03

224 128 184
                                    

Rela 1989



Derap langkah tergesa terdengar jelas di sepanjang koridor rumah sakit, pikiran yang kini berkecamuk mengingat anak sulungnya sedang kritis.
Setelah mendapat kabar dari salah satu TNI AL yang berjaga di gerbang pelabuhan, mengatakan bahwa sang istri mengirim surat untuk dirinya agar segera menyusul ke rumah sakit.

Perih, itu yang di rasakan Abisatya melihat Rahayu menangis terduduk di lantai dengan Aisyah yang terus memeluknya.
Menatap kosong ruangan dengan pintu bewarna putih dimana Rihana berada.
Berjuang melawan masa kritis dan kesakitan yang melanda.

Susah payah ia menahan air mata yang sedari tadi ingin jatuh.
Satu persatu buliran bening itu turun tanpa izin, membasahi pipi seorang Jendral yang kini pertahanannya telah rubuh.
Saat ini ia tak memikirkan gelar maupun jabatan yang ia miliki, baginya air mata yang menetes kian deras adalah air mata dia sebagai seorang ayah.






~~~







Satu jam telah berlalu, belum ada tanda tanda dokter keluar membawa kabar.
Semenjak kedatangan sang ayah tak ada satupun yang memulai pembicaraan.
Abisatya hanya memeluk sang istri guna agar ia tetap tenang.
Terdiam dan terus menangis hanya itu yang Rahayu kini lakukan.

"Mas, Rihana mas....."

lamunannya buyar kala mendengar suara parau setelah menangis terus menerus.

"sabar yu.. kita berdoa aja semoga ana gak kenapa napa." Bibirnya kelu entah kalimat apa yang harus ia lontarkan saat pikirannya juga sedari tadi terus memikirkan hal yang tidak tidak.




Ceklek ...





Pintu putih itu kini telah terbuka, menampilkan sosok dokter yang menangani sang anak.

"keluarga pasien Rihana?."

Sontak membuat keluarga itu berdiri dengan sigap.

"Saya ayahnya." ucapnya tegas

Mengangguk lalu melihat kembali catatan medis yang ia bawa
"saya akan mengatakan dua kabar ya itu baik dan duka." ucapan itu berhenti sejenak lalu kembali menatap keluarga Rihana.

"kabar baik, saya ingin mendengar itu terlebih dahulu" suara sang ibunda menginterupsi.

"kabar baiknya Pasien telah berhasil melewati masa kritis, dan kini akan di pindahkan ke rawat inap." mendengar hal itu keluarga yang sedari tadi resah dan gelisah merasakan sedikit rasa lega.

"kabar buruknya, apa itu dok?." kini Abisatya lah yang bersuara.

"saya mohon agar sekiranya kalian tetap tenang dan tegar, Pasien Rihana harus kehilangan penglihatannya seumur hidup dikarenakan adanya cedera yang cukup parah di area kepala, menjadikan beberapa saraf sudah tidak dapat berfungsi dengan normal lagi."

Lemas sudah kaki sang ibunda, terjatuh duduk di kursi rumah sakit mendengar anak cantiknya kini mengalami kebutaan permanen terasa menyayat hati. deraian air mata terus mengalir dengan suara yang kini terdengar sangat pilu di telinga.

Sigap Abisatya memeluk sang istri, tidak ada yang bisa ia katakan kala sakit yang Rahayu rasakan kini juga menghantam dirinya.

Aisyah yang melihat orang tua nya runtuh pun membuat dirinya sedari tadi tidak bisa berhenti menangis. Ia terus memikirkan reaksi kakaknya saat sadar dan mengetahui kabar duka ini.






~~~




Rihana masih terbaring memejamkan matanya. walaupun dokter bilang bahwa kakaknya sudah membaik tetap saja kekhawatiran yang ia rasakan masih ada.

Duduk di kursi dekat bangsal menatap wajah teduh kakaknya yang tertidur, tanpa ia sadari air mata itu kembali menetes seakan akan tidak ingin berhenti dan malah semakin deras.

"kak.... kakak yang kuat yah, Aisyah yakin kakak bisa laluin ini semua, Aisyah bakal selalu ada buat kakak gak peduli apapun yang terjadi." Seraya menampilkan senyum pilu menguatkan sang kakak ia lakukan.

Aisyah mengusap air matanya dan menarik napas panjang, yah menguatkan dirinya sendiri juga ia butuhkan.

Ceklek...

Pandangan anak itu kini beralih ke pintu yang terbuka, menampilkan sosok orang tuanya yang masuk membawa beberapa makanan.

"nduk, makan dulu sini dari tadi kamu belum makan kan." ucap ibunda dengan senyum yang manis namun sakit.

Terdiam, ia hanya menatap kosong dan tidak menggubris kalimat bundanya yang berpura pura untuk tegar.

Tau akan isi pikiran sang anak bungsu, ayah pun menghampiri dan mengusap kepala Aisyah.

"Udah nduk, gak ada gunanya kita nangis dan sedih berkepanjangan, semua udah terjadi tidak ada yang bisa berubah, saat ini kita hanya bisa bersyukur setidaknya kakakmu bisa melewati masa kritis."

Setelah mendengar ucapan penenang dari sang Ayah, Aisyah pun mengangguk. Memahami kalimat yang penuh akan fakta.





~~~



Kedua mata cantik itu kini mulai terbuka, namun hanya kegelapan yang nampak.

"Bunda....ayah?"

Rahayu dan Abisatya menghampiri Rihana yang telah sadar.
menahan Isak tangis kala mendengar sang anak yang terlihat bingung dengan penglihatannya.

"bunda, Ana gak liat apa apa"

"Rihana tenang ya sayang kamu harus sabar, semua sudah takdir dari Tuhan nduk kita gak bisa berbuat apa apa selain menerimanya".

Rahayu mencoba untuk memberi tahu Rihana tapi di dalam lubuk hatinya ia juga takut akan respon yang akan Rihana berikan.

"kamu....kamu buta sayang".

Pecah sudah tangis sang ibunda, sulit baginya untuk memberi tahu kabar duka kepada sang anak, tetapi ia tak bisa berbuat apa apa selain jujur kepada Rihana, berharap anak sulungnya bisa menerima semua yang Tuhan takdirkan untuknya.

Menatap kosong ke depan, perlahan mata cantik itu mulai basah berlinang air mata, Rihana paham akan ucapan bundanya.
kini Rihana sudah tidak bisa menjalani hari demi hari seperti biasa.

"kenapa?, kenapa bunda....hiks"

Masih tidak percaya dengan apa yang menimpa dirinya, Rihana ingin marah, tapi entah kepada siapa.
Ke dirinya karena tidak berhati hati atau....marah ke Tuhan karena memberikan takdir yang menyiksa?. Entahlah kini perasaan gadis cantik itu bercampur aduk sedih, kecewa dan putus asa menyatu dalam hatinya

"KENAPA HARUS RIHANA BUNDA!, RIHANA GAK MAU BUTA HIKS... RIHANA GAK MAU."

"Kak, tenang kak....hiks"

Apa yang Aisyah pikirkan pun terjadi, ia sudah menduga jika respon sang kakak akan seperti ini, tidak mudah menerima kabar buruk begitu saja.

"kenapa Rihana gak mati?, kenapa bunda hiks Ana gak mau cacat, lebih baik Ana gak ada didunia dari pada Ana gak bisa liat apa apa!"

Rahayu dan Abisatya tak bisa berkata apapun, sulit untuk menuntut Rihana sabar karena pada dasarnya menerima sesuatu yang tidak kita inginkan itu membutuhkan waktu.

















Selanjutnya.....

ReLa -1989-Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang