Chapter 15

123 5 1
                                    


'Disini Author mau kasih tahu atau pemahaman buat sebagian kalian yang berpikir tentang karakter utama dari cerita ini yang cenderung lemah,menye menye dan lain sebagainya.

Author sengaja membuat karakter seperti itu hanya karena author ingin memberikan kesan yang berbeda dari tokoh Lieve ini dengan tokoh dari cerita transmigrasi lainnya yang cenderung menguasai cerita dan over power.

Disini Author pengen kalian melihat perjalanan cerita dari setiap tokoh yang seimbang tanpa menghilangkan peran Male Lead and Female Lead.

Jadi Author mau optimis sama konsep yang udah author rancang sedari awal.

                    HAPPY READING ❤️

Duarr brakkkk

Suara ledakan bom begitu nyaring terdengar, beberapa penjaga dihalaman belakang terluka.

Para pelayan dan tukang kebunpun berlarian kesana kemari. Suasana yang awalnya tenang, kini ricuh tak terkendali.

"Berapa banyak bom yang mereka letakan, dan dimana saja mereka memasangnya?" Jeano menatap Smith yang kini tengah berkutat dengan CCTV barang kali ada pergerakan musuh yang dapat ia tangkap.

"Sayangnya tidak ada jejak CCTV pada saat mereka meletakan bom-bom ini tuan" Smith mengerutkan keningnya, pasalnya tidak ada satupun rekaman CCTV yang menunjukan gerak gerik aneh seseorang yang memasang bom.

"Apa kau yakin tidak ada satupun?, Atau memang ada orang dalam?" Jeano kini ikut melihat layar laptop yang sedang memutar video CCTV

" Setelah saya cek berkali kali pun, nihil saya tidak bisa menemukan apapun, dan sudah saya pastikan tidak ada CCTV yang rusak" Smith menjelaskan pada Jeano yang kini masih setia menatap layar laptop

Srekk

Jeano berdiri dari duduknya" Panggil beberapa dokter dan beberapa perawat obati mereka semua" Ia melenggang pergi dari sana

Smith yang mendengar titah Jeano langsung merogoh telepon genggamnya " Hallo Mr.Adam, datanglah ke mansion segera, bawalah beberapa perawat kemari!"

"Baik Mr.Smith saya akan datang 20 menit lagi" Setelah mendapat jawaban dari sebrang sana Smith mematikan sambungan teleponya lalu berjalan keluar ruangan.

Jeano melangkahkan kakinya menuju garasi dimana ia menyimpan semua koleksi mobilnya. Ia melangkah lalu memasuki salah satu mobil sport berwarna hitam miliknya, lalu memacu kuda besinya itu dengan kecepatan tinggi, membelah jalanan perkotaan yang saat itu ramai lancar.

Setibanya di kastil, para penjaga gerbang membukakan pintu gerbang untuknya. Mobil hitam itu melaju pelan, lalu berhenti tepat didepan pekarangan kastil mewah itu. Jeano yang selesai memarkirkan mobilnya lekas masuk ke dalam kastil, dengan langkah pelan namun tegas.

"Dimana Lieve?" tanyanya pada salah satu pelayan ketika ia sampai di tengah ruangan

"Mohon maaf tuan, Nona Lieve tidak terlihat keluar dari kamar setelah makan siang" jawab pelayan wanita yang kini berada di dekat pilar sambil menundukan wajahnya

Jeano menghela nafas" Lalu dimana Diana?" tanyanya lugas

"Untuk itu sayapun meminta maaf tuan, Saya juga tidak melihat keberadaan Pelayan Diana setelah mengantarkan camilan ke kamar Nona Lieve tadi siang" Pelayan muda itu kembali menundukan kepalanya dalam dalam, karena ia sangat merasa terintimidasi dengan aura yang dikeluarkan oleh tuan mudanya ini.

Jeano meninggalkan pelayan itu tanpa sepatah katapun, langkah kaki itu membawanya ke lantai atas dimana kamar Lieve berada. Pintu berwarna hitam itu kini telah berada tepat didepan wajahnya.

Tok tok tok

Lengan berurat itu mengetuk pintu itu dengan tegas, namun tidak ada sahutan sedikitpun dari siempunya kamar.

Ia merogoh salah satu kantong celananya, dan mengambil satu kunci pintu kamar yang ada di hadapannya saat ini, Jeano memasukan kunci itu pada handle pintu, lalu memutarnya, tak berselang lama pintu itu pun terbuka.

Netranya menyoroti setiap sudut kamar itu, namun nihil seseorang yang tengah ia cari tidak berada di ruangan itu, Jeano masuk lalu mengecek setiap ruangan di kamar itu, walking closet, kamar mandi, tapi tetap tak menemukan keberadaan Lieve.

Ia lalu menyentuh permukaan kasur, kasur itu masih terasa hangat, itu artinya Lieve belum lama meninggalkan kamar, suasana hampa di kamar itu membuat Jeano naik pitam. Ia melirik ke arah jendela yang kini telah terbuka lebar dengan angin yang bertiup lumayan kencang berhembus.

" Pergilah sejuah kau bisa.....tapi aku punya seribu satu cara untuk menemukan mu, ketika itu terjadi maka jangan harap bisa pergi kembali" Jeano mengepalkan kedua tangannya hingga urat-urat dari tangan kekar itu menonjol, menandakan betapa emosinya ia saat ini.

🥀🥀🥀

Ctas...ctas...

"Ampuni saya tuann...saya mohon, saya minta maaf karena sudah lalai dalam bekerja, tolong ampuni saya!" Teriak seorang laki laki yang kini bersimpuh di bawah kaki Jeano

Laki laki itu merupakan salah sat penjaga yang ditugaskan Jeano untuk menjaga Lieve, Jeano memberikannya hukuman karena sudah lalai dan benar-benar tidak bisa diandalkan.

Setiap penjaga yang ia tugaskan menjaga Lieve, kini satu persatu diberi hukum cambuk olehnya, tidak satupun penjaga yeng terbebas dari hukumannya, Kelalaian mereka membuat ia harus kehilangan Lieve yang sudah susah payah Jeano tahan selama in dikastilnya.

Kekesalannya tak sirna bahkan setelah ia menghukum cambuk seluruh penjaga yang ada di kastilnya,  kemarahannya seperti sudah menumpuk diubun ubunnya. Kelalaian mereka membuat semua rencananya tertunda dan berantakan.

"Smith..bereskan mereka, masukan mereka ke penjara bawah tanah, pastikan juga mereka mati kelaparan disana, lalu datanglah keruanganku secepatnya!" Jeano membanting alat cambuk yang ada di genggamannya lalu pergi meninggalkan para penjaganya yang kini masih merintih kesakitan dilantai dingin itu.

Smith yang mendengar perintah dari Jeano hanya mengangguk lalu menunduk kembali, ia sangat takut dengan kekejaman Jeano pada para pegawainya, ia bahkan tak berani menyela atau mencoba menghentikan hukuman yang diberikan Jeano oada para penjaga itu, pasalnya sudah sangat lama sekali Smith tak pernah melihat lagi sifat tempramental tuannya itu.

Terakhir kali ia melihat tuannya begitu marah adalah dulu ketika kedua orang tuanya terbunuh secara sadis didepan matanya, saat itu Jeano masih sangat muda, seorang anak laki laki berusia 10 tahun harus menyaksikan pembunuhan orang tuanya didepan matanya sendiri.

Namun Jeano bukan terlahir sebagai anak yang cengeng yang akan menangis melihat kejadian itu , namun ia berubah menjadi singa liar yang kapan saja siap menerkam mangsanya, anak berusia 10 tahun itu secara membabi buta berbalik melawan orang yang membunuh kedua orang tuanya dengan sebuah tongkat baseball hingga musuh yang berjumlah 5 orang dewasa itu sekarat dan ada juga yang langsung tewas.

Smith yang sudah mengabdi pada keluarga Jeano sejak ia berusia 15 tahun, menyaksikan kejadian itu secara langsung dan ia tidak menyangka tuan mudanya itu dapat menghabisi setiap musuhnya dengan tak gentar hanya dengan tongkat baseball. Itulah terakhir kalinya ia melihat tuannya terlihat begitu ganas , karena setelah itu Smith melihat Jeano sebagai pribadi yang sangat tertutup, berbicara seperlunya dan dingin pada siapapun, sikapnya yang tak mudah di tebak membuat Jeano terlihat sangat misterius dan tak tersentuh.

🥀🥀🥀

Sedangkan di tempat lain. Seorang gadis cantik tengah terlelap dengan damai, di sebuah ranjang mewah berwarna rose gold, wajahnya yang begitu damai terlihat, hingga beberapa saat kemudian dahi mulusnya berkerut lalu kedua kelopak matanya terbuka.

Buram..itulah yang pertama kali ia lihat, cahaya terang samar - samar memasuki indra penglihatan nya.
Kepalanya berdengung sakit, ia yang sibuk memegangi kepalanya dan mencoba memfokuskan penglihatannya, tak sadar dengan kehadiran seorang lelaki muda yang baru saja memasuki kamar mewah dengan dinding berwarna putih itu.


Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jul 08 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

The Second Life [On Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang