Chapter 3 | Pandangan pertama

167 53 11
                                    

"Matahari yang indah kini tidak datang kembali

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Matahari yang indah kini tidak datang kembali

Seperti kamu yang sudah melupakan ku"


Matahari mulai turun perlahan di balik cakrawala, ditemani kicauan burung yang berterbangan menuju sarangnya. Udara sore yang sejuk membuat suasana terasa lebih tenang dari biasanya. Di sudut sebuah trotoar yang dipenuhi bebatuan, Nevra duduk termenung, memandangi jalanan yang ramai. Trotoar yang dulunya mulus kini tampak rusak akibat banyaknya kendaraan yang melintas tanpa henti. Ia terus menatap kendaraan yang hilir mudik, hingga tanpa sadar waktu sudah menunjukkan pukul lima sore.

"Bun... Bunda! Bunda di mana?" teriak Nevra dari ruang tengah, suaranya bergema di seluruh rumah.

"Iya, Mas. Ada apa teriak-teriak gitu?" sahut Bunda dari arah dapur, terdengar kesal karena suara bising yang dibuat oleh anaknya.

Nevra, yang tak tahu bagaimana cara menyampaikan maksudnya, hanya bisa terbata-bata. "Anu, Bun... mau minta tolong."

"Anu apa, Mas? Jangan anu-anu, ngomong yang jelas," balas Bunda, menunggu dengan sabar meskipun jelas terlihat sedikit kesal.

"Aku mau minta tolong bikinin sarapan buat besok pagi, Bun. Buat dibawa ke sekolah," kata Nevra akhirnya, wajahnya sedikit canggung.

Bunda menghela napas panjang, merasa sedikit gemas. "Astaghfirullah, cuma mau bilang itu saja kok teriak-teriak?"

"Hehe... iya, maaf ya, Bun," jawab Nevra sambil cengengesan.

"Ya sudah, nanti Bunda siapkan. Kamu mau lauk apa?"

"Nasi dengan telur ceplok aja, sama sayur kangkung ya, Bun."

"Iya, iya. Sekarang kamu mandi dulu sana. Bunda siapin sarapanmu," kata Bunda sambil menuju dapur lagi.

"Oke, Bun! Mas mandi dulu ya," jawab Nevra sambil berlari ke kamar mandi.

@lautbiru2312_

Keesokan paginya, setelah sampai di sekolah, Nevra langsung menuju kelas dan mulai merapikan tempat duduknya. Matanya secara tidak sengaja tertuju pada seorang gadis yang duduk di deretan depan. Gadis itu bernama Syarah Nur Alivia, biasa dipanggil Syarah atau Via. Perempuan bercadar yang sering membuat hati Nevra berdegup kencang setiap kali memandangnya.

"Woy, Vra! Liatin apa lu?" suara keras dari belakang membuat Nevra tersentak. Sito, sahabatnya yang paling jahil, berdiri di belakangnya dengan senyum jahil. "Sampe nggak kedip, lu liatin cewek ya?" goda Sito.

NEVRA ALGARA (Segera Terbit) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang