04

242 121 241
                                    

Happy reading


Rela 1989





Duduk, termenung,menikmati angin yang datang dari arah balkon kamar, hanya itu yang Rihana dapat lakukan.

Setelah dokter mengatakan bahwa ia harus melanjutkan hidup tanpa penglihatan dikarenakan cedera pada kepala yang merusak beberapa saraf.

Air matanya seakan mengering ia menangis tapi tidak meneteskan buliran air bening itu lagi.

2 hari berlalu dari kemalangan yang menimpanya, menjalani kesaharian yang tidak normal lagi sangat mempengaruhi mentalnya.

Senyum manis bahkan kata2 ramah yang keluar dari bibir mungil dan merah ranum itu sudah hilang entah kemana, tergantikan dengan tatapan kosong juga wajah pucat sembab.

Rihana Lelah akan nasibnya.
Ia sudah tak bisa lagi menulis buku dan memamerkan karyanya kepada sang sahabat, Agata.

Ia bahkan sudah tidak dapat membaca susunan kalimat sajak yang menenangkan hatinya.

"Tuhan, apa aku ada salah kepadaMu?, atau aku sudah membuat seseorang terluka?. Tidak, sumpah demi apapun sejujurnya aku sangat takut untuk melukai hati orang orang yang kutemui dalam hidupku, karena aku tahu karma nyata adanya, lalu apa yang telah ku perbuat sehingga engkau menghukum ku seperti ini hiks, kenapa....."

"aku...aku sudah tidak dapat menjalani hidup, maaf, aku minta maaf sekiranya Engkau murka akan diriku karena mengambil jalan ini, tapi aku hidup pun sudah tidak ada gunanya."

Kalimat pilu yang ia ucapkan sembari memeluk lututnya, berbicara sendirian kini ia lakukan.

Benar kata orang jika hari sial itu tidak terdapat di kalender, seperti telapak tangan yang di balik dengan sangat mudah begitupun kehidupan yang ia rasakan.

Marah, Kecewa dan tidak memiliki semangat hidup bercampur di hatinya, seperti ingin menyalahkan dirinya yang tidak berhati hati atau menyalahkan Tuhan karena memberikan takdir yang tak ia inginkan.

Gadis itu berdiri dari kasurnya, berjalan perlahan ke arah pintu balkon yang terbuka, seakan akan angin yang berhembus memanggilnya untuk kesana.

Langkahnya terhenti di kala dirinya sudah menabrak pagar pembatas balkon kamarnya.

Kedua tangan itu terangkat, silir angin berhembus menambrak helaian rambut yang kini terkibas pelan. Air matanya jatuh, terlintas wajah ibunda dalam bayangannya.

perlahan ia mulai menjatuhkan dirinya kedepan.

Dan










BRUKKK



























Aisyah, menarik Rihana ke arah belakang, memeluk sang kakak dengan erat, tidak memperdulikan rasa sakit di sikunya karena terbentur saat dirinya menahan beban tubuh Rihana yang menimpa dirinya.

keduanya terduduk lemas, Aisyah menatap Rihana dengan marah, berfikir bahwa Rihana telah melakukan hal bodoh yang tidak ada gunanya.

"KAKAK!!

"APA YANG KAKAK LAKUIN, KAKAK MAU NINGGALIN AISYAH, AYAH DAN BUNDA?, IYA!! JAWAB KAK"

bulir bening jatuh dari kedua matanya, tidak menyangka jika kakaknya ingin meninggalkan dunia dengan cara seperti ini.

"Kak...hiks Aisyah mohon jangan lakuin perbuatan yang Tuhan tidak sukai, apa untungnya bagi kakak, gak ada jaminan kalau lakuin ini akan berakhir bahagia, enggak kak yang ada hanya penyesalan yang kakak dapatkan."

ReLa -1989-Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang