan di pagi hari untuk keluarganya.
"kamu ini nduk bikin kaget saja. Jadi bagaimana, mau ikut ayah kepelabuhan?."
kembali fokus pada sarapan melihat putri sulung sudah berada disisinya.


Rihana tampak bimbang, ia ingin ikut tapi ada buku yang harus di berikan pada Agata diperpustakaan. Lima menit bertaut dengan pikiran sendiri akhirnya Rihana memutuskan.

"Ayah pergi aja duluan, Rihana keperpustakaan dulu yah soalnya ada yang harus di antar setelah itu baru ke pelabuhan nanti nyusul kok." ucapnya memutuskan apa yang ia lakukan untuk memulai harinya.

Tidak keberatan dengan keputusan sang anak, Abisatya hanya mengangguk paham.

"Yu...Rahayu?." mendengar namanya terpanggil membuat ibunda sadar dari lamunannya.
"iya mas?."

"loh kamu itu, kok pagi pagi ngelamun, lagi pikirin apa?." Penasaran akan sesuatu yang sedang ada dikepala sang istri membuat dirinya bertanya.

"Enggak mas, perasaan bunda gak enak aja gak tau kenapa." sebisa mungkin Rahayu tidak menampilkan rasa cemasnya kepada sang suami dan anak.

"mas, hati hati ya dijalan, pokoknya hati hati. kamu juga nduk kalo bisa jangan lama lama susul ayahmu." Entah mengapa sedari tadi dadanya seakan ada batu berat yang mengganjal, seperti akan terjadi sesuatu tapi ia juga tak tahu.

"iya bunda Rihana gak akan lama diperpustakaan." Senyum lembut ia berikan kepada sang ibunda, berharap kegelisahan itu kian menghilang.

"yaudah Rihana berangkat ya, bunda sama ayah baik baik, Rihana pamit..." Hanya kalimat biasa tapi seperti ada sesuatu yang tersirat didalamnya.










~~~



Aroma buku yang tersusun rapi adalah aroma kesukaan Rihana.
Kini ia telah memasuki area perpustakaan, mencari keberadaan sang sahabat yang sedang merapikan rak berisi buku yang berjejer disepanjang koridor.

"Agata, nih buku bukunya udah aku pisahin yang baru dengan yang lama." Netra cantik nan teduh itu memperhatikan Agata yang fokus dengan pekerjaannya.

"makasih, entar malam aku traktir deh nasi goreng mas Joko ya."
Sebagai tanda terimakasihnya kepada Rihana.

"Gak usah kali gak apa apa, lagian entar malam aku ingin istirahat aja."
Heran, baru kali ini Rihana menolak ajakannya.

"tumben Na, baru kali ini loh kamu nolak, emang ada apasih?, cerita aja." khawatir akan sahabatnya, pasalnya baru kali ini Rihana tidak seperti biasanya yah walaupun hanya hal sepele tapi tetap saja itu mengganggu hati dan pikirannya.

"Gak ada kok hanya lagi gak pengen." Jawaban Rihana tidak membuat Agata puas namun ia hanya mengangguk, sekiranya mungkin sahabatnya ini benar benar hanya ingin berada dirumah saja.

"Agata, maaf ya aku gak bisa lama lama, harus nemenin ayah di pelabuhan soalnya."
Selesai dengan buku buku dihadapannya, Rihana beranjak dari tempat, mengambil tas lalu pamit pada Agata.

"oke, hati hati ya kamu jangan ngelamun, perhatiin jalan baik baik." Rihana hanya membalas ucapan Agata dengan senyuman, merasa akan sang sahabat yang sangat khawatir akan dirinya membuat gadis itu sedikit terharu.
Entah mengapa ucapan Agata membuat perasaan Rihana sedikit tidak tenang.

Rencana Agata yang ingin mentraktir sahabat karena sedang berulang tahun pun buyar ketika melihat empunya sudah keluar melewati pintu.












~~~




Di tempat lain, angin berhembus dengan sejuk, suara kapal yang datang dan pergi menambah suasana khas dari pelabuhan Tanjung Priok.
kesibukan pun nampak jelas dari para pekerja serabutan yang mengangkat barang barang dari para pendatang dan para TNI AL yang bekerja mengawasi tempat tersebut.

Para TNI AL satu persatu memberi hormat kepada sang mantan Jendral yang berjalan dengan tegap serta berwibawa di saat umur sudah tak lagi muda.

"selamat pagi menjelang siang pak, terimakasih karena ingin meluangkan waktu Anda untuk berkunjung."

atensi sang jendral pun teralihkan di kala mendengar suara komandan TNI AL yang datang dari arah belakang, tak lupa hormat ia berikan pada jendral yang berdiri di hadapannya.

Abisatya, ayah dari dua gadis cantik Rihana dan Aisyah merupakan sang mantan jendral TNI AL. Walau sudah pensiun tapi ia masih memiliki tanggung jawab atas pelabuhan yang dulu menjadi tugasnya.

sedangkan di sisi lain sang komandan TNI AL bernama Muh. Aksa Ardiansyah, lelaki yang menjadi dambaan setiap wanita, paras yang tampan serta lembut dan tegas menyatu di wajahnya bagaikan ukiran yang Tuhan berikan.

"kamu ini, tidak usah formal begitu saya sudah menganggap mu seperti anak sendiri Aksa."
ucap sang Jendral membuat komandan sedikit malu tapi juga haru.

"iya pak, terimakasih sekali lagi." walau begitu Aksa harus tetap menghormati Abisatya di kala posisi dan umur mereka yang terlampau beda.

Aktivitas di pelabuhan berjalan dengan lancar, berbincang dengan teman lama tidak lupa ia lakukan.
Di hati terdalam ia merasakan rasa gundah yang entah mengapa membuat kefokusan nya sedikit goyah.

"Tuhan, lindungi lah anak dan istri saya di manapun ia berada." Ucapnya di dalam hati.












~~~




Kota jakarta di tahun 1989 adalah kota yang sejuk, keramaian dan ramah dari orang orang berlalu lalang terasa nyaman.
Rihana kini tengah berjalan menyusuri jalanan sampai ke tempat angkutan umum berada.

Melihat angkot yang sedang berhenti ditepi seberang jalan membuat dirinya bergegas menuju kesana.
Tanpa Rihana sadari, dari jarak lima puluh langkah dari tempat ia berpijak ada angkutan umum lainnya yang sedang bergerak dengan kecepatan tinggi.








Dan disaat itu juga......














BRAKKKKK......




















Darah segar mengalir, merembes di jalanan yang kini ramai di kerumuni orang.
Gadis cantik terbaring dengan kepala yang terluka, mendengar samar samar suara yang ia yakini sebagai pertolongan.
Matanya perlahan tertutup sampai ia benar benar hilang kesadaran.








bagi Rihana

Senin, 3 Januari adalah hari ulang tahun sekaligus kemalangan.

























Selanjutnya.....

ReLa -1989-Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang