Setelah beberapa hari dirawat di rumah sakit, akhirnya Nevra diperbolehkan pulang. Tubuhnya masih lemah, tetapi ia merasa jauh lebih baik daripada sebelumnya. Ibu kandungnya, Nana, bersama adiknya, Juyeon, dan Sagara datang menjemputnya. Mereka membawa Nevra ke rumah Nana, tanpa sepengetahuan Verrel, ayah angkatnya yang semakin lama semakin tidak bisa dipercayai. Nevra telah banyak merenung selama berada di rumah sakit. Perlahan, meski berat, ia mulai memaafkan ibunya atas segala kesalahan di masa lalu, dan mencoba menerima kenyataan hidupnya yang kini tak lagi sama seperti dulu.
Dalam perjalanan menuju rumah, suasana di dalam mobil terasa canggung, tetapi lebih damai daripada sebelumnya. Nevra menatap keluar jendela, menikmati pemandangan yang berlalu, mencoba menenangkan pikirannya. Di sisi lain, Nana sesekali menatapnya dengan tatapan penuh harap. Dia berharap anaknya bisa benar-benar memaafkannya dan mulai menerima kenyataan bahwa mereka adalah keluarga.
“Bang, kau sudah merasa lebih baik?” tanya Juyeon, memecah kesunyian. Suaranya lembut, penuh perhatian.
Nevra menoleh dan tersenyum kecil, meski tatapan matanya masih kosong. “Sudah lumayan. Terima kasih, Juyeon.”
Nana yang duduk di samping Juyeon hanya bisa menghela napas lega. Perjalanan menuju rumahnya diliputi keheningan, namun ada sesuatu yang mulai berubah—kehangatan perlahan kembali menyelimuti mereka. Meskipun keluarga mereka masih terasa belum lengkap, kehilangan peran seorang ayah terasa begitu nyata. Terutama setelah percakapan Juyeon di rumah sakit beberapa hari lalu.
Juyeon mengingat kembali cerita ibunya, tentang bagaimana ayah mereka meninggal saat mereka masih bayi, ketika mereka berusia satu tahun. Pada saat itu, hidup mereka berubah selamanya. Menurut Nana, setelah kematian suaminya, ia harus berjuang sendiri di dunia yang penuh tekanan. Kepergian sang suami memaksa Nana mengambil keputusan berat untuk berpisah dengan Nevra dan Juyeon. Ia tak mampu merawat keduanya sendirian, terutama setelah mendapat kabar bahwa suaminya meninggal dunia dalam kecelakaan tragis. Dermaga, rekan kerja sang suami, mengabarkan kematian itu kepadanya, sesuatu yang menghantui Nana hingga hari ini.
Saat mereka sampai di rumah, Nana berhenti di depan pintu dan menghela napas panjang. "Selamat datang di rumah," katanya dengan lembut, memandang Nevra dengan perasaan yang campur aduk.
Nevra hanya tersenyum tipis. Rumah itu tampak asing baginya, tetapi ia berusaha menerima segalanya. Sagara, yang telah menemaninya selama ini, membantu membawa tas Nevra masuk. Dia tak banyak bicara, namun kehadirannya selalu membuat Nevra merasa nyaman.
“Nev, lo udah mulai bisa nerima semuanya?” tanya Sagara dengan suara pelan, tak ingin memaksakan jawaban.
Nevra menghela napas panjang sebelum menjawab. “Gue nggak tahu, Gar. Rasanya masih aneh. Tapi... gue mau coba. Gue nggak bisa terus-terusan marah. Mungkin ini waktunya gue terima semuanya.”
Sagara menatap sahabatnya dengan penuh simpati. “Lo nggak sendirian, Nev. Kita semua ada di sini buat lo.”
Nevra hanya tersenyum tipis. Ia tahu, Sagara selalu ada untuknya, dan kali ini, ia merasa lebih siap untuk menerima dukungan itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
NEVRA ALGARA (Segera Terbit)
Teen Fiction𝐒𝐄𝐁𝐀𝐆𝐈𝐀𝐍 𝐃𝐀𝐑𝐈 𝐂𝐄𝐑𝐈𝐓𝐀 "𝐍𝐄𝐕𝐑𝐀 𝐀𝐋𝐆𝐀𝐑𝐀" 𝐒𝐔𝐃𝐀𝐇 𝐃𝐈 𝐔𝐍-𝐏𝐔𝐁𝐋𝐈𝐒𝐇 𝐔𝐍𝐓𝐔𝐊 𝐊𝐄𝐏𝐄𝐍𝐓𝐈𝐍𝐆𝐀𝐍 𝐏𝐄𝐍𝐄𝐑𝐁𝐈𝐓𝐀𝐍, 𝐁𝐀𝐂𝐀 𝐕𝐄𝐑𝐒𝐈 𝐍𝐎𝐕𝐄𝐋 𝐃𝐀𝐍 𝐀𝐊𝐀𝐍 𝐓𝐀𝐇𝐔 𝐂𝐄𝐑𝐈𝐓𝐀 𝐒𝐄𝐋𝐄𝐍𝐆𝐊𝐀𝐏𝐍𝐘�...